Dua lubang hitam akan tabrakan, berpotensi hancurkan galaksi

Dua lubang hitam akan tabrakan, berpotensi hancurkan galaksi


Ilmuwan antariksa asal California Institute of Technology (Caltech) menemukan dua buah lubang hitam alias black hole yang diperkirakan akan segera bertabrakan. Nah, tabrakan itu dipercaya akan sangat dahsyat dan menyebabkan hancurnya galaksi.

Untungnya galaksi yang akan hancur itu bukanlah galaksi Bima Sakti, melainkan galaksi bernama PG 1302-102. Ya, dua galaksi itu mendiami galaksi yang berada cukup jauh dari bumi dengan jarak 3,5 miliar tahun cahaya dari bumi, tepatnya di konstelasi bintang Virgo.

Apabila kedua lubang hitam itu akhirnya bertabrakan, akan ada energi sebesar 100 miliar ledakan bintang yang dihasilkan. Dampaknya, galaksi PG 1302-102 diprediksi akan hancur.

Bahkan, tabrakan tersebut akan menghasilkan sebuah tornado luar angkasa yang dapat mendorong bintang di sekitarnya menjauh dan mengalami perubahan orbit.

Dr. S. George Djorgovski dari Caltech mengatakan bila tabrakan fase akhir antar dua lubang hitam itu masih akan terjadi sekitar satu miliar tahun lagi, New York Times (08/01). Mengingat saat ini jarak keduanya masih sekitar satu satu tahun cahaya.

Mungkin satu miliar tahun memang waktu yang sangat lama bagi manusia, tetapi bagi benda-benda luar angkasa waktu seribu juta tahun bagaikan kedipan mata saja.

Ilmuwan Bikin Peta 219 Juta Bintang di Galaksi



Selama berabad-abad, tidak ada yang mengetahui, bahkan menghitung berapa banyak bintang di langit. Ilmuwan berhasil menjawabnya, bahkan melakukan pemetaan.


Astronom berhasil menciptakan peta bintang di galaksi dengan menggunakan cermin berukuran 2,5 meter dari teleskop Isaac Newton (INT) di Pulau Canary. Mereka adalah ilmuwan perbintangan dari University of Hertfordshire.


Dilansir melalui Daily Mail, Jumat 19 September 2014, para ilmuwan itu menghabiskan waktu selama 10 tahun untuk membuat peta dari 219 juta bintang tersebut. Program INT memetakan semua bintang yang lebih terang dari magnitudo ke-20, atau sekitar satu juta kali lebih redup daripada yang bisa terlihat oleh mata manusia.


Dalam grafik itu ditunjukkan bagian yang cukup terlihat dari wilayah utara galaksi, termasuk detail tentang fitur yang berbeda dari masing-masing 219 juta objek yang terdeteksi.


"Area yang terang adalah wilayah bintang. Semakin terang wilayah tersebut, semakin banyak bintang yang ada di dalam area itu," menurut peneliti dari University of Hertfordshire.


Mereka menyebutkan, jika peta baru ini bisa memberi mereka wawasan yang lebih baru dan nyata ke dalam struktur bintang, gas dan debu luar angkasa yang luas ini.


Temuan ini secara tidak langsung melengkapi apa yang telah ditemukan oleh astronom lainnya beberapa waktu lalu. Dalam temuan sebelumnya, ilmuwan menunjukkan adanya Laniakea, sebuah super-cluster raksasa di galaksi yang menaungi seluruh semesta, termasuk Bima Sakti.


Laniakea adalah bahasa Hawaii yang berarti "surga yang beragam". Kata itu mendeskripsikan struktur 500 juta tahun cahaya sepanjang wilayah yang berisi 100.000 galaksi dan massa dari ratusan kuadriliun Matahari.


Para ilmuwan telah lama menyadari jika galaksi tidak terdistribusikan secara acak tapi mereka berkelompok. Pada skala besar, galaksi membentang seperti mutiara, membentuk cahaya filamen. Kelompok tersebut menghasilkan superkluster galaksi yang bergerak dipengaruhi gravitasi.

Galaksi Bima Sakti berlokasi di pinggir salah satu cluster.


Fakta Bima Sakti


Milky Way diperkirakan berjarak 120.000 tahun cahaya dan terdiri lebih dari 200 miliar bintang.

Bima Sakti termasuk dalam galaksi berukuran "middle-weight". Sebab, galaksi yang terbesar, yang dikenal dengan nama IC 1101 terdiri atas sekitar 100 triliun bintang.

Dalam sebuah malam yang gelap, lalu melihat ke langit, jika terlihat sesuatu yang terang, bisa jadi itu merupakan kumpulan sekitar 2.500 bintang.

Seperti halnya dua per tiga galaksi yang bisa dikenali, Bima Sakti juga memiliki bentuk seperti spiral. Di tengah spiral itu banyak terdapat energi. Bahkan kadang-kadang sering tercipta pancaran sinar yang tajam.

Astronom percaya jika Bima Sakti tidak selalu memiliki pola spiral yang menakjubkan. Ukuran Bima Sakti dibentuk dengan cara memakan galaksi lainnya.


Lubang Hitam Monster Ditemukan di Galaksi Kerdil Tetangga Bimasakti





Astronom baru saja menemukan lubang hitam supermasif di salah satu galaksi terkecil di alam semesta yang masih tetangga Bimasakti.


Lubang hitam yang terdapat di galaksi kerdil itu memiliki bermassa 21 kali Matahari. Temuan lubang itu membuat astronom beranggapan bahwa lubang hitam supermasif di galaksi kerdil sebenarnya umum.


Sebelumnya, astronom hanya memastikan bahwa setiap galaksi besar memiliki lubang hitam yang masif. Lubang hitam itu eksis sejak "masa kanak-kanak" alam semesta, kurang lebih 800 juta tahun setelah Big Bang (13,8 miliar tahun lalu).


Tentang ada tidaknya lubang hitam di galaksi kerdil, astronom sebelumnya masih bertanya-tanya.


"Galaksi kerdil merujuk pada galaksi yang kecerlangannya tak sampai seperlima kecerlangan Bimasakti," kata Ani Seth, astronom dari University of Utah. Galaksi ini cuma berdiameter ratusan hingga ribuan tahun cahaya. Bimasakti berdiameter 100.000 tahun cahaya.


Hingga kemudian, Seth menginvestigasi galaksi yang disebut galaksi supermampat. Galaksi itu begitu padat bintang. "Ini ditemukan di kluster galaksi primer, bisa disebut kota di alam semesta," katanya seperti dikutip Space.com, Rabu (17/9/2014).


Galaksi yang diinvestigasi bernama M60-UCD01, sebuah galaksi supermampat paling terang yang diketahui saat ini.


Galaksi tersebut terletak pada jarak 54 juta tahun cahaya dari Bumi. Galaksi kerdil ini mengorbit galaksi besar yang letaknya dekat dengan Bimasakti, M60. Jarak M60-UCD01 dengan M60 sekitar 22.000 tahun cahaya.


Investigasi dilakukan dengan teleskop inframerah dan optik Gemini North berukuran 8 meter di Mauna Kea, Hawaii. 


Seth memperkirakan ukuran lubang hitam di M60-UCD01 dengan melihat gerakan bintang yang terdapat di galaksi itu. Dengan cara ini, ilmuwan bisa mengetahui massa yang dibutuhkan untuk menghasilkan medan gravitasi yang mampu menarik bintang-bintang di galaksi itu.


Lubang hitam supermasif di Bimasakti memiliki massa 4 juta lebih besar dari Matahari atau 0,01 persen dari massa Bimasakti (50 miliar kali Matahari).


Sementara itu, lewat investigasi, ditemukan bahwa lubang hitam di M60-UCD01 berukuran lima kali lebih besar dari lubang hitam Bimasakti. Massa lubang hitam di M60-UCD01 juga lebih besar, 140 juta kali Matahari, atau 15 persen dari massa galaksi induknya.


"Ini luar biasa, mengingat Bimasakti 500 kali lebih besar dan 1.000 kali lebih berat daripada galaksi kerdil M60-UCD01," kata Seth.


Astronom bingung. Bagaimana bisa sebuah galaksi kerdil punya lubang hitam begitu masif. Astronom memperkirakan, awalnya M60-UCD01 adalah sebuah galaksi besar. Namun, seiring pergerakannya, galaksi ini bertabrakan dengan M60. Saat itu, bagian tepi galaksi M60-UCD01 bergabung dengan M60, hanya tersisa bagian intinya.

Bimasakti Bakal Jadi Korban Kanibalisme Galaksi 5 Miliar Tahun Lagi



Bimasakti akan menjadi korban dari kanibalisme galaksi. Galaksi kita akan dimakan oleh galaksi tetangga, Andromeda, 5 miliar tahun lagi. 


Itu terungkap dalam studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society pada Jumat (19/9/2014).


Astronom mempelajari lebih dari 22.000 galaksi. Mereka menganalisis faktor-faktor yang menentukan pertumbuhannya.


Lewat studi itu, astronom menemukan bahwa galaksi-galaksi kecil lebih efektif dalam menghasilkan bintang baru. Mereka tumbuh dengan cara itu.


Sebaliknya, galaksi-galaksi besar lambat dalam menghasilkan bintang. Mereka tumbuh dengan memakan galaksi-galaksi kecil.


"Semua galaksi bermula dari ukuran kecil, tumbuh dengan mengumpulkan gas dan mengubahnya menjadi bintang," kata Aaron Robotham dari University of Western Australia.


"Kemudian pada akhirnya mereka akan dimakan oleh galaksi yang lebih besar," imbuhnya seperti dikutip IBTimes, Sabtu (20/9/2014).


Robotham yang menjadi penulis utama dalam studi ini mengatakan, Bimasakti dalam waktu 4 miliar tahun mendatang akan tumbuh lebih besar.


Pasalnya, galaksi kita akan memakan Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil, galaksi tetangga yang berukuran lebih kecil.


Namun, tumbuh besarnya Bimasakti cuma sementara. Sekitar 5 miliar tahun lagi, Bimasakti bakal musnah dimakan Andromeda.


"Secara teknis, Andromeda akan memakan kita karena lebih masif," kata Robotham yang menjadi peneliti di International Centre for Radio Astronomy Research.


Galaksi besar bisa memakan galaksi kecil karena mampu menghasilkan gravitasi yang lebih besar untuk menarik. 


Gravitasi bakal mengonsolidasi galaksi-galaksi yang tersebar dalam beberapa grup atau kluster menjadi hanya beberapa galaksi-galaksi besar.


Studi ini dilakukan dengan menganalisis data yang dihasilkan lewat pengamatan dengan Anglo-Australian Telescope di New South Wales dan survei Galaxy And Mass Assembly.

Astronom Menduga Alien Ada di Galaksi Bimasakti

TEXAS--Para ilmuwan astronomi sejak lama memburu planet-planet yang mampu mendukung kehidupan. Salah satu syarat kondisi itu adalah keadaan ideal planet dari bintang induknya dan juga tersedianya air.

Dalam pencarian planet-planet di galaksi lain, para ilmuwan mulai beralih ke galaksi Bimasakti. Dengan jutaan planet yang ada di galaksi Bimasakti terbuka kemungkinan masing-masing dipenuhi dengan bentuk-bentuk kehidupan yang kompleks.

"Di satu sisi, tampaknya sangat tidak mungkin kita sendirian. Namun pertemuan dengan bentuk (alien) tersebut mungkin tidak dalam waktu dekat ini," kata Louis Irwin, profesor emeritus di University of Texas di El Paso, seperti dimuat rt, (1/6).

Tim peneliti tiba pada kesimpulan itu setelah memeriksa lebih dari 1.000 eksoplanet terkait karakteristik tertentu seperti usia, komposisi kimia, kepadatan, suhu dan jarak dari bintang induknya.

Dari informasi yang tersedia, peneliti membuat ukuran "indeks kompleksitas biologis" (BCI) yang berkisar antara 0 - 1,0. Agka indeks ditentukan oleh jumlah dan tingkat karakteristik penting untuk mendukung berbagai bentuk kehidupan multisel.

"Planet dengan nilai BCI tertinggi cenderung lebih besar, lebih hangat , dan lebih tua dari Bumi," tambah Irwin.

Ada sekitar 10 miliar bintang di Bimasakti, dan rata-rata bintang memiliki planet, yang berarti ada sekitar 100 juta planet kemungkinan memiliki beberapa bentuk kehidupan yang kompleks.

Hambatan utama bagi para astronom dalam membuktikan teori mereka adalah jarak yang jauh antara bumi dan tata surya berikutnya . Yang paling dekat adalah sistem Gliese 581, berjarak 20 tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang diperlukan seberkas cahaya berjalan dalam satu tahun.

Inilah Foto Alam Semesta Paling Berwarna, Memuat 10.000 Galaksi




Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) merilis citra terbaru alam semesta. Citra itu adalah gambaran alam semesta yang paling berwarna.

Citra dihasilkan dari paduan foto yang diambil dengan Advanced Camera for Survey dan Wide Field Camera 3 pada teleskop antariksa Hubble pada tahun 2003 dan 2012.

Panorama alam semesta ini adalah yang pertama kali memanfaatkan sinar ultraviolet dalam pencitraannya, selain cahaya tampak dan inframerah.

Hasil "jahitan" dari 800 foto tersebut menunjukkan 10.000 galaksi di alam semesta, dari yang muda hingga yang usianya mendekati Big Bang (13 miliar tahun).

Pemanfaatan sinar UV dalam citra ini penting. Hingga kini, astronom belum punya banyak data tentang alam semesta pada masa 5-10 miliar tahun lalu, saat banyak bintang terbentuk.

Harry Teplitz dari California Institute of Technology, seperti dikutip Gizmodo, Selasa (3/6/2014), mengatakan, "Penambahan sinar ultraviolet mengisi gap itu.

Planet dari Galaksi Asing Ini Diduga Mampu Mendukung Kehidupan




Sebuah planet yang berasal dari galaksi lain diduga mampu mendukung kehidupan. Kini, planet itu terlempar ke galaksi kita setelah galaksi kampung halamannya hancur ditabrak oleh Bimasakti.

Planet bernama Kapteyn b yang sebenarnya baru saja ditemukan oleh astronom itu berjarak 13 tahun cahaya dari Bumi, tergolong dekat. Jarak planet dengan bintang induknya tak begitu dekat ataupun jauh sehingga suhunya pas dan memungkinkan adanya air dalam bentuk cair.

Penemuan planet yang ukurannya 5 kali lebih besar dari Bumi atau disebut Bumi-Super ini dipublikasikan di Monthly Notices of the Royal Astronomical Society Letters pada bulan Juni 2014.

Pamela Arriagada dari Carniegie Institution yang terlibat riset mengatakan, "Menemukan sistem keplanetan stabil dengan planet yang berpotensi mendukung kehidupan di salah satu bintang yang terdekat sangat menarik."

Astronom mengatakan, bintang kerdil coklat bernama Kapteyn yang menjadi bintang induk Kapteyn b berusia 11,5 miliar tahun, dua kali lebih tua dari Bumi dan hanya 2 miliar tahun lebih muda dari alam semesta (13,8 miliar tahun).

"Planet ini adalah satu lagi bukti bahwa hampir semua bintang di alam semesta punya planet dan bahwa planet yang berpotensi mendukung kehidupan di galaksi kita sama umumnya dengan pasir di pantai," jelas Arriagada seperti dikutip Daily Mail, Rabu (4/6/2014).

Apakah kehidupan pernah ada di sana? Itu belum pasti. Namun, dengan usianya yang sudah tua, kemungkinan itu ada dan mungkin lebih maju dari Bumi.

Kepteyn b punya satu saudara, Kapteyn c. Akan tetapi, Kapteyn c mengorbit bintangnya pada jarak yang cukup jauh dari bintangnya sehingga dingin dan tak memungkinkan air dalam bentuk cair ada.

Astronom menemukan Kapteyn b dengan instrumen di Observatorium Cile dan Hawaii. Cara penemuannya adalah dengan mengamati "goyangan" bintang akibat planet yang mengitarinya. Bintang Kapteyn sendiri, kata astronom, bisa diamati oleh astronom amatir dengan teleskop. Bintang itu berada di selatan konstelasi Pictor.

Astronom Menduga Alien Ada di Galaksi Bimasakti



TEXAS--Para ilmuwan astronomi sejak lama memburu planet-planet yang mampu mendukung kehidupan. Salah satu syarat kondisi itu adalah keadaan ideal planet dari bintang induknya dan juga tersedianya air.
Dalam pencarian planet-planet di galaksi lain, para ilmuwan mulai beralih ke galaksi Bimasakti.  Dengan jutaan planet yang ada di galaksi Bimasakti terbuka kemungkinan masing-masing dipenuhi dengan bentuk-bentuk kehidupan yang kompleks.

"Di satu sisi, tampaknya sangat tidak mungkin kita sendirian. Namun pertemuan dengan bentuk (alien) tersebut mungkin tidak dalam waktu dekat ini," kata Louis Irwin, profesor emeritus di University of Texas di El Paso, seperti dimuat rt, (1/6).

Tim peneliti tiba pada kesimpulan itu setelah memeriksa lebih dari 1.000 eksoplanet terkait karakteristik tertentu seperti usia, komposisi kimia, kepadatan, suhu dan jarak dari bintang induknya.
Dari informasi yang tersedia, peneliti membuat ukuran "indeks kompleksitas biologis" (BCI) yang berkisar antara 0 - 1,0. Agka indeks ditentukan oleh jumlah dan tingkat karakteristik penting untuk mendukung berbagai bentuk kehidupan multisel.

"Planet dengan nilai BCI tertinggi cenderung lebih besar, lebih hangat , dan lebih tua dari Bumi," tambah Irwin.
Ada sekitar 10 miliar bintang di Bimasakti, dan rata-rata bintang memiliki planet, yang berarti ada sekitar 100 juta planet kemungkinan memiliki beberapa bentuk kehidupan yang kompleks.

Hambatan utama bagi para astronom dalam membuktikan teori mereka adalah jarak yang jauh antara bumi dan tata surya berikutnya . Yang paling dekat adalah sistem Gliese 581, berjarak 20 tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang diperlukan seberkas cahaya berjalan dalam satu tahun.



Ada Planet Alien Raksasa di Pusat Galaksi Kita




KOMPAS.com — Tim astronom menemukan planet alien raksasa berukuran empat kali Yupiter, planet terbesar di Tata Surya, di wilayah pusat galaksi Bimasakti yang sering disebut "Milky Way bulge". 

Planet alien itu ditemukan dengan metode yang disebutgravitational microlensing. Dengan metode itu, astronom memanfaatkan dua bintang yang terletak segaris dari sudut pandang Bumi serta menggunakan salah satunya sebagai lensa untuk memperbesar cahaya dari bintang yang jauh.

Dengan teknik tersebut, ditambah dengan adanya distorsi cahaya, astronom bisa menemukan planet-planet yang mengitari sebuah bintang, memperkirakan ukurannya, sekaligus jaraknya, apakah berada di zona yang tepat untuk mendukung kehidupan.

Planet alien di pusat Bimasakti yang ditemukan kali pertama ini masih disebut dengan kodenya, yakni MOA-2011-BLG-293Lb atau belum dinamai. Meski demikian, astronom berhasil menguak beberapa fakta tentangnya.

Astronom, seperti diberitakan Physorg, Kamis (17/10/2013), mengungkapkan bahwa planet itu berada di zona layak huni. Namun, manusia tak bisa berharap menghuninya sebab planet itu ternyata planet gas raksasa.

Temuan ini merupakan temuan planet alien pertama di zona layak huni di pusat Bimasakti. Planet ini berjarak sekitar 25.000 tahun cahaya dari Bumi. Sementara itu, jarak planet dari bintangnya adalah 164,5 juta kilometer. 

Penelitian yang membuahkan penemuan planet alien ini dipimpin oleh V Battista dari Departemen Astronomi di University of Ohio. Planet alien sendiri bukan dimaknai sebagai planet milik alien, melainkan planet yang letaknya di luar Tata Surya.

Supernova Baru Ditemukan di Galaksi Cerutu




KOMPAS.com - Ada kejadian menarik bagi pengamat di langit utara yang tak boleh dilewatkan! Target terbaik bagi para astronom amatir. Obyek itu tak lain sebuah kejadian maha dasyat di alam semesta. Ledakan bintang! Yup! Ada bintang meledak di galaksi Messier 82 yang disingkat juga M82! 

Supernova baru ini jaraknya tidak jauh dari Bumi. Hanya 12 juta tahun cahaya! Dekat bukan? Setidaknya ini adalah supernova terdekat lainnya yang dilihat semenjak tahun 1987 saat para pengamat berhasil melihat SN 1987A, supernova yang jaraknya hanya 168000 tahun cahaya di nebula Tarantula di Awan Magellan Besar.

Pengamatan Supernova di M82

Supernova di M82 yang diberi kode PSN J09554214+6940260 tersebut pertama kali ditemukan oleh tim mahasiswa dari University of London Observatory yang dipimpin oleh Dr. Steve Fossey di Messier 82 / M82 aka si Galaksi Cerutu.  

Setelah menemukan supernova di M82, laporan pun dikirimkan ke International Astronomical Union’s Central Bureau for Astronomical Telegrams, untuk diumumkan dan ditindaklanjuti pengamatannya oleh astronom di seluruh dunia. Sebenarnya tidak benar-benar di seluruh dunia, mengingat galaksi cerutu ini hanya tampak di langit utara.

Pengamatan lanjutan yang dilakukan oleh tim Ernesto Guido, Nick Howes & Martino Nicolini dengan menggunakan teleskop milik iTelescope di New Mexico berhasil mengkonfirmasi keberadaan supernova baru tersebut. Konfirmasi keberadaan supernova di M83 juga berhasil dilakukan oleh astronom amatir Robin Scagell dari Inggris menggunakan teleskop di New Mexico dan  astronom Rusia, L Elenin dan I Molotov, dengan teleskop 0.4 meter di Observatorium ISON-NM, Mayhill.

Laporan yang dikirimkan ke International Astronomical Union’s Central Bureau for Astronomical Telegrams masih belum menghasilkan nama resmi bagi sang supernova, namun tampaknya ia akan menyandang nama SN 2014I.

Dalam citra awal yang diambil pengamat, yang tampak adalah sebuah gumpalan terang dalam  cerutu sang galaksi. Menariknya, supernova di M82 tersebut tidak hanya bisa dilihat oleh teleskop besar. Teleskop kecil dan binokuler pun bisa menikmati kehadirannya, meski ia tampak hanya seperti noda.  Setidaknya dengan kecerlangan 11 magnitudo dan sedang mendekati puncak, astronom profesional dan astronom amatir dapat menikmati ledakan maha dasyat di galaksi Cerutu.

Diperkirakan supernova di M82 ini masih akan bertambah cerlang sampai magnitudo 8 dan akan tampak seperti noda jika diamati menggunakan binokuler dan teleskop kecil.  Sayangnya, pengamat di langit selatan tidak akan dapat menikmati fenomena tersebut. Galaksi Cerutu dimana supernova tersebut berada tampak di Rasi Ursa Mayor aka si Beruang Besar aka si Gayung Besar yang hanya bisa dinikmati oleh pengamat di langit utara.

Supernova Tipe Ia

Dalam laporan awal yang diberikan oleh Steve Fossey, spektrum PSN J09554214+6940260 menunjukkan kalau supernova tersebut merupakan Supernova Tipe Ia, yang terjadi sebagai akibat ledakan bintang katai putih. 

Hal menarik lainnya, Galaksi Cerutu dikenal sebagai galaksi yang memiliki laju pembentukan bintang yang tinggi. Artinya sebagian besar bintang yang ada di galaksi ini merupakan bintang muda.  

Jika ada supernova maka yang memungkinkan terjadi adalah ledakan bintang dari keruntuhan inti bintang tunggal bermassa besar. Bintang katai putih merupakan bintang tua yang berasal dari evolusi bintang – bintang bermassa Matahari. Penemuan supernova tipe Ia di galaksi M82 tentunya mengundang rasa ingin tahu lebih lagi terkait kehadiran bintang-bintang tua di galaksi tersebut.

Pada Supernova Tipe Ia, bintang katai putih yang meledak merupakan anggota dari bintang ganda. Mengapa bintang katai putih yang “dingin” ini bisa meledak? 

Dalam interaksinya dengan si bintang pasangan, bintang katai putih akan menarik sejumlah besar materi dari bintang pasangannya.  Saat terjadi transfer materi, massa bintang katai putih tentunya bertambah. Saat massa bintang katai putih mencapai 1,44 massa Matahari maka terjadilah ledakan dasyat yang dikenal sebagai Supernova tersebut. 

Massa 1,44 massa Matahari dikenal juga sebagai limit Chandrasekhar yakni massa maksimum yang bisa dimiliki bintang katai putih. Jika bintang katai putih mencapai limit Chandrasekhar, tekanan di pusat bintang akan mencapai batas ambang dimana inti karbon dan oksigen akan memulai pembakaran yang tidak terkontrol yang memicu terjadinya ledakan.

Supernova Tipe Ia juga dikenal sebagai lilin standar dalam penentuan jarak di astronomi. Artinya, luminositas ledakannya dapat digunakan untuk mengukur jarak obyek dan kunci penting dalam pengukuran alam semesta yang memuai dipercepat. Dan hasil pengukuran itu membawa kesimpulan bahwa pemuaian alam semesta yang dipercepat disebabkan oleh keberadaan energi gelap yang diperkirakan mencapai 70%.  

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang energi gelap, penyebab percepatan pemuaian alam semesta, para astronom harus terus menerus mempertajam pengukuran menggunakan supernova tipe Ia sehingga bisa menghasilkan pengukuran yang lebih presisi.

Permasalahan yang timbul dari pengukuran jarak dengan Supernova Tipe Ia adalah bintang apakah yang merupakan bintang leluhur si supernova dan dampak seperti apa yang ditimbulkan oleh debu pada pengukuran. 

Karena itu, penemuan Supernova di M82 tersebut menjadi hal yang sangat penting. Supernova di Galaksi Cerutu yang dilihat para astronom terhitung masih muda, yang artinya para astronom punya kesempatan untuk bisa menjejak penyebab ledakan. Dan dengan lokasinya yang dekat hanya 12 juta tahun cahaya, Teleskop Hubble sudah memiliki citra galaksi Cerutu jauh sebelum si bintang meledak sehingga para astronom bisa menelusuri dan melihat bintang leluhurnya.

Dalam laporan pengamatan yang diserahkan pada IAU, PSN J09554214+6940260 disebutkan memerah, yang artinya supernova terjadi pada lingkungan yang berdebu. Dengan demikian, para astronom akan dapat menganalisa dampak yang diberikan oleh debu pada warna Supernova dan bisa digunakan untuk mengetahui dampaknya pada pengukuran jarak. Hasil tersebut akan digunakan untuk mengkalibrasi supernova lainnya. Dan voila kita bisa memiliki pengukuran yang lebih tajam!

Peneliti Temukan Bintang Baru di Bima Sakti




Sekelompok bintang baru ditemukan di galaksi Bima Sakti. Menurut tim peneliti internasional, bintang-bintang ini diperkirakan merupakan sisa-sisa dari galaksi kecil tetangga dekat galaksi kita.


Kemungkinan besar, kelompok bintang-bintang ini ditarik oleh kekuatan gravitasi Bima Sakti sekitar 700 juta tahun yang lalu ke dalam Bima Sakti.
“Posisinya sangat dekat dengan Bumi kita,” kata Mary Williams, astrofisikawan dan ketua tim peneliti dari Astrophysical Institute Postdam (AIP) di Postdam, Jerman seperti dikutip dari Cosmosmagazine, 8 Februari 2011. “Meski dekat, kita sulit melihatnya.”

Williams dan timnya menemukan bintang-bintang yang disebut sebagai Aquarius stream  – karena dekat dengan konstelasi Aquarius – menggunakan pengukuran berbasis kecepatan radial dari bintang-bintang di kawasan Bima Sakti yang ditangkap oleh Radial Velocity Experiment (RAVE) milik teleskop Schmidt di New South Wales, Australia.
Penelitian RAVE sendiri mengukur kecepatan radial – seberapa cepat sebuah bintang bergerak mendekati atau menjauhi Bumi – dengan cara menganalisa perubahan spektrum yang dipancarkan oleh bintang tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Menggunakan data yang ditemukan, Williams dan timnya mendapati bahwa sebuah kelompok yang terdiri dari 15 bintang di konstelasi Aquarius bergerak dengan cara yang jauh berbeda dengan bintang-bintang yang ada di sekitarnya.
“Selain itu, secara astronomi, bintang-bintang ini sangat muda, berusia 700 juta tahun bila dibandingkan dengan bintang-bintang lain di sekelilingnya yang sudah berusia miliaran tahun,” kata Williams. “Menemukan sisa-sisa galaksi yang tersedot seperti Aquarius stream ini semakin memperjelas apa yang sebelumnya hanya merupakan teori dan fakta sebenarnya.”
Seperti sudah dikabarkan sebelumnya, tabrakan Bima Sakti berikutnya dengan galaksi lain adalah dengan galaksi Andromeda, sekitar 3 miliar tahun mendatang.

Zona Gelap Galaksi




Galaksi kita, galaksi Bima Sakti, sebenarnya bukan hanya terdiri dari bintang-bintang, tetapi juga awan gas dan debu yang biasanya disebut awan molekul. Seperti halnya awan di angkasa bumi menghalangi pengamatan bintang, awan molekul menghalangi pengamatan galaksi-galaksi luar yang lebih jauh dari bintang-bintang yang biasa kita lihat. Akibat serapan cahaya oleh kumpulan awan molekul di hampir seluruh bidang galaksi kita itu, menyebabkan daerah langit yang dilalui Bima Sakti sebagai zona gelap. Hanya sebagian kecil saja yang sedikit mengandung awan molekul yang dikenal sebagai jendela galaksi, misalnya di sekitar Puppis. Di daerah Puppis ini jumlah galaksi luar yang teramati relatif banyak dibandingkan dengan di daerah bidang galaksi lainnya.

Untuk mengetahui lebih jelas struktur alam semesta dalam skala besar, telaah sebaran galaksi-galaksi di zona gelap ini sangat diperlukan. Tetapi bagaimana? 


Galaksi-galaksi luar itu memancarkan sinar infra merah yang cukup kuat. Sifat sinar infra merah yang utama adalah kemampuannya menembus halangan awan molekul. Sehingga kalau kita menggunakan kamera yang peka menangkap pancaran sinar infra merah dari galaksi-galaksi luar itu, kita akan melihat lebih banyak galaksi luar di zona gelap itu.


Maka pencarian galaksi di zona gelap itu dilakukan terutama dengan memanfaatkan hasil survai langit yang mendeteksi pancaran sinar infra merah. Pencarian ini dapat dilakukan dengan memanfaatklan data IRAS (Infrared Astronomical Satelite) yang dikonfirmasikan secara visual pada foto langit (paper print) POSS (Palomar Observatory Sky Survey) dan atlas inframerah UK Schmidt.


Dari hasil pencarian itu diperoleh ribuan galaksi di zona gelap itu. Setelah dianalisis, struktur sebarannya menunjukkan adanya kesinambungan gugus galaksi raksasa yang membentuk filamen Hydra dan Puppis dan beberapa filamen lainnya. Sebelumnya struktur yang “terpenggal” oleh zona gelap masih merupakan teka-teki, apakah struktur itu bersambung atau memang terpenggal.

Dengan telaah sinar infra merah yang dipancarkan galaksi-galaksi luar teka-teki itu terjawab. Tetapi masih diperlukan telaah lebih mendalam untuk mempelajari struktur alam semesta yang lebih lengkap lagi. Kini dengan teleskop pendeteksi sinar infra merah yang lebih canggih yang berada di satelit di luar angkasa usaha itu masih diteruskan. Semakin jauh kita menembus kedalaman langit menguak struktur alam semesta, kita akan makin tahu kekecilan galaksi kita, apalagi bumi dan diri kita sendiri.

Apa itu Gugusan Galaksi ?

Bila kita melihat foto langit hasil pemotretan dengan teleskop besar, misalnya foto survai langit oleh observatorium Palomar (Palomar Observatory Sky Survey, POSS), yang terlihat adalah titik-titik putih. Itu adalah bintang-bintang yang berada di galaksi kita. Kalau kita teliti lebih cermat dengan menggunakan lup (kaca pembesar), pada daerah-daerah tertentu ada titik-titik yang bentuknya bukan seperti titik biasanya, melainkan berbentuk agak lonjong atau bahkan disertai bentuk “S” yang kabur. Objek-objek seperti itu adalah galaksi yang sangat jauh. Karena jaraknya yang amat jauh, ratusan milyar bintang pada galaksi itu hanya tampak sebagai satu noktah terang. Di beberapa daerah langit kita bisa menjumpai adanya kumpulan galaksi di sela-sela titik-titik bintang.

Dengan mempelajari spektrum cahaya galaksi-galaksi itu, astronom bisa menentukan jaraknya. Ternyata galaksi-galaksi itu berkelompok. Kelompok terkecil menempati ruang dalam skala tiga juta tc (tc : tahun cahaya, jarak yang ditempuh cahaya dalam waktu satu tahun dengan kecepatan 300.000 km/detik; 9,5 trilyun km), misalnya yang disebut grup lokal yang berisi 21 galaksi, termasuk galaksi kita (galaksi Bima Sakti). Kelompok-kelompok kecil itu membentuk kelompok yang lebih besar yang disebut gugus raksasa (supercluster). Gugus raksasa itu menempati ruang berskala 60 juta tc atau lebih.

Menurut hasil penelitian dalam dasa warsa terakhir ini, diketahui bahwa struktur alam semesta terdiri dari gugus raksasa yang membentuk seperti pita (filamen) atau bidang dan void (kehampaan) yang besar. Void didefinisikan sebagai ruang alam semesta yang tidak mengandung galaksi dalam rentang 90 juta tc.

Sebagian besar gugus galaksi itu berkumpul dalam gugus raksasa yang berbentuk seperti bidang yang disebut bidang super galaktik. Gugus raksasa lainnya yang telah diketahui berbentuk filamen, misalnya filamen Hydra (melalui rasi Hydra) dan filamen Puppis (melalui rasi Puppis).

Struktur gugus raksasa itu kini terus dipelajari untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang struktur alam semesta kita. Tetapi para astronom mendapat kendala karena ada langit yang tidak transparan, sehinggga di daerah itu sedikit sekali galaksi luar yang terlihat. Daerah itu disebut zona langka galaksi atau zona gelap (zone of avoidance), yang struktur sebaran galaksinya tidak banyak kita ketahui.

Problem Penentuan Jarak Ekstragalaksi


Memasuki abad ke-20, salah satu problem terpenting dalam astronomi adalah  penentuan skala Bima Sakti kita dan apakah  galaksi-galaksi lain (saat itu masih disebut  nebula dan disamakan dengan awan-awan gas lain) merupakan bagian dari Bima Sakti kita  atau merupakan sebuah aglomerasi bintang-bintang yang identik dengan Bima Sakti, sebuah  “pulau kosmik” atau  island universe sebagaimana telah dibayangkan oleh Thomas Wright  dan Immanuel Kant secara terpisah. Pertanyaan kedua akan mudah dijawab apabila kita  dapat mengetahui besarnya Galaksi Bima Sakti dan juga jarak menuju nebula-nebula  tersebut. Problem penentuan jarak menuju  nebula-nebula inilah yang kemudian menjadi  studi sendiri yang disebut problem penentuan  jarak ekstragalaksi. Setelah disadari bahwa  Bima Sakti adalah sebuah kumpulan bintang  yang membentuk sebuah sistem bernama  galaksi dan bahwa nebula-nebula lain yang jaraknya luar biasa jauh itu juga merupakan  sebuah galaksi tersendiri, melalui sebuah perdebatan yang panjang terutama antara Harlow  Shapley dan Heber Curtis—yang kemudian disebut sebagai  The Great Debate, maka studi  galaksi untuk memahami proses fisika yang berlangsung dalam sistem bintang ini pun  menemukan kemapanannya. 

Selanjutnya, pada tahun 1929, Edwin Powell Hubble menunjukkan, melalui observasi pergeseran merah  (redshift) galaksi-galaksi yang jauh,  bahwa galaksi-galaksi bergerak menjauhi kita dan memberikan bukti tak terbantahkan  bahwa alam semesta mengembang. Laju pengembangan alam semesta ini berhubungan  secara proporsional terhadap radius alam  semesta dan konstanta yang kemudian disebut  Konstanta Hubble. Konstanta ini memegang peranan penting dalam kosmologi karena tidak  hanya memberitahu kita laju pengembangan alam semesta tetapi juga kerapatan alam 2 semesta, besarnya percepatan (atau perlambatan) pengembangan alam semesta, usia alam  semesta, dan radius alam semesta teramati. Penentuan Konstanta Hubble yang akurat  membawa permasalahan tersendiri. Kecepatan  resesi galaksi dapat diperoleh dengan  mudah, namun penentuan jarak menjadi problem tersendiri karena semakin jauh objek  semakin sulit jaraknya dapat ditentukan dengan akurat. 

Problem penentuan jarak ekstragalaksi menjadi penting dalam studi fisika galaksi  karena informasi jarak yang akurat terhadap objek-objek ekstragalaksi tidak hanya  memungkinkan kita, pada hal yang paling dasar, menghitung kecerlangan sejati atau  luminositas dari objek tersebut dan mencoba  memperoleh properti  mendasar dari objekobjek jauh tersebut: bagaimana mekanisme  produksi energinya, tetapi juga dapat menentukan besarnya Konstanta Hubble dengan lebih akurat. Berbagai cara pun  dikembangkan untuk menentukan jarak ekstragalaksi yang lebih teliti.  Prinsip penentuan jarak ekstragalaksi sama sekali berbeda dengan penentuan objekobjek di dalam galaksi kita. Metode tradisional dalam astronomi, paralaks trigonometri,  tidak dapat digunakan karena sudut paralaks  yang dihasilkan dari objek-objek tersebut  sangat kecil dan tak terukur. Sebagai ilustrasi, galaksi Awan Magellan Besar yang berjarak  50 kpc dari galaksi kita, akan memiliki sudut paralaks sebesar 2×10-5 detik busur, sebuah sudut luar biasa kecil yang belum bisa diukur oleh instrumen pengukur sudut manapun. 

Metode paralaks spektroskopi atau metode  main sequence fitting, yang mengasumsikan  bahwa bintang dengan kelas  spektrum dan kelas luminositas yang sama akan memiliki  magnitudo mutlak yang sama, tak dapat dilakukan karena bintang pada galaksi luar terlalu  jauh sehingga tidak dapat diresolusikan menjadi bintang individual yang dapat ditentukan  kelas spektrumnya.  Masalah ini didekati dengan menggunakan lilin standar (standard candle), yaitu dengan  mengasumsikan bahwa sebuah objek atau properti objek yang digunakan sebagai standar  pengukuran akan memiliki sifat dan keberlakuan yang sama di manapun di jagat raya ini  (Liddle, 2003). Dengan kata lain, alam semesta bersifat isotropis dan homogen, sehingga  hukum-hukum fisika di manapun berlaku  serba sama dan dengan demikian dapat  dibandingkan satu sama lain dengan gejala fisika di Galaksi kita (Sérsic, 1982). Lilin standar  yang sudah dipahami dengan baik dapat menjadi indikator utama yang didefinisikan oleh  Sérsic (1982) sebagai metode penentuan jarak yang dapat dikalibrasi di dalam Galaksi kita  melalui metode-metode geometri. Dengan indikator utama ini, jarak menuju galaksi di  sekitar Bima Sakti  (Local Group) dan beberapa dari  group terdekat dapat ditentukan.  Kelemahan dari indikator utama adalah terbatasnya rentang jarak yang masih ditentukan 3 dengan akurasi tinggi, sehingga dibutuhkan indikator sekunder dan tersier yang dikalibrasi  dengan galaksi lokal yang jaraknya ditentukan melalui indikator utama. Indikator sekunder  dan tersier dapat menjangkau jarak yang lebih jauh namun akurasinya lebih rendah daripada indikator utama.



Bintang variabel Cepheid


Jarak ekstragalaksi menjadi penting dalam kosmologi  karena unit terkecil dalam  studi ini adalah galaksi dan oleh karena itu harus ada sebuah cara untuk menentukan jarak  ekstragalaksi. Usaha ini dimulai dengan menetapkan standard candle atau lilin penentu jarak  yang mengasumsikan bahwa sebuah objek yang dijadikan acuan pengukuran akan memiliki  keberlakuan yang sama di bagian mana pun di alam semesta. Lilin standar dibagi ke dalam  beberapa kelas menurut tingkat reliabilitasnya dan bintang variabel Cepheid menempati  posisi teratas sebagai indikator utama. 

Cepheid adalah bintang yang berdenyut dengan teratur sehingga ia dapat diamati  kembali pada waktu yang lain. Periode denyutan Cepheid terkait secara linear dengan  kecerlangan intrinsiknya melalui hubungan  M =  δ logP +  ρ (disebut sebagai Hubungan  Peiode-Luminositas), sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk menentukan jarak  sebuah objek. Luminositas Cepheid sangat tinggi (-2>MV>-6) sehingga dapat diamati pada  galaksi-galaksi yang jauh dan variabilitasnya sangat tinggi sehingga ia mudah dikenali dan  diisolasi. Freedman et.al (2001) menekankan pentingnya Cepheid sebagai indikator utama  adalah karena Cepheid adalah objek muda yang banyak berada pada piringan galaksi spiral  sehingga galaksi yang diukur jaraknya dengan metode ini dapat menjadi kalibrator bagi  metode-metode yang mengeksploitasi keunikan galaksi spiral, seperti Hubungan TullyFisher.

Sepuluh Kluster Galaksi Baru Ditemukan


Alam semesta akan terlihat semakin padat setiap harinya. Planet, asteroid, bintang dan galaksi ditemukan setiap tahunnya dalam jumlah yang cukup banyak. Situs web Discovery hari ini memberitakan tentang penemuan 23 kluster galaksi atau gugusan bintang-bintang yang terdiri dari beberapa galaksi oleh Atacama Cosmology Telescope (ACT). Di antara 23 klustergalaksi yang ditemukan itu, 10 di antaranya merupakan kluster galaksi baru. Penemuan itu akan dilaporkan di Astrophysics Journal yang akan terbit tanggal 10 November nanti. Misi penemuan kluster baru galaksi ini mulai dilakukan pada tahun 2008. 

Para peneliti menggunakan teknologi ACT yang akan mengumpulkan gelombang mikro untuk mampu mencitrakan kluster galaksi yang ingin ditemukan. Mereka memilih Gurun Atacama di Chile sebagai tempat observasi agar kerja ACT tak banyak terganggu karena banyak uap air. "Observasi di Atacama yang dipimpin oleh Luman Page dari Princeton University ini bermisi menemukan 'bayangan' yang selama ini dimaksudkan para ilmuwan sebagai kluster galaksi," kata Felipe Menanteau, peneliti dari School of Arts and Science, Rutgers, mengungkapkan tujuan dari observasi itu. 

Bayangan yang dimaksud adalah bayangan kluster galaksi yang tercitra dalam ACT. Bayangan tersebut tercipta akibat adanya gas panas dalam kluster kosmik yang menyebabkan radiasi latar belakang kosmik meningkat energinya. Akibat peristiwa itulah, kluster galaksi tampak dalam bentuk bayangan. Menanggapi hasil penelitian ini, Priyamvada Natarajan, professor fisika dan astronomi yang terlibat dalam penelitian ini mengatakan, "Hasil penelitian ini akan membangun inventaris kami tentang bagian alam semesta yang paling jauh dan massif. Ini juga akan memberi tantangan penting pada model kosmos yang sekarang diterima. Saya bangga dengan temuan ini." Sejumlah peneliti yang terlibat dalam observasi ini, selain Menanteu dan Natarajan, adalah Jack Hughes dari Rutgers dan Jorge Gonzales dari Pontifical Catholic University of Chile (PUC).


Bukti Keberadaan Dentuman Besar (Big Bang)


• Pengembangan Alam Semesta
– Alam semesta steady-state

• The Cosmic Microwave Background
– Penzias and Wilson
      • Akhir teori steady-state

• Kelimpahan Unsur Ringan
– Hidrogen, helium, and lithium

Pergeseran Merah dan Hukum Hubble




Edwin Hubble dan Penemuan Galaksi


• Hubble

– Teleskop terbesar
– Menggunakan bintang  variabel cepheid untuk mengukur jarak nebula

• Galaksi
Hubble menemukan bahwa alam semesta adalah milyaran galaksi

Tabrakan Kosmik: Lahirnya Galaksi


Jika kita bisa menciptakan mesin pemercepat waktu sehingga bisa melihat masa depan, kita  semua akan menyaksikan perhelatan kolosal yang terjadi di depan mata kita. Galaksi Milky  Way, tempat matahari dan planet bumi kita berada, akan bertabrakan dengan galaksi  Andromeda, galaksi tetangga terdekat Milky Way.  

Andromeda melayang mendekati Milky Way dengan kecepatan 300.000 mil per jam, 100 kali  lebih cepat daripada peluru yang melesat dengan kecepatan tinggi. Ketika bertabrakan,  Andromeda akan mengubah galaksi Milky Way kita selamanya.  

Jutaan bintang akan terlempar dari orbitnya. Awan debu dan gas angkasa akan bertabrakan di  antaranya. Lantaran sedemikian kerasnya tabrakan tersebut, lahir jutaan bintang baru. Proses  yang terjadi selama ratusan juta tahun itu akan merobek struktur dua galaksi raksasa tersebut. 

Hal itu disimpulkan oleh para ahli astronomi di Lembaga Penerbangan dan Antariksa Amerika  Serikat, NASA, setelah mengamati bertahun-tahun objek angkasa yang membawa mereka  kepada teori lahir dan matinya sebuah galaksi.  

Flag Country

free counters