Roket NASA Setinggi 34 Meter Meledak



Virginia - Sebuah roket tanpa awak yang membawa pasokan ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) meledak saat diluncurkan dari Negara Bagian Virginia, Amerika Serikat.

Antares, roket AS dengan tinggi sekitar 34 meter yang dibangun Orbital Sciences Corp itu meledak beberapa detik setelah lepas dari lokasi peluncuran.

"Terjadi kesalahan, meledak 6 detik setelah meluncur," tulis NASA melalui akun Twitternya seperti dimuat CNN.

Orbital Sciences adalah satu dari dua perusahaan swasta yang dikontrak NASA, untuk menerbangkan pesawat kargo ke orbit setelah armada stasiun antariksa itu dipensiunkan tahun 2011.





Saat meledak Antares membawa pesawat ulang alik Cygnus. Di dalam Cygnus terdapat muatan seberat 2.200 kilogram, yang terdiri dari pasokan makanan untuk keenam astronaut yang berada di ISS.

Sejauh ini penyebab ledakan roket itu belum diketahui.

"Semoga kami dapat mengetahui penyebabnya sesegera mungkin," kata wakil direktur eksekutif Orbital Sciences, Frank Culbertson seperti dimuat BBC, Rabu (29/10/2014).

Sementara itu, dilansir dari VOA News, roket milik swasta itu dilaporkan baru saja lepas landas ketika meledak tidak lama setelah matahari terbenam pada Selasa 28 Oktober petang di pulau Wallops, di lepas pantai Atlantik.

"Tidak ada awak dalam roket Antares itu dan tidak ada orang di darat yang mengalami cedera, tetapi ada kerusakan besar terhadap kendaraan dan kargo," ungkap pihak NASA.

Peluncuran roket AS itu sebelumnya telah ditangguhkan dari Senin 27 Oktober, setelah satu perahu kecil berlayar memasuki kawasan keselamatan peluncuran roket itu.

Wartawan sains BBC Jonathan Amos menuturkan, kegagalan peluncuran Antares ke ISS tidak menimbulkan ancaman, dalam hal ketersediaan pasokan bagi astronaut di ISS.

Nampak seperti surga, kembaran Bumi ini lebih mirip neraka



Venus kerap dianggap sebagai planet kembaran Bumi karena ukurannya yang sama. Tetapi sejatinya planet tetangga bumi ini lebih cocok disebut 'nerakanya' Bumi. Mengapa?

Apabila dilihat lewat teleskop dari Bumi, Venus terlihat seperti versi cerah dari Bumi. Bahkan, tidak sedikit yang awalnya menyebut planet kedua dari matahari itu sebagai sebuah surga yang kelak menjadi tempat tinggal manusia berikutnya. Sayangnya hal tersebut salah total, karena berdasarkan penelitian Uni Soviet (sekarang Rusia) Venus adalah planet paling berbahaya di tata surya.

Salah satu pesawat luar angkasa Uni Soviet tersukses, Venera 13, yang berhasil mendarat dengan selamat di permukaan Venus pada tahun 1981 nyatanya hanya mampu bertahan sekitar 127 jam sebelum akhirnya hancur, atau lebih tepatnya meleleh. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang aneh, sebab suhu rata-rata dari permukaan Venus ternyata mencapai 462 derajat Celsius, empat kali lipat dari suhu air mendidih di Bumi!

Panas permukaan Venus pun tercatat lebih menyengat dari pada permukaan planet Merkurius yang sejatinya adalah planet terdekat dengan matahari.

Tingginya suhu Venus disebabkan oleh lapisan tebal atmosfernya yang dipenuhi oleh gas-gas rumah kaca sehingga panas yang masuk ke Venus justru terperangkap di dalamnya, mirip sebuah oven raksasa. Tidak hanya itu, atmosfer dari planet ini juga sangat beracun karena dipenuhi oleh asam sulfat, zat yang biasa dipakai untuk cairan aki motor yang jika disentuh bisa membuat kulit melepuh dan merusak logam. Kombinasi suhu tinggi dan udara asam membuat manusia meleleh dalam hitungan menit.

Menurut Zoe Baily, salah satu ilmuwan National Space Centre, tekanan yang dihasilkan oleh atmosfer Venus bisa meremukkan tubuh manusia dengan kekuatan 90 kali lipat dari tekanan udara di Bumi. Berjalan di Venus akan terasa seperti berjalan di kedalaman 900 meter di bawah air!

Fakta ini sejatinya cukup ironis, sebab sebelumnya para ilmuwan menduga bila Venus menjadi tempat tinggal para alien. Sebelum misi Venera, ahli astronomi memang tidak bisa melihat menembus atmosfer Venus akibat cahaya dari matahari dipantulkan kembali ke angkasa. Namun, setelah Venera mendarat di dalamnya, terlihat bila Venus lebih mirip neraka ketimbang surga.

Beginilah Tampilan Makanan Para Astronot NASA di Luar Angkasa

 
 
NASA's Advanced Food Technology Project adalah lembaga pemerintah milik Amerika Serikat yang khusus bertanggungjawab mengatur sistem makanan bagi para astronot. Seperti yang dilansir dari Amusingplanet, Sabtu (10/10/2014), ternyata makanan yang dimakan para astronot tidak jauh beda dengan makanan manusia di bumi pada umumnya. Hanya saja, disajikan dengan memperhatikan standar gizi khusus dan pengemasan yang lebih awet. (Ars).
 

Petang ini, warga Jabodetabek bisa nikmati gerhana bulan darah



Hari ini fenomena blood moon atau gerhana bulan darah akan menghiasi langit di Indonesia. Fenomena itu bisa dinikmati pada petang nanti ketika bulan mulai muncul di ufuk timur.

"Fenomena itu sekitar satu jam. Mulai terlihat saat bulan baru muncul sore nanti," ujar Kepala Pusat Lapan Clara Yono Yatini kepada merdeka.com, Rabu (8/10).

Clara menjelaskan, warga Indonesia bagian timur bisa menikmati fenomena itu dari awal hingga akhir. Namun, bagi warga Jabodetabek, fenomena itu masih bisa dinikmati meski tidak seindah pemandangan dari Indonesia bagian timur.

"Dengan mata telanjang bisa menikmati keindahannya," katanya.

Gerhana bulan darah merupakan salah satu rangkaian dari 4 gerhana bulan yang hadir di tahun 2014 atau disebut dengan Tetrad. Bulan Darah tersebut akan menampakkan dirinya pada tanggal 8 Oktober 2014, beberapa saat sebelum matahari terbit serta diperkirakan akan lebih besar dibandingkan yang muncul di bulan April lalu.

Setelah tanggal 8 Oktober, pada tanggal 23 Oktober 2014 akan terjadi gerhana matahari dan merupakan penutup Tetrad ini.

Warga Biak bisa gunakan teleskop Lapan buat lihat gerhana bulan



Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (Lapan) menyediakan teleskop khusus untuk masyarakat Kabupaten Biak Numfor, Papua, menyaksikan gerhana bulan total pada Rabu, mulai pukul 18.15 WIT hingga selesai fenomena alam itu.

"Gerhana bulan menjadi gejala alam yang bisa menjadi pelajaran bagi anak-anak siswa dan guru sehingga bisa disaksikan dengan menggunakan alat teleskop," kata Kepala Badan Penjajakan dan Kendali Wahana Antariksa Lapan Moedji Soejarwo di Biak, Rabu (08/10).

Seperti diberitakan Antara, sosialisasi tentang gerhana bulan total dilakukan Lapan kepada para siswa dan guru di Kabupaten Biak. Pada kesempatan itu, petugas Lapan mengajak siswa dan warga Biak melihat gerhana bulan total pada Rabu malam.

Ia menjelaskan jika ingin menonton gerhana bulan total, warga diminta mengunjungi Lapan Biak yang telah menyediakan fasilitas untuk melihat fenomena alam itu.

"Lapan menyiapkan teleskop bagi siswa dan guru yang berkeinginan untuk melihat langsung gejala gerhana bulan," ujarnya.

Peneliti Bidang Matahari dan Antariksa Pusat Sains Lapan Bandung Gunawan, mengatakan gerhana bulan terjadi saat sebagian atau keseluruhan penampang bulan tertutup bayangan bumi.

"Gerhana bulan terjadi ketika bulan melewati bayangan bumi," katanya seusai sosialisasi gerhana bulan total tersebut.

Gunawan mengakui gerhana bulan total pada Rabu malam dapat diamati dari daerah ujung timur Indonesia, Asia Timur, India, Amerika Utara, dan Amerika Selatan.

Gerhana saat bulan terbit, katanya, dapat juga diamati di Pasifik Selatan, Asia Tenggara, dan sebagian Asia Selatan.

"Total gerhana bulan pada Rabu malam dapat berlangsung selama 58 menit, karena itu saya imbau warga Biak dan sekitarnya bisa melihat langsung gejala alam gerhana bulan," ujarnya.

Hidayat, siswa SMA Biak mengaku senang mengikuti sosialisasi gerhana bulan total karena memberikan informasi pengetahuan tentang kejadian alam di Indonesia, khususnya yang dapat dilihat di Biak Numfor.

"Ya sosialisasi dilakukan Lapan Biak merupakan sesuatu yang baru sehingga saya sangat berterima kasih telah mendapatkan pengetahuan tentang gejala alam di Indonesia," ujarnya.

Ia berharap, pada waktu mendatang, pihak Lapan Biak secara berkelanjutan melakukan sosialisasi program kedirgantaraan dan antariksa karena dapat menumbuhkan kegairahan anak memahami fenomena alam di Indonesia.

Sosialisasi gerhana bulan diikuti sekitar 25 siswa dan guru, perwakilan dari tujuh SMP dan SMA/SMK, berlangsung sekitar tiga jam, dibuka Moedji Soejarwo serta dihadiri Kepala Stasiun LPP RRI Soelistyo.

Remaja 13 Tahun Siap Jadi Manusia Pertama ke Mars




Seorang remaja putri asal Baton Rouge, Louisiana, Amerika Serikat (AS), bermimpi ingin menjadi astronaut 10 tahun lalu. Lebih jauh, mimpi besar Alyssa Carson saat usianya tiga tahun adalah menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di Mars.

Mimpinya itu mungkin tidak akan menjadi sekadar harapan setelah meniup lilin kue ulang tahun, karena badan antariksa AS (NASA) berpikir bahwa Alyssa punya kesempatan dan kini sudah menjalani pelatihan untuk misi pertamanya.

Kantor berita Reuters, Rabu 8 Oktober 2014, menyebut Alyssa mempelajari sains dan beberapa bahasa, serta menjadi orang pertama yang menghadiri semua dari tiga kamp ruang angkasa NASA. Dia kini sudah memiliki kode nama panggilan di NASA, yaitu "Bllueberry."

"Saya menghadiri kamp ruang angkasa kedua, mengenakan seragam penerbangan biru dan menjadi yang terkecil dalam kelompok. Sejak itu, saya dipanggil Blueberry," tulis Alyssa dalam blog pribadinya nasablueberry.com.

Pada Juli 2013, Alyssa yang menguasai bahasa Spanyol, Prancis, China, dan Turki selain bahasa Inggris, menjadi orang pertama yang menghadiri tiga kamp ruang angkasa NASA, serta satu-satunya anak Amerika yang mewakili AS.

Alyssa mengaku keinginan menjadi astronaut terinspirasi dari sebuah film musikal pra-sekolah berjudul Backyardigans. Film itu menceritakan lima hewan kecil yang membayangkan pekarangan rumah mereka sebagai arena petualangan.

Demi mendukung cita-citanya, Alyssa berencana mempelajari astrofisika di Universitas Ruang Angkasa Internasional di Prancis atau MIT di Boston. Alyssa telah bertemu dengan para pakar penerbangan ruang angkasa berawak NASA di Washington, 7 Januari lalu.

NASA juga telah mengindikasikan bahwa Alyssa punya peluang besar untuk mewujudkan mimpinya, saat NASA mengirimkan manusia untuk pertama kalinya ke Mars pada 2030. Cukup waktu bagi Alyssa untuk mempersiapkan diri menjadi orang pertama ke Mars pada usia 28 tahun.

Bukti Big Bang di Atmosfer Hanyalah Gangguan Debu?



Sejumlah peneliti mengkritik temuan astronom yang sebelumnya mengaku telah menemukan bukti kuat teori Bing Bang. Pada musim semi lalu, astronom Bicep itu mengumumkan bahwa bukti teori Bing Bang itu berupa riak di angkasa.

Namun, sejumlah peneliti yang menggunakan data satelit Planck, milik Badan Antariksa Eropa, menyebut riak yang digembar-gemborkan tim Bicep sebagai bukti Bing Bang itu, tak lebih dari gangguan kosmik belaka.

Seperti dilansir Time edisi 22 September 2014, peneliti Planck kemudian menjabarkan hasil penelitian itu di jurnal Astronomy and Astrophysics, pekan ini.

Temuan tim Planck itu mengkritisi penelitian yang dilakukan tim pimpinan John Kovac dari Harvarad-SMithsonian Center for Astrophysics. Tim ini mengaku yang melihat riak di angkasa saat menggunakan teleskop kuat Background Imaging of Cosmic Extragalactic Polarization 2 (Bicep 2). Tim Bicep ini juga menyebut bahwa riak bukti Bing Bang itu adalah gelombang gravitasi.

Sebaliknya, tim Planck menyebut bahwa debu antariksa dalam jumlah banyak kemungkinan menghalangi pandangan para astronom Bicep itu. Bahkan, peneliti Planck menyebut, debu-debu itu kemungkinan membentuk riak yang kemudian dilihat tim Bicep.

Meski demikian, tim Planck tidak bisa memastikan sejauh mana debu-debu antariksa itu mempengaruhi atau "mengganggu" hasil penelitian tim Bicep tersebut. 

"Kami menunjukkan bahwa di area debu yang memancar paling samar, tidak ada jendela yang 'jernih' di langit," ujar peneliti Planck pimpinan Jean-Loup Puget itu. 

Untuk memastikan kebenaran hasil pengamatan, tim Bicep dan Planck akan mengolaborasikan temuan mereka dalam sebuah temu ilmiah. Dilaporkan uji peneliti itu akan muncul paling lambat akhir tahun ini. 

Temuan peneliti itu untuk memastikan kesimpulan yang lebih rinci tentang apa yang dilihat dan diamati oleh tim Bicep.


Begini Dampaknya Jika Asteroid Hantam Bumi




Sebuah batu meteor kecil menghantam wilayah di Nicaragua. Meski kecil, meteor itu bisa membuat lubang kawah berukuran 20 meter. Meteor itu dipercaya berasal dari serpihan Asteroid RC 2014 yang melintas dekat dengan bumi. Jika meteor kecil saja bisa membuat lubang besar, bagaimana jika asteroid induknya yang menghantam bumi?

Sebuah proyek bernama The Killer Asteroid dibuat oleh National Science Foundation di Washington bersama dengan NASA. Proyek itu bisa mendemonstrasikan efek dan kekuatan ledakan, serta seberapa besar kerusakan yang terjadi saat asteroid menghantam bumi.

Dengan menggunakan plugin Google Earth, kalkulator Asteroid itu memungkinkan pengguna memilih jenis penghancur bumi, baik komet maupun asteroid, berikut dengan pilihan ukuran, mulai dari kecil, medium hingga besar. "Kalkulator" itu akan memprediksikan ledakan dan dampak kerusakan sesuai dengan ukuran benda langit yang dipilih.

Untuk memudahkan pengenalan secara umum, proyek ini menamakan asteroid-asteroid itu sesuai dengan ukuran. Asteroid kecil disamakan dengan ukuran sebesar bus dengan lebar sekitar 2,4 meter dan terbuat dari baja. Sedangkan ukuran medium disamakan dengan tiga kali ukuran lapangan bola dengan lebar 329 meter. Untuk asteroid ukuran lebar berukuran 1.931 meter dengan kecepatan 20 kilometer per detik.

Dalam simulasi itu juga ada komet es kecil dengan ukuran 109 meter dan berjalan 50 kilometer per detik. Komet ukuran medium, yang juga terbuat dari es dan bergerak 50 kilometer per detik, memiliki lebar 965 meter. Sedangkan komet es besar dalam proyek itu berukuran lebar 9.656 meter.

Dilansir melalui Daily Mail, Rabu, 10 September 2014, pengguna bisa memilih satu di antara asteroid atau komet tersebut. setelah itu tentukan sendiri lokasi perhentian benda luar angkasa itu secara sembarang. Usai memilih lokasi pendaratan, tekan tombol "Go" maka sebuah animasi akan menampilkan simulasi ledakan dan dampak yang ditimbulkan dari hantaman asteroid.

Estimasi asteroid RC 2014 hantam bumi

Sebagai contoh, jika ada komet besar yang menghantam wilayah Atlanta maka akan banyak serpihan yang terlempar di udara dan cukup membuat langit di wilayah itu gelap. Peta ini juga menunjukkan bila komet besar bisa membuat kepunahan di bumi. Komet inilah yang telah memusnahkan dinosaurus. Untungnya, fenomena ini hanya terjadi miliaran tahun sekali.

Simulasi lain, dengan menggunakan asteroid kecil yang menghantam London, memunculkan kawah seukuran taman Saint James di wilayah barat dan sekitarnya.

Semua estimasi ini didasari perhitungan yang dirancang oleh Prof. Robert Marcus dan tim peneliti lainnya di Purdue University, London. Perangkat kalkulasi ini memungkinkan pengguna memilih ukuran dan kecepatan benda luar angkasa.

Simulai itu pun mempertunjukkan adanya ledakan dahsyat saat asteroid 2014 RC menghantam bumi. Jika disesuaikan dengan hitungan kecepatan, sudut dan kepadatan saat menuju bumi maka asteroid itu akan hancur di ketinggian 63.100 meter dari permukaan bumi.

Ledakan itu akan memenuhi lapisan awan di ketinggian 23.100 meter. Semua menjadi gelap. Dampak ledakan itu akan memenuhi udara dalam waktu 1.17 menit. Intensitas suara ledakan pun akan mencapai 51dB.


Manajemen Buruk, NASA Tidak Bisa Selamatkan Bumi



Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) diprediksi akan gagal memenuhi target penemuan objek terdekat yang mengancam bumi. Target tersebut adalah asteroid dengan diameter lebih dari 140 meter.

Manajemen lembaga yang tidak bagus membuat kegagalan ini akan terjadi. Prediksi kegagalan itu disampaikan seorang inspektur jenderal NASA dalam sebuah laporan kemarin. Demikian mengutip Guardian, Selasa 16 September 2014.

Padahal lembaga pemerintah Amerika itu sudah mendapatkan kenaikan dalam hal pendanaan untuk mendeteksi dan menemukan benda objek dekat bumi. 

Menurut laporan, dalam 5 tahun terakhir, anggaran untuk melacak benda objek dekat bumi telah meningkat 10 kali lipat dari US$4 juta pada 2009 menjadi US$40 juta pada 2014. 

"NASA memperkirakan mereka telah mengidentifikasi sekitar 10 persen dari semua asteroid berdiameter 140 meter dan di atasnya. Dengan mempertimbangkan kecepatan dan sumber daya saat ini, NASA tidak akan memenuhi target temuan 90 persen dari benda objek dekat bumi sampai 2020," tulis Paul Martin, Inspektur Jenderal NASA dalam laporannya. 

Martin menyebutkan faktor kegagalan itu diakibatkan manajemen pengelolaan NASA yang buruk. Lembaga itu dianggap 'terlalu memberikan kelonggaran' dalam penyusunan aktivitas riset. Kebanyakan riset tak terintegrasi dengan program pengawasan, tujuan dan pelacakan untuk kemajuan misi.

Pada Juli 2014, NASA mengklaim telah menemukan sekitar 11.230 objek dekat bumi, termasuk 862 asteroid raksasa. Jumlah temuan itu hanyalah 10 persen dari asteroid terdekat bumi yang berdiameter lebar kurang dari 140 meter. 

NASA bahkan mengklaim telah menemukan sekitar 95 persen objek terbesar, asteroid berdiameter 1 Km atau lebih yang paling berpotensi merusak bumi. 

Mengingat potensi kegagalan program deteksi objek dekat bumi itu, laporan itu merekomendasikan agar NASA segera melakukan langkah perbaikan. Di antaranya dengan menambahkan sedikitnya 4 sampai 6 karyawan untuk mengelola program dan koordinasi proyek dengan badan internasional Amerika dan iniasi lain yang didanai swasta. 

Program deteksi objek dekat bumi akan diperbaharui lagi pada 1 September mendatang.

Di Atas Danau Ini, UFO Sering Menampakkan Diri


Benda terbang yang tak dikenal (UFO) selalu menampakkan diri di tempat yang tak pernah diperkirakan. Seperti halnya, seorang penduduk yang mengklaim telah melihat UFO di Danau Ontario, Kanada.

Seperti diberikan International Business Times, Senin 8 September 2014, seorang penduduk di sekitar Danau Ontario, bernama Gordon, mengaku melihat objek aneh di langit pada 25 Agustus kemarin.

Awalnya, Gordon melihatnya tak sengaja, karena ia sedang bermain dengan hewan peliharaannya. Ia sedang membiarkan anjingnya keluar berlari-lari di halaman belakang rumah. Gordon lalu terkejut, dengan apa yang dilihatnya. Sebuah benda terang berbentuk segitiga, terbang di langit barat di atas Danau Ontario.

Gordon lalu ingin membuktikannnya lebih jauh lagi dengan menggunakan teropong, agar bisa melihat lebih dekat.

"Setelah mengamati beberapa saat, saya melihat benda berbentuk segitiga itu berputar, lalu lampunya berkedip. Lampu itu berwarna merah, putih, biru, dan hijau," jelasnya.

Rasa penasaran yang menggebu dalam diri Gordon membuat dia beranjak dari rumahnya untuk menyusuri jalan menuju pemandangan yang lebih jelas lagi.

Ternyata, bukan hanya satu, Gordon menemukan dua benda aneh lainnya lagi saat di pantai. "Ada satu lagi, rendah di barat laut, sepertinya menuju arah Toronto," kata dia.

Dari penampakan tiga benda yang diduga UFO itu, Gordon mengatakan setidaknya mereka muncul lebih dari satu jam, mulai pukul 11.15 waktu setempat.

"Ketiganya tiba-tiba hilang lalu muncul kembali, lalu menghilang, dan tak kembali," ucap Gordon.

Ternyata, ini bukanlah pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, tepatnya awal tahun, warga Kanada bernama Hamilton melaporkan UFO muncul di atas Danau Ontario juga.

"Saat pulang dari tempat kerja, ada perasaan aneh. Aku mendongak dan melihat banyak bola lampu di langit. Kemudian, saya merasakan sakit dan lemah tapi terus fokus pada mereka. Saya mencoba untuk bergerak tapi tak bisa," klaim Hamilton.

Hamilton menambahkan, setidak ada sekitar 10 bola melayang di atas langit selama 11 menit pada saat itu.

"Ini adalah nyata dan saya pikir itu alien yang berusaha untuk berkomunikasi dengan saya, karena saya tampaknya kehilangan kesadaran sekitar 11 menit," ungkapnya.


Penjelasan Penampakan 'Manusia' di Bulan



Misteri penampakan wajah manusia di bulan sudah lama menjadi 'pemanis' kisah di antara para astronom maupun kalangan pemerhati antariksa. Berbagai teori tentang penampakan manusia itu sudah mengemuka sejak 1959 sejak usai pesawat ruang angkasa Soviet Luna 3 memotret bulan saat kembali ke bumi. 


Salah satu teori mengkaji penampakan manusia itu muncul karena perbedaan waktu pembentukan bulan atau dikenal dengan teori Gian Impact. 


Sementara teori lain menganggap penampakan manusia itu karena cekungan di permukaan bulan yang merupakan dampak serangan asteroid. Batu antariksa membentuk cekungan kawah dan tampak lebih gelap dari bumi.


Namun teori itu mendapatkan bantahan dari data Badan Antariksa AS (NASA). Penampakan manusia itu bukan akibat dari cekungan bekas asteroid. Penyebab wajah manusia itu akibat gumpalan magma bulan. 


Melansir Cnet, Kamis 2 Oktober 2014, hal itu dibuktikan oleh gabungan peneliti Institut Teknologi Massachusetts (MIT), Colorado School of Mines dan lembaga lain yang menggunakan data pesawat antariksa GRAIL milik NASA yang mengorbit bulan sejak 2012 silam. 


Dengan data itu, ilmuwan memetakan bagian yang tampak gelap dari bulan atau dikenal wilayah Procellarum. Data peta menunjukkan cekungan yang membentang berdiameter hampir 1.800 mil itu cenderung lebih sudut. Bukan berbentuk melingkar atau elips, yang menjadi dasar ide dampak serangan asteroid. 


"Kami melihat fitur pada Procellarum ini linear membentuk persegi panjang yang besar. Bentuk ini secara kuat menunjukkan asal usul bagian dalam dan menegaskan kekuatan dalam bulan," terang Jim Head, profesor Ilmu Geologi Universitas Brown, yang merupakan salah satu peneliti dalam studi ini. 


Kekuatan internal itu, jelas Head, bisa memunculkan segumpal magma yang naik ke permukaan, yang kemudian didinginkan dan akhirnya mengeras menciptakan formasi yang dengan mudah disalahartikan sebagai kawah, padahal itu bukan dari serangan asteroid. 


"Bagaimana gumpalan itu muncul memang masih misteri, bisa disebabkan peluruhan radioaktif dari unsur penghasil panas di dalam bulan, atau dampak besar asteroid pada masa sangat awal yang memicu gumpalan," kata Head menjelaskan. 


Namun, ia melanjutkan, semua bukti menunjukkan dugaan dampak besar asteroid telah gugur. 


"Orang yang berpikir semua vulkanik bulan terkait degan dampak asteroid harus dipikirkan lagi," tegas dia. 


Ditemukan Bintang yang Lebih "Dahsyat" dari Matahari



Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) telah menemukan sebuah bintang yang lebih berbahaya dari ledakan pijar matahari, yakni DG Canum Venaticorum atau DG CVn. Setidaknya, NASA mencatat ada sekitar 10.000 kali ledakan yang lebih kuat dari yang pernah ada.

Padahal, diketahui, pijaran matahari saja sudah mampu melumpuhkan energi serta sangat mengganggu sehingga dapat memengaruhi komunikasi di Bumi. Lalu apa yang terjadi dengan bumi jika bintang ini memiliki kekuatan ledakan lebih dari matahari?

NASA merilis, puncak ledakan DG CVn itu mencapai suhu 360 juta derajat fahrenheit atau setara dengan 200 juta celsius. Kekuatan tersebut mengalahkan pusat panas yang terdapat di matahari, sekitar 12 kali lebih panas.

"Ini peristiwa yang sangat kompleks. Kami dulu beripikir DG CVn ini tidak berlangsung lama tapi ternyata kami mencatat setidaknya ada tujuh kali letusan kuat selama sekitar dua minggu ini," kata Astrofisikawan Goddard Space Flight Center NASA, mengutip Daily Mail, Kamis, 2 Oktober 2014.

Meskipun kekuatan ledakannya lebih besar dari matahari, ukuran DG CVn ini malah lebih kecil dari matahari, hanya sekitar sepertiganya.

NASA mengaku kecolongan dengan keberadaan DG CVn ini. Mereka tak mengetahui secara detail apa yang terkandung di dalamnya.

"Sistem ini (DG CVn) kurang dipelajari karena tidak ada dalam daftar. Namun ternyata bintang ini mampu menghasilkan ledakan pijar yang begitu besar," ungkap Rachel Osten seorang astronom dari Space Telecope Science Institute.

Berdasarkan data yang ada, sebagian besar bintang yang berada di tata surya ini berjarak sekitar 100 tahun cahaya dari tata surya. Para astronom memperkirakan DG CVn ini sudah berusia 30 juta tahun yang lalu, dimana umur tersebut sekitar kurang 0,7 persen dari usia tata surya.

NASA sendiri belum memutuskan apakah akan menyelidiki bintang tersebut, dengan meluncurkan instrumen lainnya seperti pesawat ulak alik, atau tidak.

NASA mencatat, ledakan pijaran terbesar yang terjadi pada matahari itu terjadi pada November 2003 yang dinilai sebagai X 45. Sedangkan, pada DG CVn, bila dilihat dari jarak planet yang sama dengan bumi dan matahari, akan menjadi 10.000 lebih besar, dengan kata lain sekitar X 100.000.

Namun, Osten mengatakan untuk 11 hari ke depan, ledakan pijaran yang berada di DG CVn itu akan berangsur-angsur melemah.

Ilmuwan Bikin Peta 219 Juta Bintang di Galaksi



Selama berabad-abad, tidak ada yang mengetahui, bahkan menghitung berapa banyak bintang di langit. Ilmuwan berhasil menjawabnya, bahkan melakukan pemetaan.


Astronom berhasil menciptakan peta bintang di galaksi dengan menggunakan cermin berukuran 2,5 meter dari teleskop Isaac Newton (INT) di Pulau Canary. Mereka adalah ilmuwan perbintangan dari University of Hertfordshire.


Dilansir melalui Daily Mail, Jumat 19 September 2014, para ilmuwan itu menghabiskan waktu selama 10 tahun untuk membuat peta dari 219 juta bintang tersebut. Program INT memetakan semua bintang yang lebih terang dari magnitudo ke-20, atau sekitar satu juta kali lebih redup daripada yang bisa terlihat oleh mata manusia.


Dalam grafik itu ditunjukkan bagian yang cukup terlihat dari wilayah utara galaksi, termasuk detail tentang fitur yang berbeda dari masing-masing 219 juta objek yang terdeteksi.


"Area yang terang adalah wilayah bintang. Semakin terang wilayah tersebut, semakin banyak bintang yang ada di dalam area itu," menurut peneliti dari University of Hertfordshire.


Mereka menyebutkan, jika peta baru ini bisa memberi mereka wawasan yang lebih baru dan nyata ke dalam struktur bintang, gas dan debu luar angkasa yang luas ini.


Temuan ini secara tidak langsung melengkapi apa yang telah ditemukan oleh astronom lainnya beberapa waktu lalu. Dalam temuan sebelumnya, ilmuwan menunjukkan adanya Laniakea, sebuah super-cluster raksasa di galaksi yang menaungi seluruh semesta, termasuk Bima Sakti.


Laniakea adalah bahasa Hawaii yang berarti "surga yang beragam". Kata itu mendeskripsikan struktur 500 juta tahun cahaya sepanjang wilayah yang berisi 100.000 galaksi dan massa dari ratusan kuadriliun Matahari.


Para ilmuwan telah lama menyadari jika galaksi tidak terdistribusikan secara acak tapi mereka berkelompok. Pada skala besar, galaksi membentang seperti mutiara, membentuk cahaya filamen. Kelompok tersebut menghasilkan superkluster galaksi yang bergerak dipengaruhi gravitasi.

Galaksi Bima Sakti berlokasi di pinggir salah satu cluster.


Fakta Bima Sakti


Milky Way diperkirakan berjarak 120.000 tahun cahaya dan terdiri lebih dari 200 miliar bintang.

Bima Sakti termasuk dalam galaksi berukuran "middle-weight". Sebab, galaksi yang terbesar, yang dikenal dengan nama IC 1101 terdiri atas sekitar 100 triliun bintang.

Dalam sebuah malam yang gelap, lalu melihat ke langit, jika terlihat sesuatu yang terang, bisa jadi itu merupakan kumpulan sekitar 2.500 bintang.

Seperti halnya dua per tiga galaksi yang bisa dikenali, Bima Sakti juga memiliki bentuk seperti spiral. Di tengah spiral itu banyak terdapat energi. Bahkan kadang-kadang sering tercipta pancaran sinar yang tajam.

Astronom percaya jika Bima Sakti tidak selalu memiliki pola spiral yang menakjubkan. Ukuran Bima Sakti dibentuk dengan cara memakan galaksi lainnya.


Panen Asteroid ala NASA



Asteroid yang menghantam Chelyabinsk, Rusia, membuktikan betapa hebatnya kekuatan benda luar angkasa itu. Meski diameternya hanya 20 meter dan bergerak dengan kecepatan 66.000 kilometer per jam, asteroid yang jatuh ke bumi Februari 2013 lalu itu mampu menghancurkan wilayah sekitarnya.

Bahkan dipercaya jika letusan asteroid bisa mencapai 20 sampai 30 kali lipat lebih dahsyat dari bom atom Hiroshima yang dijatuhkan Amerika ke Jepang saat perang dunia ke-2 lalu.

Asteroid merupakan ancaman terbesar bagi kepunahan bumi. Beberapa juta tahun lalu, sebuah asteroid pernah bertabrakan dengan bumi dan memusnahkan kehidupan dinosaurus beserta penghuni lainnya. Ancaman ini telah menjadi perhatian serius PBB. Bahkan mereka menyerukan badan antariksa negara-negara di dunia untuk bisa memikirkan cara menghalau serangan asteroid.

Softpedia menyebutkan, Februari 2014 lalu, PBB memberi mandat ke Badan Antariksa Eropa (ESA) untuk memastikan semua lembaga antariksa di dunia turut dalam inisiatif kerja sama internasional yang tergabung dalam Space Mission Planning and Advisory Group (SMPAG). Saat ini, diperkirakan NASA, ada 600 ribu sampai 1 juta asteroid yang terdapat di alam semesta. Dari angka tersebut, lebih dari 10.000 asteroid masuk dalam kategori NEO (Near Earth Object/ benda terdekat dengan bumi). 

Tahun ini NASA pun berencana untuk mencoba teknologi yang bisa sekaligus dijadikan upaya untuk meneliti asteroid. Jika teknologi ini sukses menangkap asteroid, ini bisa juga menjadi upaya berikutnya dalam melanjutkan misi menempatkan manusia ke Mars. Yang paling penting, penelitian ini akan menjadi upaya untuk mencari cara mencegah asteroid jatuh atau bertabrakan dengan bumi.
Dua Cara Memanen Asteroid


Program untuk memanen dan mengambil sampel asteroid ini disebut Nasa dengan namaAsteroid Redirect Mission (ARM). Target pelaksanaannya adalah akhir dekade ini atau sekitar 2020.

Dalam sebuah sidang dengar pendapat yang bertajuk From Here to Mars, William Gerstenmaier, rekan administrasi NASA, mengatakan terdapat skema menangkal batu antariksa itu dan membuangnya ke Bulan. Setidaknya ada dua proses yang diusulkan bisa digunakan, yakni dengan menggunakan robot penjepit atau dengan robot gelembung.

Opsi pertama, ARM mengambil sampel bongkahan batu-batuan pada asteroid raksasa, sedangkan opsi kedua, ARM menangkap asteroid dalam ukuran besar dengan menggunakan layar gelembung. Pada dua skema itu, setelah sampel asteroid bisa diambil, maka ARM akan membawa sampel ke orbit stabil bulan, dan di sana astronot akan 'memanen' sampel batu antariksa untuk dibawa ke bumi.

Untuk opsi pertama ini, ARM akan mendatangi asteroid besar setelah sebelumnya mengawasi asteroid dari jarak 1 kilometer. Selanjutnya ARM akan mendarat ke permukaan asteroid untuk mengangkut bongkahan batu astroid dengan menggunakan kaki penjepit. Proses pengangkutan bongkahan batu diperkirakan memakan waktu 30 menit saja. Setelah itu ARM akan membawa batu astroid itu ke orbit stabil bulan untuk diambil sampelnya.

Sementara untuk opsi kedua, ARM akan menangkap asteroid besar dengan memanfaatkan gelembung layar raksasa. Begitu melihat target asteroid, layar akan dikembangkan dan menangkap asteroid. Setelah asteroid tertangkap, layar gelembung akan mengunci batu antariksa itu, layar akan menyusut dan tali penghubung akan memastikan layar sudah mencengkeram kuat asteroid. Kemudian ARM akan membawa ke orbit bulan yang aman.

Begitu sampel sudah didapatkan dan ARM menuju orbit aman bulan, NASA meluncurkan pesawat berawak, Orion, yang akan menjemput sampel di orbit bulan. Nantinya pesawat Orion akan mendekati ARM, dengan menghubungkan sebuah pipa hidrolik. Setelah itu dua astronot bakal keluar dari Orion dan mendekati gelembung ARM. Keduanya akan memanen sampel batu dan membawa masuk ke Orion. Setelah itu pesawat Orion akan meluncur kembali ke bumi.

Untuk pengiriman pesawat Orion, NASA bakal menggunakan roket Space Launch System (SLS). Roket ini dlengkapi dengan tenaga pendorong canggih, Solar Electric Propulsion (SEP) yang merupakan tenaga pendorong ion. SEP mampu menciptakan daya dorong yang didukung satuan tenaga surya. SEP mengubah sinar matahari menjadi medan elektromagnetik yang mempercepat dan mengeluarkan atom bermuatan (ion). 

Pemanfaatan ion merupakan cara yang efisien untuk mentenagai pesawat antariksa dan secara signifikan menghemat jumlah bahan bakar. Studi terkini NASA juga tengah meneliti skema SEP apakah bisa digunakan untuk mentenagai misi ARM.
Pijakan ke Mars


Misi ini kelihatannya sangat penting. Pasalnya, jika berhasil, NASA bisa mempercepat target mereka membawa manusia pindah ke Mars, atau untuk bolak-balik Bumi-Mars dan kembali dengan selamat. Oleh karena itu NASA akan melibatkan astronot untuk melakukan perjalanan ke batu asteroid yang telah ‘dipanen’ itu. Perjalanan astronot ini akan menumpang pesawat kru Orion Multi-Purpose.

Dari penelitian asteroid ini, seperti dikutip dari Daily Mail, NASA bisa memprediksi seberapa lama proses pulang pergi bisa dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan dan teknologi apa yang mampu membuat mereka bisa bertahan melayang di angkasa selama yang diinginkan. Jika semua estimasi itu telah didapat maka secara tidak langsung, NASA bisa memperkirakan teknologi dan estimasi berikutnya untuk menuju Mars.

“Setelah misi asteroid selesai, Orion akan kembali ke bumi melalui cara yang sama dengan saat mereka menuju asteroid itu, termasuk berputar di sekitar Bulan, untuk kemudian menyentuh laut seperti Pasifik, 10 hari kemudian,” ujar peneliti NASA dalam laman resmipenerbangan antariksa Amerika itu.

Sedangkan untuk menyelamatkan bumi, kata peneliti NASA dalam makalah yang berjudul ‘The Asteroid Redirect Mission and Sustainable Human Exploration’, banyak cara yang bisa digunakan untuk mencegah potensi ancaman asteroid terhadap bumi. Bahkan ARM bisa digunakan untuk menguji coba teknologi pertahanan bumi dari ancaman planet. Beberapa teknik di antaranya adalah Ion Beam Deflection, Enhanced Gravity Tractor, dan tabrakan meteor secara kinetis.

Ion Beam Deflection adalah menahan ekor asteroid untuk mendorongnya secara perlahan ke wilayah yang lebih luas. Sebuah tembakan pendorong ke arah berlawanan akan diperlukan untuk menjaga pesawat luar angkasa pada jarak yang konstan dari asteroid.

Sedangkan pendekatan dengan Enhanced Gravity Tractor dengan melibatkan pesawat luar angkasa yang mendekati asteroid. Pesawat akan mengorbit di lingkaran halo di sekitar garis vektor kecepatan asteroid. Massa asteroid dengan massa pesawat luar angkasa akan meningkatkan daya gravitasi antara keduanya. Formasi yang dekat ini akan berlangsung selama beberapa bulan dan memperkecil gaya gravitasi sehingga berpotensi mengubah lintasan asteroid.

Cara yang paling mudah adalah dengan menciptakan tabrakan secara kinetis. Impaktor Kinetis ini bisa juga diluncurkan sebagai daya angkut cadangan yang datang bersama pesawat luar angkasa atau terpisah. Impaktor itu akan ditabrakkan dengan asteroid yang ditarget sehingga tidak sempat tabrakan dengan bumi.
Asteroid-Asteroid Pengancam Bumi


NASA telah mendeteksi banyak asteroid pengancam bumi. Yang terbaru adalah 2014 RC yang berjarak 25.000 mil (40.000 kilometer) dari Bumi. Tahun sebelumnya, bumi sempat terancam tabrakan dengan asteroid 2013 LR6 dengan jarak 104.607 kilometer dari Samudera Selatan. Sebelumnya, asteroid QE2 juga sempat melintas dekat dengan bumi di jarak 5,8 juta kilometer.

2012 lalu, ada asteroid dengan kode nama 2012 XE54 berjarak 140 ribu mil dari bumi. Ada juga Toutatis 4179, jaraknya 4,4 juta mil atau 18 kali lipat jarak Bumi dengan Bulan. Atau 2012 DA14 dengan diameter 45 meter dan berjarak 36 ribu kilometer dari bumi. Asteroid 2012 TC4 melintas dengan jarak 59.000 mil

NASA juga memprediksi jika asteroid Apophis atau ‘Setan Mesir’ akan melintas sangat dekat dengan bumi, atau 31 ribu kilometer dari bumi, pada 2036 nanti. Isu lainnya, pada 2040 ada asteroid 2011 AG5 dengan diameter 140 meter dan jarak 890 ribu kilometer dari bumi berpotensi membuat kiamat di bumi.

Yang paling dahsyat adalah isu mengenai asteroid raksasa yang diramalkan akan menghantam bumi pada 2880. Asteroid dengan kode 1950 DA ini berdiameter dua per tiga mil atau 1.07 kilometer dari bumi dengan kecepatan gerak 38.000 mil per jam. Kekuatan ledakannya setara dengan 44.800 megaton TNT.


Bumi Dihujani Meteor Orionid pada 21 Oktober




Bulan Oktober ini akan diwarnai oleh dua fenomena alam. Satu fenomena Blood Moon dan hujan meteor Orionid.

Blood Moon akan berlangsung pada 8 Oktober nanti, dimana bulan akan tampak berwarna kemerahan saat gerhana matahari total. Setelah Bulan Merah ini, menyusul hujan meteor.

"Hujan meteor orionid tersebut akan terjadi pada tanggal 21 Oktober," ungkap Profesor Thomas Djamaluddin selaku Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) kepada VIVAnews, Selasa 7 Oktober 2014.

Thomas melanjutkan, fenomena alam tersebut merupakan peristiwa tahunan yang sering terjadi pada akhir Oktober. Kata dia, hujan meteor orionid tersebut berasal dari gugusan komet halley yang melintasi bumi.

Diperkirakan ada sekitar 15 meteor per jam yang akan tampak di langit-langit malam. Perisitiwa tersebut, ungkap ahli astronomi itu, sudah mulai terlihat sejak pukul 22.00 WIB malam sampai subuh nanti.

"Tapi yang paling bagus untuk melihat hujan metor orionid itu adalah dini hari atau sekitar jam 12 malam hingga menjelang subuh," ungkap dia.

Ketika ditanya, apakah Indonesia bisa menikmati pertunjukkan alam tersebut, Thomas mengatakan di seluruh Indonesia bisa melihat fenomena tersebut.

"Asal kondisi langit malam waktu nanti dalam kondisi cerah. Kita bisa melihatnya tepat di atas kepala kita karena lokasi negara kita termasuk ada di belahan bumi bagian utara," jelasnya.


Fenomena Bulan Darah di Langit Oktober



Pekan ini bulan akan tampak tidak biasa. Pada 9 Oktober nanti bulan akan diselimuti cahaya berwarna merah. Ini merupakan fenomena yang disebut Blood Moon kedua tahun ini.

Bulan Merah akan terlihat sangat jelas di beberapa bagian wilayah di Amerika, khususnya Amerika Utara. Fenomena ini akan berlangsung sejak sore, dimana bulan akan melewati bayangan Bumi sehingga cahaya merah pun muncul.

Peristiwa ini akan berlangsung selama kurang lebih satu jam. Posisi bulan akan sedikit melewati orbit biasa.

Ini merupakan fenomena Blood Moon kedua yang terjadi tahun ini. Ukuran bulan juga akan lebih besar 5,3 persen ketimbang Blood Moon sebelumnya yang terjadi 15 April lalu.

Blood Moon merupakan fenomena yang disebut tetrad, atau muncul selama 4 kali berturut-turut. Namun kemunculannya akan berlangsung dengan interval 6 bulan. Dua fenomena berikutnya akan muncul pada 4 April 2015 dan terakhir pada 28 September 2015.

Untuk Bulan Merah nanti, tampilan bulan akan terlihat penuh. Warna merah yang menyelimuti akan muncul pukul 7 sore waktu setempat dan berlangsung selama 59 menit. Saat terjadi Blood Moon, setengah wilayah selatan akan terlihat lebih gelap ketimbang sebagian wilayah utara. Wilayah tersebut akan diselimuti oleh bayangan bumi.

Fenomena ini akan terlihat jelas di sepertiga wilayah barat laut amerika. Namun di beberapa wilayah seperti Eropa, Afrika dan Timur Tengah, fenomena ini sepertinya tidak akan terlalu kentara.

Warna merah di bayangan bulan itu terjadi karena puncak gerhana bulan memasuki bayangan penuh dari bumi yang bernama Umbra. Dalam tahap ini, atmosfer bumi akan menghamburkan cahaya merah dari matahari. Proses ini sama dengan yang terjadi saat langit berwarna merah ketika matahari mulai terbenam. Sebagai akibatnya, cahaya merah ini akan terpantul ke permukaan bulan dan memperlihatkan bulan berwarna merah jika dilihat dari bumi.

Meskipun fenomena ini terjadi selama 4 kali namun secara umum tampilannya tidak pernah sama. Rata-rata ada 2 gerhana dalam satu tahun namun sebagian lain hanyalah Penumbra, dimana bulan hanya melewati bagian terluar dari bayangan bumi. Hal ini mengakibatkan warna merah pada bulan tidak terlalu terlihat. Sedangkan fenomena lainnya hanya memperlihatkan bayangan di bulan tanpa ada efek warna merah.

Warna merah dara ini muncul sebagai hasil dari refraksi cahaya matahari melewati atmosfir bumi, mirip dengan peristiwa memerahnya langit saat matahari terbit atau terbenam. Gerhana terkadang tidak pernah mengikuti pola tertentu sehingga mendapati empat kali Blood Moon bisa jadi merupakan hal yang sangat langka.

Stephen Hawking: Partikel Tuhan Bisa Hancurkan Semesta



Fisikawan kondang dunia, Stephen Hawking, memperingatkan potensi buruk Partikel Tuhan yang ditemukan pada 2012 lalu.

Hawking mengatakan partikel itu memimiliki kekuatan yang mampu menghancurkan alam semesta. Hal itu disampaikan Hawking dalam komentar di buku Starmus: 50 years of Man in Space, sebuah koleksi esai para ilmuwan dan astronom.

Melansir IB Times, Senin 8 September 2014, menurut fisikawan Universitas Oxford itu, pada tingkat energi yang sangat tinggi, Partikel Tuhan bisa menjadi tak stabil dan menyebabkan 'bencana dan kerusakan yang memusnahkan' antariksa dan waktu, alias alam semesta.

"Potensi Higgs (Partikel Tuhan) memiliki fitur mengkhawatirkan yang mungkin menjadi sangat stabil pada energi di atas 100 miliar giga elektron volt (GeV)," tulis Hawking dalam buku itu.

Dengan perkiraaan potensi energi dahsyat itu, menurutnya alam semesta bisa mengalami bencana kemusnahan secara sangat cepat.

"Ini berarti alam semesta bisa menjalani peluruhan bencana kemusnahan, yang terjadi kapan saja dan kami tidak melihatnya itu akan datang," tambahnya.

Ia meramalkan bencana yang dimaksud itu tak mungkin terjadi dalam waktu dekat. Sebab, energi dahsyat itu belum bisa terpenuhi dalam waktu dekat ini.

"Sebuah akselerator partikel yang mencapai energi 100 miliar GeV akan lebih besar dari Bumi, dan itu tidak akan dipasok oleh iklim ekonomi saat ini," jelas Hawking.

Kendati menyampaikan potensi Partikel Tuhan memberikan bencana mengerikan, Hawking melanjutkan, pengetahuan tentang partikel itu bisa memberikan wawasan penting. Sebab, partikel itu menempatkan hambatan penting pada evolusi alam semesta.

Partikel Tuhan ditemukan ilmuwan pada fasilitas Large Hadron Collider (LHC) di CERN, Swiss pada 2012 lalu. Ilmuwan menggunakan akselerator partikel untuk bisa melihat partikel kecil yang terpisah dalam skenario tabrakan.

Temuan partikel usai tabrakan itu cocok dengan prediksi ilmuwan Inggirs, Peter Higgs pada 1960-an. Partikel Tuhan diyakini berkontribusi memberikan materi pada massa, tapi ilmuwan belum memahani peran partikel itu.

Blood Moon Muncul di Langit Indonesia 8 Oktober




Pada pertengahan pekan ini masyarakat dunia akan menikmati fenomena alam dimana bulan akan tampak kemerahan saat gerhana bulan. Media menyebutnya sebagai istilah Blood Moon dan akan terjadi 9 Oktober 2014 waktu Amerika.

Fenomena tersebut merupakan kali kedia, setelah sebelumnya pernah terjadi 15 April lalu. Di Indonesia, Blood Moon diperkirakan akan terjadi 8 Oktober sore.

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Profesor Thomas Djamaluddin menjelaskan bahwa Blood Moon sendiri bukanlah istilah astronomi. Dia lebih suka menyebutnya sebagai bulan yang tampak kemerahan saat gerhana bulan total.

"Pukul 16.15 WIB merupakan perkiraan awal peristiwa tersebut, dimana akan memasuki gerhana bulan total pada pukul 17.25 sampai 18.24 WIB," kata Thomas kepada VIVAnews, Senin 6 Oktober 2014.

Thomas melanjutkan, pukul 19.34 WIB menjadi titik terakhir terjadinya gerhana bulan total tersebut. 

Namun sayang, Thomas menjelaskan, tidak semua daerah di Indonesia bisa melihat fenomena alam tersebut, hanya daerah-daerah tertentu saja.

"Untuk daerah Indonesia bagian barat mungkin agak susah, tapi untuk Indonesia bagian timur khususnya Papua akan bisa melihatnya," jelasnya.

Thomas melanjutkan, sekitar pukul 18.15 WIT sudah memasuki gerhana bulan total, yang dimana pada pukul 19.25 WIT sudah mengalami fase setengah bulan, yang akan mencapai akhir pukul 20.24 WIT.

"Dan pada pukul 21.34 WIT tersebut perkiraan waktu terjadinya gerhana bulan total," ucapnya.

Blood Moon sendiri bisa dinikmati oleh masyarakat apabila pada saat terjadinya didukung dengan kondisi langit yang cerah. Thomas menuturkan warna merah yang terjadi, tidak akan selalu sama seperti yang diperkirakan.

"Jadi, tergantung atmosfernya. Kalau cerah maka akan terlihat merah yang berasal dari pembiasan cahaya matahari oleh atmosfer bumi yang mengenai bulan yang berada di bayangan bumi. Sedangkan, bila terjadinya letusan gunung, maka warnanya akan cenderung gelap," paparnya.

Ahli astronomi itu juga mengatakan bahwa tidak ada dampak apapun terhadap fenomena alam tersebut kepada manusia ataupun lainnya.

"Nggak ada dampak apapun, kayak seperti biasa saja," ungkap dia.

Siap-siap Lihat Gerhana, Hujan Meteor, dan Jupiter Oktober Ini

Sepanjang Oktober 2014 ini akan terjadi beberapa fenomena langka di langit, karena itu siapkan mata untuk memandang keindahan yang bakal menghiasi angkasa malam demi malamnya.

Dari gerhana bulan total hingga hujan meteor bisa disaksikan pada bulan ini. Tak cuma itu, keindahan planet-planet juga disuguhkan di langit. Beberapa di antaranya bahkan bisa dilihat dengan mata telanjang.

Astronom sekaligus Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin kepada Liputan6.com, Jumat (3/10/2014), mengatakan, beberapa fenomena langit yang bisa disaksikan sepanjang Oktober 2014, yakni: 

1. Gerhana Bulan Total

Pada gerhana bulan total ini, bulan akan terlihat kemerahan seperti berdarah. Ini karena bulan tertutup oleh bayangan bumi namun cahaya matahari terbiaskan hingga menimbulkan kesan kemerah-merahan.

Fenomena ini terjadi pada 8 Oktober 2014. Thomas mengatakan, gerhana bulan ini mulai terjadi pada pukul 16.15 WIB. Namun untuk wilayah Indonesia barat, seperti Jakarta, tak bisa melihat awal mula terjadinya gerhana lantaran bulan ketika itu belum terbit. 

Gerhana total baru terjadi pada pukul 17.25-18.24 WIB. Dan secara keseluruhan gerhana berakhir pada 19.34 WIB. Wilayah Indonesia barat baru bisa menyaksikan gerhana ini ketika gerhana total sudah terjadi. Namun untuk wilayah timur Indonesia dapat menyaksikan keseluruhan proses gerhana bulan total ini.

"Seluruh wilayah Indonesia bisa mengamatinya seperti mengamati purnama," kata Thomas.

2. Hujan Meteor Orionids

Hujan meteor ini bisa diamati dari Indonesia. Karena ketika puncak peristiwa ini terjadi pada 21 Oktober 2014, bulan tengah tua alias tak purnama. 

Akan ada 15 meteor yang jatuh per jamnya. Bentuknya seperti atraksi bintang jatuh. Thomas memprediksi, beberapa di antara meteor itu ada yang berukuran cukup besar.

3. Hujan Meteor Draconids

Berbeda dengan Orionids, hujan meteor draconids puncaknya terjadi pada 7 Oktober 2014. Hujan meteor draconids ini merupakan hujan meteor di langit utara.

Namun Thomas mengatakan, fenomena ini bakal sulit diamati dari Indonesia. Karena hujan meteor ini termasuk kecil skalanya. Ditambah lagi pada 8 Oktober terjadi purnama. Jadi luncuran meteor bakal terhalang oleh cahaya bulan yang terang benderang. 

"Hujan meteor dikalahkan cahaya bulan," ujar Thomas.

4. Jupiter dan Mars Terang Benderang

Bulan ini, beberapa planet bisa dilihat dengan mata telanjang. Salah satunya Jupiter. Cahaya planet terbesar di tata surya ini sangat terang sekali.

Jupiter bisa dilihat mulai dari dini hari hingga subuh menjelang dari langit timur. "Kebetulan posisinya memungkinkan cahaya yang kuat. Posisinya hampir dekat dengan Matahari," papar Thomas.

Selain Jupiter, planet lain yang juga cukup terang pada bulan ini adalah Mars. Planet yang sering disebut kembaran Bumi ini bisa dilihat mulai pukul 22.00 WIB hingga subuh.

"Tergolong paling terang, ciri warnanya merah," ujar dia.

Saturnus juga tak mau kalah. Planet bercincin ini kondisinya cukup terang pada bulan ini. Meski begitu, Saturnus harus dilihat menggunakan bantuan teleskop agar cincinnya nampak. Jika tidak menggunakan teleskop, Saturnus hanya terlihat seperti titik cahaya bintang saja.

Sementara Planet Uranus tergolong redup penampakannya. Namun dia tetap bisa dilihat sepanjang malam meski harus menggunakan teleskop. 


Flag Country

free counters