Apa itu BLACK HOLE ?





Abad ke-20 menyaksikan banyak sekali penemuan baru tentang peristiwa  alam di ruang angkasa.salah satunya yang belum ditemukan adalah black hole. Ini terbentuk ketika sebuah bintang telah menghabiskan seluruh bahan bakarnya ambruk  hancur kedalam dirinya sendiri, dan akhirnya berubah menjadi sebuah lubang hitam  dengan kerapatan tak hingga dan volume nol serta medan magnet yang amat kuat. 

Tarikan gravitasi lubang hitam sangat kuat  sehingga cahaya tidak mampu  melepaskan diri darinya. Namun bitang yang runtuh seperti itu dapat diketahui dari  dampak yang di timbulkannya di wilayah sekelilingnya. Belakangan diketahui bahwa  ada bintang-bintang di ruang angkasa yang cahayanya tidak dapat kita lihat.

Sebab, cahaya bintang-bintang yang runtuh ini lenyap. Menurut pengamatan Astronom,  diketahui teryata lubang hitam raksasa di pusat galaksi kita. Dia mengatakan bahwa  luas permukaan suatu lubang hitam hanya dapat tetap sama atau bertambah, tetapi  tidak pernah berkurang. Kekuatan tarikan gravitasional yang tidak biasa dari dari  lubang hitam tersebut telah menarik lapisan dari bintang dimana ia mengorbit,  menyebabkannya membentuk suatu pusaran. 

Lubang hitam (black hole) sering dihubungkan dengan hilangnya benda-benda  kosmis bahkan wahana  udara sekalipun, seperti  pernah disinggung  dalam rubrik ini  berkaitan dengan  hilangnya banyak  pesawat di Segitiga  Bermuda dan Samudera  Atlantik Utara. Pro dan  kontra pendapat  mengenai hal ini  memang tak pernah  surut. Cerita seputar Segitiga Bermuda pun sepertinya tetap misterius, dan menjadi  bahan tulisan yang tidak ada habis-habisnya.  .  Lalu, bagaimana sebenarnya lubang hitam tercipta? Bagaimana asal mula lubang hitam tercipta ? bagaimana mendeteksi  adanya suatu lubang hitam?

Dalam bahasan fenomena kali ini, baiklah kita tinjau sedikit apa sebenarnya  lubang hitam atau yang disebut para ilmuwan sebagai singularitas dari bintang redup  yang mengalami keruntuhan gravitasi (gravitational collapse) sempurna.

Istilah “lubang hitam” pertama kali digunakan tahun 1969 oleh fisikawan  Amerika John Wheeler. Awalnya, kita beranggapan bahwa kita dapat melihat semua  bintang. Akan tetapi, belakangan diketahui bahwa ada bintang-bintang di ruang  angkasa yang cahayanya tidak dapat kita lihat. Sebab, cahaya bintang-bintang yang
runtuh ini lenyap. Cahaya tidak dapat meloloskan diri dari sebuah lubang hitam  disebabkan lubang ini merupakan massa berkerapatan tinggi di dalam sebuah ruang  yang kecil. Gravitasi raksasanya bahkan mampu menangkap partikel-partikel tercepat,  seperti foton [partikel cahaya]. Misalnya, tahap akhir dari sebuah bintang biasa, yang  berukuran tiga kali massa Matahari, berakhir setelah nyala apinya padam dan  mengalami keruntuhannya sebagai sebuah lubang hitam bergaris tengah hanya 20  kilometer (12,5 mil)! Lubang hitam berwarna “hitam”, yang berarti tertutup dari  pengamatan langsung. Namun demikian, keberadaan lubang hitam ini diketahui  secara tidak langsung, melalui daya hisap raksasa gaya gravitasinya terhadap bendabenda langit lainnya.

Teori ini diciptakan Albert Einstein (1879-1955), yang merupakan karya  terbesar manusia dalam usaha mencari kebenaran. Secara sederhana, teori ini merupakan struktur  matematis yang  melukiskan gravitasi  dengan kurva ruang  waktu. Dalam teori itu,  Einstein membuat dua  postulat: tidak ada benda yang dapat melebihi  kecepatan cahaya dan  kecepatan cahaya selalu  sama menurut pengamat  di manapun.


Bentuk dari teori ini adalah sebuah persamaan yang disebut sebagai persamaan  Einstein. Persamaan ini mengandung berbagai penjelasan seperti pergeseran  perihelion Merkurius, pembelokan arah cahaya, keberadaan gelombang gravitasi, singularitas ruang-waktu, deskripsi pembentukan bintang neutron dan lubang hitam bahkan pengembangan alam semesta.

Lubang hitam adalah suatu daerah dimana hukum-hukum fisika tidak berlaku lagi. Tempat itu memiliki gaya gravitasi yang sangat kuat dan siapapun yang masuk tidak bisa keluar kembali termasuk cahaya sekalipun. Menurut pengamatan  Astronom, diketahui teryata lubang hitam raksasa di pusat galaksi kita. Dia  mengatakan bahwa luas permukaan suatu lubang hitam hanya dapat tetap sama atau  bertambah, tetapi tidak pernah berkurang. Ini disebut Hukum Pertambahan Luas  Hawking. Namun teori ini menghasilkan implikasi bahwa lubang hitam menghasilkan radiasi.

Hal ini pertama kali diungkap oleh Jacob Bekenstein mahasiswa pasca sarjana  Princeton. Menurut Hawking bagaimana mungkin lubang hitam memancarkan radiasi  kalau tidak ada sesuatu yang bisa keluar darinya. Kekuatan tarikan gravitasional yang  tidak biasa dari dari lubang hitam tersebut telah menarik lapisan dari bintang dimana  ia mengorbit, menyebabkannya membentuk suatu pusaran. “Kita tidak yakin mengapa  lubang hitam ini memancarkan ledakan radiasi yang cemerlang sewaktu-waktu, dan  bukannya suatu pancaran gelombang yang stabil”.  Lubang hitam juga dapat  bertambah massanya dengan cara bertubrukan dengan lubang hitam yang lain sehingga menjadi satu lubang hitam yang lebih besar.

Jika Bintang Sekarat


Bintang-bintang yang berukuran lima kali atau lebih daripada matahari (diameter matahari 1,4  juta kilometer) kita mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat spektakuler; mereka bersupernova. Itu terjadi ketika bahan bakar bintang untuk melakukan reaksi fusi di dalam intinya  sudah habis. Proses fusi sendiri berperan menciptakan tekanan ke arah luar untuk mengimbangi  gaya tarik dari massanya yang besar. 

1.  Membengkak :
Bintang membengkak menjadi sebuah red super giant (membengkak karena  mengeluarkan inti heliumnya ke permukaan). Di bagian dalam, inti bintang takluk kepada  gaya tarik dan mulai menyusut. Seiring dengan penyusutan itu, bintang semakin panas  dan padat.  

2.  Inti Besi:
Ketika di inti hanya tertinggal unsur besi (struktur nuklir besi tidak memungkinkan atomatomnya untuk reaksi fusi menjadi elemen yang lebih berat), kurang dari satu detik 
kemudian, bintang memasuki fase final dari kehancurannya.  

3.  Meledak:
Suhu pada inti berkembang menjadi 100 miliar derajat. Energi dari inti ditransfer  menyelimuti bintang, yang lalu meledak dan menyebarkan gelombang kejut. Begitu  gelombang menerpa material di lapisan luar bintang, material menjadi panas, berfusi  menjadi elemen-elemen baru dan isotop-isotop radioaktif.  

4.  Lontaran:
Gelombang kejut lalu melontarkan material itu ke ruang angkasa. Bahan-bahan ledakan  itu kini dikenal sebagai bekas-bekas supernova.  

Fenomena supernova sangat penting bagi kita untuk dapat memahami galaksi. Energi yang  dilepaskan sebuah bintang massif yang meledak akan memanaskan medium antar bintang, mendistribusikan sejumlah besar elemen ke seluruh galaksi, dan mempercepat laju sinar kosmis. 

Selain melalui ledakan bintang massif, fenomena supernova dapat terjadi karena transfer massa  bintang putih kecil dalam sistem bintang kembar.  

"Mereka meledak setara dengan gabungan kekuatan satu triliun bom hidrogen, dan apabila  mereka lebih dekat-katakanlah beberapa ratus tahun cahaya-mereka akan menyapu kehidupan  dari bumi," kata Evans.  

Berdasar waktu geologis saat ini, supernova-supernova yang telah ditemukan berjarak ribuan  atau jutaan tahun cahaya dari bumi. "Terlalu jauh untuk menyebabkan kerusakan, meski telah  berkembang spekulasi bahwa supernova inilah yang menyebabkan kontaminasi di bumi yang  memusnahkan dinosaurus," kata dia.  

Terpisah dari ancaman yang mungkin dibawanya, Evans menyatakan supernova telah menjadi  subyek oleh keseluruhan industri astronomi profesional, sebagai sebuah indikator penting dari  "melarnya" jagat raya.  

Sebagian ilmuwan meyakini, siraman (shower) mineral-mineral atom ke jagat raya yang  dihasilkan supernova mungkin menjadi pangkal penyebab dinamika besar dalam penciptaan  kehidupan di bumi.  

"Ledakan-ledakan supernova menghasilkan dan mendistribusikan elemen-elemen kimia yang  menyusun segala sesuatu di jagat raya yang tampak-terutama kehidupan," ujar seorang pakar  internasional, Stephen Smart dari Cambridge University.  

"Akan sangat penting bagi kita untuk mengetahui bintang-bintang seperti apa yang memproduksi  building blocks ini kalau kita memang ingin memahami asal-muasal kita."  

Sumber : Koran Tempo (27 Juli 2004)

Kenapa Pada Sore Hari Langit di Bumi Berwarna Jingga?




Karena saat matahari berada di  horizon (saat terbit dan terbenam), lintasan yang  ditempuh cahaya matahari semakin jauh sehingga jumlah kuning yang dihamburkan relatif  lebih besar daripada warna jingga. Hal ini mengakibatkan  intensitas warna jingga yang  sampai di mata kita lebih dominan sehingga matahari terbenam terlihat jingga.

Kenapa Langit di Bumi Siang Hari Berwarna Biru ?




Pada dasarnya langit tidak berwarna , namun karena efek dari  matahari maka langit pun  berubah menjadi kebiruan. Matahari  memancarkan gelombang cahaya dengan frekuensi tertentu. Bagian dari frekuensi  tersebut merupakan frekuensi cahaya tampak yang dapat ditangkap oleh mata manusia,  Jika spektrum cahaya matahari yang mengenai mata kita masih  terdiri atas seluruh  spektrum cahaya tampak, matahari akan terlihat putih dan spektrum cahaya tampak ini  akan menyinari atmosfer bumi.

Hal  pertama yang perlu diketahui bahwa matahari adalah sumber cahaya yang sangat  terang, dan jauh lebih terang daripada bulan dan bintang. Hal kedua yang perlu dipahami  adalah bahwa atmosfer bumi terdiri atas gas-gas yang mengandung bermacam-macam partikel dan unsur. Dua unsur pertama yang terkandung dalam atmosfer bumi adalah Nitrogen (NO2) dan Oksigen (O2). Dua atom pada atmosfer ini berpengaruh pada cahaya  matahari yang melewatinya.

Ada gejala (fenomena) fisika yang disebut “penyebaran” (Rayleigh) yang menyebabkan  sinar matahari ketika melewati partikel2 yang berdiamaeter 1/10 dari panjang gelombang (warna) dari sinar matahari. Sinar matahari terdiri atas bermacam-macam warna cahaya yang berbeda, tetapi karena unsur2 yang ada di atmosfer (terutama NO2 dan O2), maka  atmosfer bumi dengan mudah menghamburkan spektrum warna biru, ungu, dan nila yang  mempunyai frekuensi tinggi, tetapi warna biru-lah yang paling banyak menyebar, ditambah  lagi mata manusia lebih sensitif terhadap warna biru daripada warna nila dan ungu.

Jadi, ketika melihat ke langit pada siang hari yang cerah, kita melihat matahari sebagai  piringan cahaya. Warna biru yang kita lihat di langit adalah seluruh atom2 yang ada di  atmosfer yang menyebarkan cahaya biru ke arah kita.

Sementara itu, hanya ada sedikit cahaya tampak dari matahari dengan frekuensi lebih  rendah yang dihamburkan oleh atmosfer bumi. Cahaya dengan warna kuning, merah dan  jingga memiliki frekuensi yang lebih rendah dibanding dengan warna yang lainnya. Warna  tersebut akan menembus atmosfer bumi dan terlihat oleh mata kita. Tetapi, intensitas  ketiga warna tersebut tidak sama dan warna kuning lebih mendominasi sehingga matahari terlihat berwarna kuning sampai dengan siang hari.

PERBEDAAN PLANET LUAR DAN DALAM


Klasifikasi Planet Berdasarkan Material




Jovian Planet (Giant Planet)

 Planet raksasa yang komposisi  materi penyusunnya bukan berupa  batu atau material yang padat melainkan gas.

 Jupiter, Saturnus, Uranus dan  Neptunus adalah planet yang  termasuk kategori ini

 Teresterial planet (Telluric Planet)

 Planet yang komposisi materi penyusunnya berupa batuan silikat

 Yang termasuk dalam kategori ini  adalah Merkurius, Venus, Bumi, Mars

Klasifikasi Planet Berdasarkan Letak




Bumi sebagai batas

 Planet Inferior, yaitu planet yang memiliki lintasan  antara Bumi dan Matahari, yaitu Merkurius dan Venus.

 Planet Superior, yaitu planet yang lintasannya di luar  Bumi terdiri atas Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan  Neptunus 

Planetoid sebagai pembatas

 Planet dalam, Planet yang dilihat letaknya karena  adanya gugusan asteroid antara Mars sampai dengan 
Jupiter. Jadi planet dalamnya adalah Merkurius,  Venus, Bumi, dan Mars.


 Planet luar, Planet-planet yang letaknya diluar  gugusan asteroid. Jadi Jupiter, Saturnus, Uranus, dan  Neptunus masuk dalam jajaran planet luar in

Satelit alam-satelit alam Planet Neptunus


Neptunus memiliki 13 satelit alam. Menggunakan teleskop, kita dapat melihat  dua satelit alam yang mengelilingi Neptunus, yaitu Nereid dan Triton. Enam satelit  alam lainnya ditemukan oleh Voyager 2 saat melakukan kunjungan ke planet itu.  Triton merupakan satelit alam terbesar  yang dimiliki oleh Neptunus. Lassell  menemukan triton beberapa minggu setelah penemuan Neptunus. 


Triton mempunyai  ukuran sedikit lebih besar dari Satelit  alam. Arah gerak Triton mengelilingi  Neptunus adalah dari timur ke barat, berlawanan dengan arah rotasi Neptunus.  Oleh karena itu gerak Triton disebut  gerak mundur. Orbit Triton condong 40° terhadap orbit Neptunus. 

Voyager 2 menemukan bahwa Triton mempunyai atmosfer, terutama tersusun  oleh nitrogen dan mengandung sedikit metana. Suhu permukaan Triton mencapai  −235 °C.




Nereid ditemukan oleh Kuipe, yang juga merupakan penemu  satelit alam Miranda. Ukurannya jauh lebih kecil daripada  Triton. Nereid bergerak mengelilingi Neptunus dari barat ke  timur dan condong sekitar 5° terhadap  ekliptika.




Proteus merupakan satelit alam  yang sangat gelap dan bentuknya tidak  beraturan. Proteus mempunyai diameter  418 km (436 x 416 x 402). Dari ukurannya, diketahui bahwa  Proteus merupakan satelit alam terbesar kedua yang  mengelilingi Neptunus.




Seperti Proteus, Larissa mempunyai bentuk yang tidak  teratur. Diameternya 193 km (208 x 178). Naiad,  Thalassa, Despina, dan Galatea juga mempunyai bnetuk yang tidak teratur.  Masih ada lima satelit alam Neptunus yang tidak disebutkan dalam tabel di atas.  Empat satelit alam ditemukan pada tahun 2002 dan satu satelit alam ditemukan  pada tahun 2003. Kelima satelit alam ini belum memliki nama.



Mengapa Planet Neptunus berwarna biru?








Neptunus nampak berwarna biru indah.  Warna biru ini disebabkan karena atmosfer  Neptunus mengandung gas metana. Gas metana menyerap warna merah dari sinar  Matahari dan memantulkannya sebagai warna biru

Panas di Dalam, Dingin di Luar Planet Neptunus








Meskipun permukaan  Neptunus sangat dingin, tetapi  bagian dalam planet sangat panas.  Neptunus menerima panas dari  Matahari dan hanya sedikit dari panas tersebut yang dilepaskan.

Neptunus berotasi dengan  sangat cepat. Rotasi ini menyebabkan angin di permukaan planet bertiup kencang. 
Tiupan angin yang sangat kencang ini menghasilkan awan yang sangat menarik  seperti terlihat pada gambar di samping

The Great Dark Spot (GDS) atau Bintik Gelap Raksasa di Planet Neptunus







GDS adalah bintik gelap yang muncul di atmosfer Neptunus. Bintik gelap ini  merupakan badai besar di atmosfer yang kecepatan berputarnya lebih cepat  daripada badai yang terjadi di Bumi.  

Dari gambar di atas dapat dilihat adanya lembaran awan putih yang memisahkan antara daerah gelap dan daerah berwarna biru pada bintik gelap.  

Bintik Gelap Neptunus Bentuk spiral yang terlihat pada kedua  daerah itu menunjukkan perputaran badai  yang berlawanan dengan arah jarum jam.

Cincin Planet Neptunus


Sejak tahun 1984, ahli astronomi telah menduga adanya cincin pada  Neptunus. Dugaan itu terbukti setelah pesawat ruang angkasa Voyager 2 berhasil  mendekati Neptunus. Dari hasil pengamatan, dapat dipastikan Neptunus mempunyai  sedikitnya 3 cincin. 

Tabel di bawah ini menunjukkan cincin-sincin yang dimiliki Neptunus.


Bagian-bagian Planet Neptunus





Atmosfer Neptunus mirip dengan Uranus. Atmosfer Neptunus terutama terdiri  atas 85% hidrogen, 13% helium, dan 2% metana. Di bagian mantel terdapat air,  amonia, dan metana dalam bentuk es atau  padat. Bagian paling dalam Neptunus  adalah inti yang padat dan keras kira-kira sebesar ukuran Bumi. Berdasarkan kerapatan rata-rata yang  dimilikinya, dan perbandingan inti  dengan ukuran planet, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penyusun  Neptunus berupa gas

Data Planet Neptunus








Neptunus berupa bola gas raksasa yang sangat mirip dengan Uranus. Planet  yang berjarak 4.500 juta km ini mempunyai diameter 49.500 km dan massanya 17,2  kali massa Bumi. Jika Neptunus adalah sebuah rongga kosong, maka dapat  menampung 60 Bumi. 

Neptunus memerlukan waktu selama 17  jam 6 menit untuk satu kali rotasi.  Waktu yang diperlukan untuk mengelilingi Matahari adalah 165 tahun Bumi.  Neptunus masuk dalam kelompok planet besar. Seperti Uranus, Neptunus  berbentuk sebuah cakram kehijau-hijauan yang tidak terlihat oleh mata telanjang.  Menggunakan teleskop, bentuk cakram tersebut dapat terlihat jelas.  Neptunus merupakan planet yang sangat dingin dan tempat berangin dengan  awan yang sangat menarik. Suhu di permukaan sekitar −190 °C. Planet ini mempunyai  kerapatan rata-rata 1,64 g/cm3

Sejarah Penemuan Planet Neptunus




Dari Matahari, Neptunus menempati urutan planet kedelapan. Planet ini  ditemukan oleh Johann Gotfried Galle pada tanggal 23 September 1846. Johann  Gotfried Galle adalah asisten kepala pada Observatorium Berlin. Galle mengarahkan  teleskopnya ke posisi langit seperti yang disarankan oleh perhitungan John Couch 
Adams dan Joseph Leverrier dan mendapati Saturnus berada sangat dekat dengan  posisi yang diperkirakan Leverrier. 

Penemuan planet kedelapan ini dimungkinkan karena Observatorium Berlin  baru menerima peta baru dan lengkap tentang bintang-bintang dalam daerah langit  itu. Pemberian nama Neptunus mengikuti  nama dewa laut Romawi –dipersamakan dengan dewa Yunani Poseidon–. 

Dalam penemuan Neptunus ini, terdapat perselisihan yang kurang  menyenangkan. Akhirnya telah disetujui bahwa Adams dan Leverrier pantas  menerima penghargaan yang sama atas perhitungan yang mengarah pada penemuan  Neptunus. Bagi Galle, dia mendapat kehormatan sebagai orang pertama yang  mengenali planet itu di langit. 

Satelit Alam Planet Saturnus


Titan, Satelit alam beratmosfer



Titan ditemukan oleh astronom Belanda Christian Huygens pada tahun 1655. Titan  merupakan satelit alam Saturnus yang terbesar. Diameter Titan mencapai 5.150  kilometer. Titan lebih besar daripada  Merkurius dan Pluto. Titan mengorbit  Saturnus pada jarak 1.221.830 kilometer.



Titan memiliki atmosfer seperti Bumi. Atmosfer Titan sebagian besar  tersusun atas Nitrogen. Titan merupakan satelit alam yang memiliki atmosfer yang  tebal. Tekanan atmosfer Titan kira-kira 60 persen lebih banyak daripada tekanan atmosfer Bumi di atas permukaan laut,  kira-kira sama dengan tekanan di dasar  kolam renang. Permukaan Titan cukup dingin. Suhunya mencapai 178 derajat celcius di bawah nol. 




Tethys 



Tethys ditemukan oleh Giovanni Cassini pada tahun 1864. Tethys memiliki  kepadatan 1,2 gram/cm3. Kepadatan ini menandakan hampir seluruhnya Tethys  tersusun dari air beku (es). Permukaan  Tethys dipenuhi kawah dan rekahan-rekahan yang merupakan patahan es. Di  pemukaan Tethys terdapat palung yang  panjangnya mencapai 65 kilometer. Suhu  permukaan Tethys mencapai 187 derajat di bawah nol. 



Rhea 


Rhea ditemukan pada tahun 1672 oleh Giovanni  Cassini. Rhea tidak memiliki atmosfer dan  permukaannya diselimuti es. Dengan kepadatan  hanya 1,33 gram/cm3, menandakan Rheaa  terususun sebagian besar atas air beku atau  es. Susunan Rheaa hampir sama dengan  Dionee. Suhu permukaan Rheaa yang menghadap Matahari sebesar 174 derajat  celcius di bawah nol, sedangkan permukaan yang tidak terkena cahaya Matahari   200 derajat celcius di bawah nol. 







Dione


Dione ditemukan pada tahun 1684 oleh  Giovanni Cassini. Sebagian besar tubuh Rhea  tersusun atas es. Kepadatannya hanya sekitar 1,43 gram/cm3. Beberapa daratan Rhea dipenuhi kawah dan beberapa tidak.   Permukaan Rhea yang dipenuhi kawah memiliki kawah dengan garis tengah lebih dari  30 kilometer.  






Cincin-cincin Planet Saturnus


Galileo adalah orang pertama yang  mengamati Saturnus menggunakan  teleskop, yaitu pada tahun 1610. Dalam  pengamatannya, Galileo menemukan  keanehan pada Saturnus. Galileo melihat adanya dua gumpalan di sekeliling Saturnus, tapi dia tidak tahu gumpalan apakah itu. Selanjutnya, Christian Huygens  menemukan bahwa gumpalan itu adalah cincin.

Atmosfer cincin 

Sesuai data yang diperoleh
pesawat ruang angkasa Cassini,
cincin Saturnus ternyata
memiliki atmosfernya sendiri.
Atmosfer itu terpisah dari
atmosfer Saturnus.





Pada tahun 1675, Cassini menemukan  celah di antara cincin A dan B.  Selanjutnya celah ini disebut divisi Cassini. Cincin ketiga, yang dinamakan cincin C,  ditemukan pada tahun 1800. Selanjutnya, sampai tahun 1979, ditemukan cincin E, F,  dan G, ketika pesawat ruang angkasa Pioner 11 dan Voyager terbang ke Saturnus. Mereka juga menemukan celah kecil di antara cincin A dan F, dan disebut sebagai 
divisi Encke. 

Cincin-cincin Saturnus masih merupakan  misteri bagi para ilmuwan. Adanya  gravitasi Saturnus menyebabkan partikel-partikel kecil tersusun dalam daerah  cincin. Ini juga mencegah bongkahan-bongkahan es dan batu untuk bersatu membentuk satelit alam. 

Setiap planet mempunyai jarak tertentu dari planet yang disebut sebagai  batas Roche. Tergantung dari besar kecil gaya gravitasi planet, sesuatu yang berada  di dalam batas Roche tidak dapat bersatu membentuk sebuah benda yang lebih  besar. Itulah sebabnya kebanyakan partikel hanya berukuran beberapa sentimeter. 
Bagaimanapun, sebagian besar  satelit alam-satelit alam Saturnus berada di luar  batas Roche, sehingga mereka dapat berkumpul bersama. 

Cincin Saturnus terutama tersusun oleh partikel-partikel es dan batu. Cincincincin Saturnus terlihat berada dalam satu luasan yang lebar dan serupa pita  berwarna, tapi sebenarnya antarcincin terpisah oleh pita kecil. Ukuran partikel penyusun cincin beragam, dari beberapa sentimeter sampai lebih dari satu  kilometer. 

Cincin Saturnus merupakan lapisan yang luar biasa tipis. Cincin yang  diameternya mencapai 250.000 km atau lebih ini mempunyai ketebalan yang tidak  lebih dari 1 km! Meskipun memberikan penampakan yang mengesankan, sesungguhnya  cincin Saturnus hanya mengandung sedikit material. Jika cincin-cincin Saturnus 
dipadatkan maka diperoleh sebuah benda yang membentang tidak lebih dari 100 km. 

Lalu, mengapa lapisan cincin Saturnus yang sangat tipis dapat terlihat begitu  indah? Partikel-partikel es dalam cincin membentuk efek pelangi seperti semprotan  warna yang terpancar dari Matahari. Sinar Matahari dibiaskan oleh partikelpartikel es sehingga memberikan penampakan warna yang begitu indah. 

Banyak orang yang terpesona dengan  keindahan cincin Saturnus. Meskipun  Saturnus bukan satu-satunya planet bercincin, tetapi Saturnus merupakan planet terkenal di antara planet-planet bercincin. 







Bagian-bagian dalam Planet Saturnus







Saturnus tidak memiliki lapisan-lapisan seperti planet terestrial. Saturnus  tidak memiliki banyak bahan-bahan padat di dalamnya. Sebaian bahan penyusun  Saturnus adalah Hidrogen dan Helium yang berwujud cair dalam tekanan yang tinggi  berada di lapisan luar. 

Saturnus tersusun oleh 75 persen Hidrogen dan 25 persen  Helium dengan sedikit air, Metana, amoniak, dan batu. 

Gerakan yang terjadi di bagian dalam Saturnus menyebabkan munculnya medan maget yang menghasilkan 
magnetosfer.

Atmosfer Planet Saturnus








Seperti Jupiter, atmosfer Saturnus merupakan lapisan permukaan yang tipis  dibandingkan luas bagian dalamnya. Suhu di permukaan Saturnus mencapai −170 °C. 

Awan Saturnus tidak lebih berwarna  dibandingkan Jupiter. Ini dikarenakan atmosfer Saturnus mengandung belerang. Belerang inilah yang menyebabkan  Saturnus terlihat berwarna kuning. 

Ada tiga lapisan awan di Saturnus dan masing-masing tersusun oleh melokul  yang berbeda. Ada awan Amonia, awan Hidrogen Sulfida, dan awan air. Ketiga  lapisan awan ini terdapat di troposfer.




Foto di atas diambil oleh Teleskop ruang angkasa Hubble. Foto di atas menunjukkan  sebuah badai yang terjadi di dekat ekuator Saturnus. Besar badai ini mencapai  12.700 kilometer, sama dengan garis tengah Bumi. Angin terkencang yang pernah  terjadi di Saturnus tercatat oleh pesawat ruang angkasa Voyager mencapai  kecepatan 1.600 kilometer/jam.  

Gerakan Planet Saturnus







Jarak rata-rata Saturnus dari Matahari adalah 1.428 juta km. Planet dengan  diameter 120.536 km ini membutuhkan waktu 29,5 tahun Bumi untuk sekali  mengorbit Matahari. Waktu yang dibutuhkan Saturnus untuk satu kali rotasi adalah  10,67 jam.

Sejarah Planet Saturnus, Setelah penemuan teleskop




Saturnus adalah planet keenam dalam  sistem tata surya. Planet raksasa  kedua ini merupakan planet yang sangat indah. Sistem cincin Saturnus memberikan pemandangan yang menakjubkan.

Sebagai  kelompok empat planet raksasa dalam  sistem taat surya, Saturnus mempunyai diameter 119.871 km dengan massa kira-kira 586,5 x 1024 kg. Massa Saturnus 95 kali massa Bumi. 

Dengan mata telanjang, sistem cincin Saturnus tidak dapat dilihat. Keindahan  Saturnus dapat kita nikmati setelah adanya  penemuan  teleskop  pada  abad  XVII. Pada tanggal 12 Juli 1981, pesawat ruang angkasa Voyager 2 berhasil mengabadikan  gambar Saturnus yang diambil dari jarak 43 juta km. 


Riwayat Sejarah Planet Saturnus







Zaman dahulu, Saturnus dianggap sebagai pembawa sial. Jika dibandingkan  dengan yang lain, Saturnus terlihat suram.

Dilihat dengan mata telanjang, Saturnus  tampak sebagai sebuah bintang yang amat cerah. Akan tetapi, kecerahan Saturnus kalah jauh dibanding Venus, Mars, dan Jupiter. 

Saturnus hanya memiliki kecerahan yang hampir sama dengan Merkurius –planet terdekat dengan Matahari–

Satelit Alam Planet Uranus





Sebelum Voyager sampai di Uranus, kita telah mengetahui bahwa Uranus memiliki 5  satelit alam. Tetapi kita tidak mengetahui banyak tentang satelit alam-satelit alam  itu karena jarak planet yang sangat jauh dari Matahari. 


Setelah Voyager sampai di Uranus,  kita mendapatkan banyak kejutan.  Voyager menunjukkan pada kita bahwa planet raksasa ini memiliki lebih dari 11  satelit alam. Data yang tercatat, Uranus paling tidak memiliki 21 satelit alam.




Dua  satelit alam terbesar adalah Titania dan Oberon, yang ditemukan oleh William  Herschel pada tahun 1787.  Dua satelit alam lainnya, Ariel dan Umbriel, ditemukan oleh William Lassell. Pada  tahun 1984, Gerard Kuiper menemukan Miranda.






Miranda mempunyai permukaan yang berbeda dengan satelit alamsatelit alam Uranus lainnya.  Permukaan Miranda memiliki  jurang-jurang besar dengan  kedalaman 12 kali lebih dalam  daripada Grand Canyon – Amerika Serikat–, lapisan yang  berpetak-petak, dan  permukaannya nampak sangat tua.




Ariel merupakan satelit alam paling terang dan permukaannya paling muda dibandingkan satelit alam-satelit alam  Uranus yang lain. Ariel memiliki beberapa kawah besar.

Atmosfer, permukaan, dan bagian dalam Planet Uranus






Atmosfer Uranus mengandung 83% hidrogen, 15% helium, 2% metana, dan  sejumlah kecil senyawa hidrokarbon (senyawa yang mengandung atom Hidrogen dan  Karbon). 

Tidak seperti Jupiter dan Saturnus, Uranus tidak menunjukkan adanya inti  yang padat. Planet ini mengandung beberapa material keras, tetapi hamper semua  bagian berupa gas dengan metana sebagai lapisan gas terluar. Metana menyerap  cahaya merah dan mengeluarkannya sebagai  cahaya biru kehijauan. Warna inilah  yang diperoleh ketika kita melakukan pengamatan terhadap Uranus. 

Warna biru pucat yang tampak pada Uranus menunjukkan adanya angin  kencang yang bertiup di permukaan planet. Diperkirakan kecepatan angin itu  mencapai 40–160 meter per detik.  

Kemiringan Planet Uranus




Ketika Voyager mendarat di Uranus, ditemukan beberapa satelit alam yang sebelumnya belum diketahui. Diketahui pula bahwa poros Uranus mempunyai  kemiringan sebesar 98° terhadap garis yang tegak lurus dengan bidang edarnya. 

Karena kemiringannya, kutub Uranus menjadi menghadap Matahari. Uranus benar Kutub Uranus  Ekuator benar seperti sedang rebah.

Karena kemiringannya, Uranus sering disebut ”planet  tidak taat aturan”. Fakta ini menyebabkan Uranus mempunyai musim yang tidak  lazim dan memberikan penampakan yang berbeda-beda tergantung dari posisi saat kita melihat Uranus.

Cincin-cincin Planet Uranus


Salah satu keunikan yang dimiliki Uranus  adalah adanya cincin-cincin dalam sistem
planet. Uranus memiliki 11 cincin tipis.




Gerakan Planet Uranus





Uranus merupakan planet ke tujuh dari Matahari dalam sistem tata surya.  Jarak rata-rata Uranus dari Matahari adalah 2.870 juta km. Planet yang  berdiameter 51.488 km ini membutuhkan waktu selama 84,01 tahun Bumi untuk satu  kali mengorbit Matahari. Untuk satu kali rotasi, Uranus membutuhkan waktu 24 jam. 

Uranus masuk ke dalam empat planet terbesar dalam sistem tata surya dan  memiliki massa sebesar 86,8 x 1024 kg. Uranus memiliki kerapatan 1,270 kg/m3

Suhu maksimum permukaan mencapai  −200  °C. Planet ini memiliki bentuk mirip  dengan Satelit alam. Jika dilihat menggunakan teleskop, Uranus akan tampak berwarna biru kehijauan dan tidak ada tanda-tanda kehidupan di sana.  

Uranus mempunyai diameter empat kali lebih besar dari diameter Bumi. Uranus  memiliki massa 15 kali lebih besar dari massa Bumi. Uranus 19 kali lebih jauh dari  Matahari daripada Bumi



Sejarah Penemuan Planet Uranus





Uranus ditemukan oleh Herschel. Pada tanggal 13 Maret 1781 Herchel  melakukan pengamatan bintang-bintang dalam rasi bintang Gemini. Saat itu  Herschel menemukan sebuah bintang berbentuk cakram. Herschel menemukan  kejanggalan karena semua bintang, kecuali Matahari, hanya tampak sebagai titiktitik cahaya meskipun diamati dengan teleskop yang paling kuat. 

Selama beberapa malam Herschel melakukan pengamatan terhadap bintang  itu dan mendapatinya sebagai bintang bergerak. Herschel menyimpulkan benda itu  sebagai komet. 


Para ahli astronomi melanjutkan pengamatan Herschel terhadap benda yang  diduga komet itu. Dari hasil pengamatan, mereka menemukan benda itu bergerak  mengikuti orbit yang hampir bulat. Seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya  mereka mengetahui bahwa benda itu adalah sebuah planet dan menobatkan  Herschel sebagai penemunya. 

Herschel memberi nama planet itu Georgium Sidus (Bintang George), sesuai  dengan nama raja yang berkuasa pada waktu itu –George III–. Johann Elert Bode,  ahli astronomi Jerman, menamai planet itu Uranus karena planet-planet dinamai  dengan nama dewa-dewa kuno

Pengelompokkan Planet


Planet-planet dalam Tata Surya dapat dikelompokkan dengan kriteria tertentu.  

• Berdasarkan sifat fisika dan kimianya. 

Planet dikelompokkan menjadi planet  Terestrial (yang berarti seperti  Bumi) dan planet Jovian (yang berarti seperti Jupiter).  Planet terestrial  adalah planet-planet keras mengandung bebatuan seperti Bumi.  Planetplanet yang termasuk planet terestrial adalah Merkurius, Venus, Bumi dan Mars.   Sedangkan planet jovian adalah planet-planet yang berbentuk  gas seperti Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus. 

• Berdasarkan kedudukan orbitnya terhadap kedudukan orbit Bumi. 

Berdasarkan kedudukan orbit planet terhadap kedudukan orbit Bumi,  planet dikelompokkan menjadi planet  inferior dan planet  superior.   Planet inferior adalah planet-planet yang kedudukan orbitnya antara Matahari dan orbit Bumi.  Jarak planet-planet tersebut ke Matahari lebih  kecil di banding jarak Bumi ke Matahari.  Planet-planet yang termasuk  planet inferior adalah Merkurius dan Venus.  Sedangkan planet superior  adalah planet-planet yang jaraknya ke Matahari lebih besar dari jarak 

Bumi ke Matahari.  Planet-planet yang termasuk planet superior adalah  Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.  Planet-planet superior dapat terlihat melintas di atas kepala pengamat di  malam hari menggunakan teleskop atau dengan mata telanjang.   Sementara planet-planet inferior tidak akan pernah melintas di atas  kepala pengamat.   

• Berdasarkan kedudukan orbitnya terhadap kedudukan orbit asteroid. 

Berdasarkan kedudukan orbit planet terhadap kedudukan orbit asteroid,  planet dikelompokkan menjadi planet dalam (inner planet) dan planet  luar (outter planet).  Planet-planet yang termasuk planet dalam adalah 
Merkurius, Venus, Bumi, dan Mars.  Sedangkan planet-planet yang  termasuk planet luar adalah Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus.

TEORI PEMBENTUKAN TATA SURYA


Banyak hipotesa yang disusun oleh para ahli untuk menjelaskan bagaimana  asal mula terjadinya Sistem Tata Surya. Cabang ilmu astronomi yang khusus  mempelajari asal-muasal terbentuknya Tata Surya adalah  kosmogoni  (cosmogony).  Sejak abad ke-18 sudah diusulkan teori-teori mengenai asal-muasal  Tata Surya ini.  Tidak ada yang benar dalam sebuah teori.  Namun, pengujian  teori-teori tersebut dilakukan dengan membandingkannya dengan fakta-fakta di  lapangan dan temuan-temuan baru akibat perkembangan teknologi.  Di antara  fakta-fakta tersebut adalah:


  • Orbit-orbit planet yang paralel terhadap ekuator matahari; 
  • Orbit-orbit anggota Tata Surya yang sirkular; 
  • Semua planet bergerak dalam arah berlawanan arah jarum jam sesuai  dengan gerakan rotasi Matahari; 
  • Planet yang juga berotasi dalam arah berlawanan arah jarum jam (kecuali  Venus dan Uranus); 
  • Planet terestrial dan planet jovian yang memiliki karakteristik fisik dan  kimia yang berbeda; 
  • Struktur satelit-satelit yang mengorbit planet mirip miniatur sistem Tata  Surya. 


Para ahli komogoni selalu memperhatikan hal-hal tersebut di atas untuk
menguji dan menyempurnakan teori asal-muasal pembentukkan Tata Surya.  


1. Teori Hipotesa Nebula Kant dan Laplace

Salah satu teori asal-muasal Tata Surya adalah hipotesa nebula (nebular hypothesys) yang diusulkan oleh Immanuel Kant yang pada tahun 1755  (Kartunnen, 2006: 197).  Menurut teori ini Tata Surya terbentuk dari nebula yang  berotasi.  Pada tahun 1796, Simon de Laplace mengusulkan bahwa planet-planet terbentuk dari cincin gas yang disemburkan dari ekuator Matahari (perhatikan  gambar 10.)  


2. Teori Pasang Surut  

Teori ini dipelopori oleh Jeans dan Jefreey. Teori ini mengatakan bahwa pada  saat sebelum terbentuk Sistem Tata Surya, kedekat suatu protobintang (bakal  Matahari) melintas bintang lain yang lebih besar (masif).  Akibatnya ada sebagian  materi dari protobintang tersebut yang tertarik  karena pengaruh gaya tarik bintang  yang besar tersebut. Materi protobintang yang tertarik tersebut kemudian menjadi  planet-planet, sedangkan protobintang menjadi Matahari.  Perhatikan gambar 11 di bawah ini :


3. Teori Penangkapan 

Teori ini menjelaskan terbentuknya Tata Surya berawal dari adanya interaksi  antara Matahari dengan protobintang (calon bintang).  Gambar 12 menunjukkan  proses tersebut dimana suatu massa protobintang melintasi Matahari dan sebagian  materi dari protobintang tersebut tertarik oleh gravitasi Matahari kemudian  membentuk planet. 









Distribusi Massa Tata Surya



Di dalam Sistem Tata surya yang menjadi pusat massanya adalah Matahari.  Sekitar 99,85 % dari keseluruhan massa  dalam sistem Tata Surya terdistribusi  sebagai massa Matahari. Adapun massa sisanya terdistribusi sebagai massa dari  benda-benda langit lainnya dalam planet-planet, satelit alam, komet, asteroid, dan  meteorid yang ada dalam Sistem Tata Surya. 

Untuk lebih jelasnya perhatikan  tabel 2 di bawah ini : 



Oleh karena Matahari memiliki massa yang paling besar diantara anggota  Tata Surya lainnya maka Matahari menjadi pusat dari Tata Surya di mana semua  anggota Tata Surya lainnya itu mengelilingi Matahari.  Hal ini dijelaskan dengan  baik oleh Newon dalam hukum gravitasi universal.

Lintasan Komet


Jumlah satelit alam dalam Planet






Planet-Kerdil


Planet-kerdil (Dwarf Planet) merupakan kategori baru dalam keanggotaan  Tata Surya berdasarkan resolusi IAU tahun 2006. Sebuah benda angkasa  dikatakan planet kerdil jika: 

i.  mengorbit Matahari 
ii. bentuk fisiknya cenderung bulat 
iii. orbitnya belum bersih dari keberadaan benda angkasa lain. 
iv.  bukan merupakan satelit 

Contoh dari planet kerdil ini adalah Pluto seperti yang telah dijelaskan  sebelumnya.  Contoh lain dari planet kerdil ini adalah Ceres yang orbitnya berada  di lingkungan asteroid.  Ceres tadinya dikategorikan sebagai salah satu asteroid  terbesar yang berada di sabuk asteroid.  Sejak tahun 2006, Ceres dikategorikan  sebagai planet kerdil karena memenuhi kriteria di atas. 

Jenis-jenis benda angkasa yang mengeliligi Matahari





IAU secara umum mengelompokkan benda angkasa yang mengeliligi Matahari  menjadi tiga (Kartunnen, 2007) yaitu: 

• Planet 
Sebuah benda langit dikatakan planet jika memenuhi kriteria sebagai berikut: 
i.  mengorbit Matahari 
ii. bentuk fisiknyanya cenderung bulat 
iii.  orbitnya bersih dari keberadaan benda angkasa lain 


• Planet-Kerdil 
Sebuah benda langit dikatakan sebagai planet-kerdil jika: 
i.  mengorbit Matahari 
ii. bentuk fisiknya cenderung bulat 
iii. orbitnya belum bersih dari keberadaan benda angkasa lain 
iv.  bukan merupakan satelit i.

• Benda-benda Tata Surya Kecil (Small Solar System Bodies) 
Seluruh benda angkasa lain yang mengelilingi Matahari selain planet atau 
planet-kerdil. Benda-benda Tata Surya Kecil tersebut di antaranya adalah 
komet, asteroid, objek-objek trans-neptunian, serta benda-benda kecil 
lainnya.  

Sistem Tata Surya Baru: Planet Empat Matahari


Wahana teleskop antariksa Spitzer menemukan sistem Tata Surya dengan empat bintang induk di Rasi TW Hydrae, yang berjarak sekitar 150 tahun cahaya. Kedua pasang bintang gandanya saling  mengitari satu terhadap yang lainnya bak pasangan penari balet. 

Penulis: Ninok Leksono/Angkasa

Selain tertarik terhadap obyek-obyek langit yang amat jauh, terkait dengan bidang kosmologi, para astronom tampaknya terus punya perhatian besar terhadap Tata Surya - Sistem di mana planetplanet termasuk Bumi berevolusi mengelilingi Matahari. Tata Surya yang kini telah berumur sekitar lima miliar tahun rupanya masih banyak menyimpan misteri yang masih perlu untuk dieksplorasi.

Oleh sebab itu misi tak berawak pun terus dikirim untuk mendapatkan informasi baru mengenai keplanetan dan komponen-komponen Tata Surya lainnya. Antara lain, ini diwujudkan dengan pengiriman misi New Horizon ke Planet Pluto Januari 2006.

Sementara penyelidikan terus dilakukan untuk planet-planet di Tata Surya, berbagai penemuan baru juga terus bermunculan dalam penyelidikan planet di luar Tata Surya, atau yang lebih dikenal sebagai eksoplanet. 

Salah satu planet ini - Gliese 581 - disebut sebagai Bumi Super (ukuran besar), karena berbagai parameternya memperlihatkan planet ini layak huni.

Matahari banyak

Dalam tulisannya di Kompas (8 Desember 2006) alumnus astronomi Taufiq menyinggung tata surya dengan matahari lebih dari satu. Salah satu contohnya adalah tata-surya dengan tiga bintang seperti yang ada pada bintang HD188753 yang berada di Rasi Angsa (Cygnus). Pada sistem yang berjarak 149 tahun cahaya (1 tahun cahaya = 9.500 miliar km), bintang utama dikitari oleh dua bintang lain berukuran lebih kecil. Di luar itu masih ada sebuah planet gas berukuran lebih besar dari Yupiter mengorbit lebih dekat ke bintang induk dengan periode orbit 3,5 hari.

Pada sistem yang lain, ada pula planet yang ditemukan pada bintang ganda. Misalnya saja bintang ganda Gamma Cephei. Bintang utamanya yang bermassa 1,6 massa Matahari punya sebuah planet dengan massa 1,76 kali Yupiter yang mengorbit sejauh jarak Matahari-Mars (1,5 AU (Astronomical Unit) 1 AU = 150 juta km), dan punya bintang partner yang berukuran lebih kecil pada jarak sejauh Matahari-Uranus (19,2 AU).

Belum lama ini wahana teleskop antariksa Spitzer menemukan sistem yang memiliki empat bintang induk seperti tampak dalam ilustrasi pendamping tulisan ini.

Spitzer dengan peralatan inframerahnya telah diarahkan untuk meneliti piringan debu yang mengelilingi sistem empat bintang HD 98800. Piringan debu tersebut dipercayai bisa melahirkan planet. Dan memang dengan mengamati piringan di sistem bintang ini para astronom mendapati piringan tersebut tidak rata kontinu, tetapi sudah memperlihatkan celah yang seperti menyiratkan adanya planet yang sudah terbentuk.

Planet berperilaku seperti pembersih vakum kosmik. Ia menyerap semua kotoran yang ada di jalur lintasannya, ujar Elise Furlan dari Institut Astrobiologi di Universitas California di Los Angeles seperti diberitakan situs PhysOrg.com. Furlan merupakan penulis utama laporan yang disetujui penerbitannya oleh The Astrophysical Journal. 

HD 98800 diperkirakan berumur 10 juta tahun, dan berada di Rasi TW Hydrae yang berjarak 150 tahun cahaya. Sebelum diteliti oleh Spitzer, astronom telah memiliki sejumlah informasi mengenai bintang ini dari pengamatan teleskop darat. Mereka sudah mengetahui, bahwa sistem ini punyaempat bintang, dan keempat bintang yang ada berpasang-pasangan dalam sistem dua bintang (doublet, atau binary). 

Bintang-bintang dalam sistem bintang ganda mengorbit satu terhadap yang lain, demikian pula dua pasang bintang ganda tersebut juga saling mengitari satu terhadap yang lain sebagaimana pasanganpasangan penari balet. Salah satu pasangan bintang - yang disebut HD 98800B - memiliki piringan debu di sekelilingnnya, sementara pasangan satunya tidak.

Seperti dilaporkan oleh NASA, keempat bintang saling terikat oleh gravitasi dan jarak antara kedua pasang bintang tersebut adalah sekitar 50 AU, atau sedikit lebih jauh dibandingkan jarak Matahari - Pluto yang sekitar 40 AU. Karena masih terkendala teknologi, maka para astronom sebelum ini tidak dapat menyelidiki piringan debu di sekitar pasangan bintang HD98800B dengan detil. 

Jasa Spitzer

Dengan teleskop Spitzer lah akhirnya astronom bisa melihat piringan tersebut dengan rinci. Dengan menggunakan spektrometer inframerah, tim Furlan bisa mendeteksi adanya dua sabuk dalam piringan debu yang terbuat dari butir debu berukuran besar. Satu sabuk berada sekitar 5,9AU dari bintang ganda HD98800B, atau pada jarak sekitar Matahari - Yupiter. Sabuk ini kemungkinan besar tersusun dari asteroid atau komet.

Sementara sabuk lain ada pada jarak 1,5 AU sampai 2,5AU, sebanding dengan letak planet Mars dan asteroid, dan kemungkinan besar tersusun dari bulir halus. Umumnya kalau ada ruang kosong (gap) di piringan debu, astronom lalu bercuriga ada sebuah planet yang telah mengosongkan lintasan tersebut. Hanya saja, astronom belum terlalu yakin mengenai adanya planet di sistem HD 98800B.

Para astronom mempercayai, bahwa planet-planet terbentuk dalam kurun jutaan tahun, setelah butir debu kecil saling bergabung membentuk benda lebih besar. Dalam kasus tertentu, batuan-batuan kosmik saling bertumbukan untuk membentuk planet batuan seperti Bumi, sedang dalam kasus lain membentuk planet gas seperti Yupiter. Sementara itu, batuan-batuan besar yang tidak membentuk planet menjadi asteroid dan komet.

Ketika struktur-struktur batu tersebut bertumbukan dengan dahsyat, serpihan debu terlontar ke angkasa, dan ini terlihat oleh mata inframerah Spitzer yang sangat sensitif.

Menurut Furlan, debu yang ditimbulkan oleh tumbukan obyek-obyek berbatu di sabuk luar semestinya akan pindah ke piringan debu di dalam. Hanya saja dalam kasus HD98800B, partikel debu tidak mengisi piringan dalam seperti diharapkan. Boleh jadi hal ini disebabkan oleh adanya planet atau oleh pasangan bintang lain yang tidak punya piringan debu tapi gravitasinya mempengaruhi gerakan partikel debu.

Karena bintang-bintang muda banyak yang berkembang menjadi sistem majemuk, maka para astronom perlu menyadari, bahwa evolusi piringan debu di sekitar bintang-bintang muda tipe itu dan pembentukan sistem keplanetan yang ada bisa jauh lebih rumit dibandingkan sistem bintang tunggal seperti Tata Surya kita, tambah Furlan. Tapi di luar kerumitan memperhitungkan proses kelahiran tata surya semacam itu, membayangkanhidup di sebuah planet dengan matahari empat melahirkan sensasi tersendiri. 

sumber : http://visitazwar.tripod.com/sitebuildercontent/sitebuilderfiles/planetbaru.pdf

Problem Penentuan Jarak Ekstragalaksi


Memasuki abad ke-20, salah satu problem terpenting dalam astronomi adalah  penentuan skala Bima Sakti kita dan apakah  galaksi-galaksi lain (saat itu masih disebut  nebula dan disamakan dengan awan-awan gas lain) merupakan bagian dari Bima Sakti kita  atau merupakan sebuah aglomerasi bintang-bintang yang identik dengan Bima Sakti, sebuah  “pulau kosmik” atau  island universe sebagaimana telah dibayangkan oleh Thomas Wright  dan Immanuel Kant secara terpisah. Pertanyaan kedua akan mudah dijawab apabila kita  dapat mengetahui besarnya Galaksi Bima Sakti dan juga jarak menuju nebula-nebula  tersebut. Problem penentuan jarak menuju  nebula-nebula inilah yang kemudian menjadi  studi sendiri yang disebut problem penentuan  jarak ekstragalaksi. Setelah disadari bahwa  Bima Sakti adalah sebuah kumpulan bintang  yang membentuk sebuah sistem bernama  galaksi dan bahwa nebula-nebula lain yang jaraknya luar biasa jauh itu juga merupakan  sebuah galaksi tersendiri, melalui sebuah perdebatan yang panjang terutama antara Harlow  Shapley dan Heber Curtis—yang kemudian disebut sebagai  The Great Debate, maka studi  galaksi untuk memahami proses fisika yang berlangsung dalam sistem bintang ini pun  menemukan kemapanannya. 

Selanjutnya, pada tahun 1929, Edwin Powell Hubble menunjukkan, melalui observasi pergeseran merah  (redshift) galaksi-galaksi yang jauh,  bahwa galaksi-galaksi bergerak menjauhi kita dan memberikan bukti tak terbantahkan  bahwa alam semesta mengembang. Laju pengembangan alam semesta ini berhubungan  secara proporsional terhadap radius alam  semesta dan konstanta yang kemudian disebut  Konstanta Hubble. Konstanta ini memegang peranan penting dalam kosmologi karena tidak  hanya memberitahu kita laju pengembangan alam semesta tetapi juga kerapatan alam 2 semesta, besarnya percepatan (atau perlambatan) pengembangan alam semesta, usia alam  semesta, dan radius alam semesta teramati. Penentuan Konstanta Hubble yang akurat  membawa permasalahan tersendiri. Kecepatan  resesi galaksi dapat diperoleh dengan  mudah, namun penentuan jarak menjadi problem tersendiri karena semakin jauh objek  semakin sulit jaraknya dapat ditentukan dengan akurat. 

Problem penentuan jarak ekstragalaksi menjadi penting dalam studi fisika galaksi  karena informasi jarak yang akurat terhadap objek-objek ekstragalaksi tidak hanya  memungkinkan kita, pada hal yang paling dasar, menghitung kecerlangan sejati atau  luminositas dari objek tersebut dan mencoba  memperoleh properti  mendasar dari objekobjek jauh tersebut: bagaimana mekanisme  produksi energinya, tetapi juga dapat menentukan besarnya Konstanta Hubble dengan lebih akurat. Berbagai cara pun  dikembangkan untuk menentukan jarak ekstragalaksi yang lebih teliti.  Prinsip penentuan jarak ekstragalaksi sama sekali berbeda dengan penentuan objekobjek di dalam galaksi kita. Metode tradisional dalam astronomi, paralaks trigonometri,  tidak dapat digunakan karena sudut paralaks  yang dihasilkan dari objek-objek tersebut  sangat kecil dan tak terukur. Sebagai ilustrasi, galaksi Awan Magellan Besar yang berjarak  50 kpc dari galaksi kita, akan memiliki sudut paralaks sebesar 2×10-5 detik busur, sebuah sudut luar biasa kecil yang belum bisa diukur oleh instrumen pengukur sudut manapun. 

Metode paralaks spektroskopi atau metode  main sequence fitting, yang mengasumsikan  bahwa bintang dengan kelas  spektrum dan kelas luminositas yang sama akan memiliki  magnitudo mutlak yang sama, tak dapat dilakukan karena bintang pada galaksi luar terlalu  jauh sehingga tidak dapat diresolusikan menjadi bintang individual yang dapat ditentukan  kelas spektrumnya.  Masalah ini didekati dengan menggunakan lilin standar (standard candle), yaitu dengan  mengasumsikan bahwa sebuah objek atau properti objek yang digunakan sebagai standar  pengukuran akan memiliki sifat dan keberlakuan yang sama di manapun di jagat raya ini  (Liddle, 2003). Dengan kata lain, alam semesta bersifat isotropis dan homogen, sehingga  hukum-hukum fisika di manapun berlaku  serba sama dan dengan demikian dapat  dibandingkan satu sama lain dengan gejala fisika di Galaksi kita (Sérsic, 1982). Lilin standar  yang sudah dipahami dengan baik dapat menjadi indikator utama yang didefinisikan oleh  Sérsic (1982) sebagai metode penentuan jarak yang dapat dikalibrasi di dalam Galaksi kita  melalui metode-metode geometri. Dengan indikator utama ini, jarak menuju galaksi di  sekitar Bima Sakti  (Local Group) dan beberapa dari  group terdekat dapat ditentukan.  Kelemahan dari indikator utama adalah terbatasnya rentang jarak yang masih ditentukan 3 dengan akurasi tinggi, sehingga dibutuhkan indikator sekunder dan tersier yang dikalibrasi  dengan galaksi lokal yang jaraknya ditentukan melalui indikator utama. Indikator sekunder  dan tersier dapat menjangkau jarak yang lebih jauh namun akurasinya lebih rendah daripada indikator utama.



Flag Country

free counters