Pesawat NASA Temukan Partikel yang Mungkin dari Luar Tata Surya Kita



Para ilmuwan mengatakan 7 partikel kecil yang dikumpul oleh pesawat antariksa NASA pengejar komet “Stardust” tampaknya berasal dari luar tata-surya kita.

Mereka mengatakan pengetesan tambahan dibutuhkan sebelum menyimpulkan apakah ke-7 butir debu itu benar-benar datang dari luar tata-surya kita, tetapi ini dapat menjadi pengambilan sampel yang pertama di dunia debu antar-bintang kontemporer.

Jurnal “Science” melaporkan hari Kamis (14/8) mengenai temuan itu.

NASA meluncurkan Stardust tahun 1999 untuk mengumpulkan kepingan dari “Comet Wild-2.”

Pengumpul debu itu terbuka bagi apa yang diyakini arus debu antar-bintang pada awal tahun 2000-an dan kemudian kembali ke Bumi tahun 2005.

NASA Siapkan Pesawat Antariksa untuk Jarak Jauh



Sistem peluncuran antariksa atau SLS itu dirancang untuk membawa astronot ke luar orbit bumi menuju sebuah asteroid dan kelak ke Mars sebelum 2030-an.

Badan antariksa Amerika NASA mengatakan sistem roketnya untuk antariksa yang jauh telah lulus dari peninjauan kembali yang penting tetapi peluncuran uji coba yang pertama telah ditangguhkan satu tahun hingga pada 2018.

Sistem peluncuran antariksa atau SLS itu dirancang untuk membawa astronot ke luar orbit bumi menuju sebuah asteroid dan kelak ke Mars sebelum 2030-an.

Para pejabat NASA tidak mengatakan mengapa peluncuran percobaan itu ditunda.

Penerbangan percobaan pertama roket SLS akan mengirim kapsul Orion tak berawak melampaui orbit rendah Bumi. NASA mengatakan pembuatan roket itu akan menelan biaya lebih dari US$7 milyar antara 2014 dan peluncuran.

Roket pertama akan mampu membawa 77 ton awak dan kargo ke orbit. NASA berharap roket-roket masa depan akan sangat besar, mampu mengangkut 143 ton sampai ke Mars dan bulan-bulannya.

Murid yang Magang di NASA Jelajahi Karir Bidang Antariksa



Siswa magang mendapatkan antusiasme dan perspektif yang baru mengenai tempat di mana banyak siswa ingin dipekerjakan, sebagai generasi berikut ilmuwan NASA.

Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, di luar kota Washington DC, bukan hanya merancang peralatan dan ilmu teknologi guna mempelajari tata surya dan antariksa, namun juga menyiapkan ilmuwan masa depan melalui sejumlah program edukatif pendidikan.

Program magang selama 10 minggu pada musim panas, menyediakan kesempatan bagi siswa sekolah menengah atas dan perguruan tinggi untuk melakukan beraneka ragam proyek yang berkaitan dengan antariksa, mulai dari ilmu komputer dan robotik, hingga ilmu teknologi mekanik dan antariksa. 

Dibutuhkan seorang ilmuwan robotik untuk merancang dan membuat robot antariksa, dan Louis Parent adalah seorang calon ilmuwan seperti itu. 

“Saya sangat senang ilmu robotik karena bisa membuat sebuah mesin melakukan tugas yang mudah Anda lakukan sendiri, dan Anda bisa melihat, rumitnya membuat mesin melakukan fungsi itu. Lalu, jika hal ini berjalan dengan baik, maka mesin itu akan melakukan tugas itu lebih baik dari yang diharapkan," ujarnya.

Mahasiswa jurusan teknik mesin Universitas Illinois ini akan segera merampungkan masa magang selama 10 minggu di Goddard. 

“Ini adalah pekerjaan magang terbaik yang pernah saya peroleh karena saya mengerjakan sebuah proyek yang nyata dan sangat berguna, dan menangani data yang penting untuk pekerjaan yang dilaksanakan di sini dan benar-benar berkontribusi bagi sains dan teknonologi," ujarnya.

Interaksi dengan mentor dan rekan-rekan sesama magang memberinya pemahaman yang lebih baik atas apa yang dibutuhkannya guna mengejar karir dalam bidang ini.

“Saya sangat membutuhkan pengetahuan ilmu komputer yang luas, yang sebelumnya tidak ingin saya tekuni karena bukan pelajaran favorit saya, namun akhirnya saya mengerti bahwa ilmu ini dibutuhkan. Setelah melihat penerapannya di sini, saya ingin berbuat lebih banyak lagi," ujarnya.

Pengalaman yang mengubah pandangan seperti ini adalah penting dalam program magang NASA, kata Rick Obenschain, wakil direktur Goddard.

“Jika Anda melatih seseorang dengan baik di sini, maka Anda akan memberinya pengalaman, dan antusiasme, yang akan mereka bawa, apakah mereka tetap bekerja untuk NASA, di pemerintah atau dalam industri ini," ujarnya.

Obenschain juga pernah magang pada 1962 ketika pusat penerbangan antariksa ini baru dibuka di Greenbelt, Maryland. Program magang ini sudah banyak berubah sejak itu.

“Kami telah memiliki lebih dari 400 siswa magang di sini. Ini termasuk siswa sekolah menengah atas, perguruan tinggi, maupun program S2," ujarnya.

Mablelene Burrell, yang memimpin program magang musim panas di Goddard, mengatakan 40 persen peserta program tersebut kali ini adalah perempuan.

“Sebagian besar magang ini belajar di bidang ilmu pasti. Mereka adalah calon insinyur yang mencakup bidang yang luas mulai dari mesin hingga listrik. Ada insinyur sipil, antariksa, dan matematika. Ada juga mahasiswa fisika. Mereka berbeda dengan mahasiswa yang kami terima sebelumnya. Mereka lebih peka terhadap keadaan sosial sekarang," ujarnya.

Ilmuwan dari Goddard memainkan peranan yang penting dalam perekrutan siswa magang, kata Robert Gabrys, Kepala Kantor Urusan Pendidikan.

Astronot AS dan 2 Kosmonot Rusia Kembali di Bumi





Oleg Artemiev, Alexander Skvortsov dan Steven Swanson, terjun dengan parasut dan mendarat dengan selamat di padang rumput Kazakhstan Kamis pagi (11/9)

Dua orang Rusia dan seorang Amerika kembali di Bumi setelah hampir enam bulan tingal di dalam Stasiun Antariksa Internasional, ISS.

Seuah kapsul Soyuz Rusia, yang membawa Oleg Artemiev, Alexander Skvortsov dan Steven Swanson, terjun dengan parasut dan selamat mendarat di padang rumput Kazakhstan Kamis pagi (11/9), beberapa jam setelah mengakhiri periode dalam ISS. 

Mereka telah digantikan oleh tiga orang awak baru, yaitu kosmonot Max Suraev, astronot Amerika Reid Wiserman dan Alexander Gerst dari Jerman, seorang anggota Badan Antariksa Eropa.

Tiga orang awak lagi akan tiba di stasiun antariksa yang mengorbit itu nanti bulan ini. Awak tersebut, antara lain Elena Serova, perempuan Rusia keempat yang terbang ke antariksa dan yang pertama sejak 1997.

2 Badai Matahari Menuju Bumi



Para pakar meramalkan sebagian komunikasi radio dan peralatan untuk mengetahui lokasi di Bumi atau GPS dapat terganggu.


Para ilmuwan di Dinas Ramalan Cuaca Antariksa Amerika disiagakan untuk dua badai matahari yang datang berturut-turut yang diperkirakan akan melanda Bumi dalam beberapa hari mendatang.

Para pakar mengatakan badai kuat demikian adalah biasa, tetapi dua badai berturut-turut adalah sangat jarang. Badai matahari terjadi karena ledakan-ledakan pada matahari melemparkan partikel-partikel matahari yang bermuatan magnet ke medan magnet Bumi.

Para pakar meramalkan sebagian komunikasi radio dan peralatan untuk mengetahui lokasi di Bumi atau GPS dapat terganggu.

Mereka mengatakan mereka tidak memperkirakan terputusnya penyaluran atau transmisi listrik di seluruh dunia, tetapi mereka mengatakan mereka akan mengawasi keadaan dengan seksama.

NASA Gagal Temukan Asteroid Berbahaya Dekat Bumi



NASA telah ditugaskan Kongres untuk menemukan 90 persen obyek dekat Bumi yang secara potensial berbahaya dan sejauh ini hanya menemukan 10 persen.


Pejabat badan antariksa Amerika Serikat (NASA) bahwa lembaga itu telah gagal melaksanakan misi yang ditugaskan Kongres untuk mencari 90 persen asteroid yang potensial berbahaya dan terbang dekat Bumi.

Inspektur jenderal NASA, Paul Martin, pada Senin (15/9) mengkritik program Obyek Dekat Bumi NASA sebagai kurang memiliki staf dan dikelola dengan buruk. 

Dalam laporannya, ia mengatakan program itu sejauh ini menemukan hanya 10 persen dari asteroid dan obyek-obyek lain yang lebih besar dari 140 meter terbang di dalam wilayah berjarak 45 juta kilometer dari Bumi.

Program ini bertugas menemukan 90 persen dari obyek-obyek ini. Laporan inspektur jenderal tersebut mengatakan program itu sepertinya akan melewati tenggat 2020.

Sebagian besat obyek dekat Bumi secara tidak berbahaya hancur sebelum menghantam planet ini.

Namun sebuah asteroid yang relatif kecil meledak di atas Chelyabinsk di utara Rusia tahun lalu dengan kekuatan 30 bom atom. Lebih dari 1.000 orang terluka akibat pecahan benda yang beterbangan.

"Riset baru-baru ini menunjukkan bahwa peristiwa sejenis Chelyabinsk dapat terjadi setiap 30 sampai 40 tahun," ujar Kantor Inspektur Jenderal, menambahkan bahwa sebagian besar dampaknya akan terjadi di laut dibandingkan di wilayah-wilayah berpenduduk.

Para ahli sejarah yakin benda selebar 10 kilometer menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu di wilayah yang kini merupakan Meksiko, menewaskan hampir seluruh kehidupan di planet ini dan menyebabkan dinosaurus punah.

Sejak 1998, NASA telah menghabiskan sekitar US$100 juta untuk program-program untuk menemukan, mengevaluasi dan menanggulangi ancaman potensial dari benda antariksa.

Laporan tersebut membuat lima rekomendasi untuk meningkatkan upaya pendeteksian asteroid NASA, termasuk menambah setidaknya empat sampai enam pegawai untuk membantu mengelola program dan mengkoordinasi proyek-proyek dengan badan AS dan internasional dan dengan inisiatif-inisiatif yang didanai swasta.

Wakil Direktur NASA untuk bidang sains, John Grunsfeld mengatakan dalam surat kepada Martin bahwa ia berharap program Obyek Dekat Bumi (NEO) yang baru akan mulai bekerja pada 1 September 2015.

Roket Kargo SpaceX Berangkat ke Stasiun Angkasa Internasional



Sebuah kapal kargo komersial SpaceX berhasil meluncur dari Cape Canaveral, Florida, dengan membawa perbekalan dan eksperimen untuk Stasiun Antariksa Internasional (ISS) termasuk printer 3-D pertama untuk digunakan oleh para astronot.

Pesawat yang dipasang di atas sebuah roket Falcon Nine itu lepas landas pukul 1:52 pagi dan diperkirakan tiba di ISS Selasa pagi.

Cuaca hari Minggu ideal bagi peluncuran tersebut, tidak seperti hari Sabtu, sewaktu hujan membuat peluncuran terpaksa ditunda.

Perbekalan seberat 2.200 kilogram lebih itu mencakup printer atau mesin cetak 3 dimensi pertama yang akan digunakan di ISS.

Badan Antariksa Amerika membayangkan para astronot kelak menggunakan printer untuk memproduksi suku cadang yang diperlukan. Penerbangan ini adalah misi ke-lima SpaceX.




Astronot Amerika dan Rusia Tiba di Stasiun Antariksa



Pesawat antariksa Soyuz Rusia diluncurkan dari sarana Baikonur di Kazakhstan Kamis malam (25/9), membawa ke orbit Alexander Samokutyaev dan Elena Serova dari Rusia dan astronot Amerika Barry Wilmore.


Para astronot dari Rusia dan Amerika Serikat telah tiba dengan selamat di Stasiun Antariksa Internasional, ISS, hari Jumat (26/9).

Pesawat antariksa Soyuz Rusia diluncurkan dari sarana Baikonur di Kazakhstan Kamis malam (25/9), membawa ke orbit Alexander Samokutyaev dan Elena Serova dari Rusia dan astronot Amerika Barry Wilmore.

Serova adalah wanita Rusia yang baru ke-4 terbang ke antariksa dan yang pertama melakukannya sejak tahun 1997.

Awak yang baru ini akan tinggal di ISS selama enam bulan, bergabung dengan sebuah tim 3 astronot lannya yang sudah berada dalam ISS tersebut.


Manusia Bisa Tinggal di Kota Luar Angkasa pada 2100



Jika memang terlalu lama mencari planet hunian alternatif yang mirip Bumi, mungkin membuat kota buatan di luar angkasa usulan yang bagus. Diperkirakan pada 2100 nanti, manusia sudah bisa tinggal di kota buatan tersebut.

Menurut Dr. Al Globus, solusi yang paling logis dalam waktu dekat adalah untuk berpindah dan berdiam di orbit Bumi. Dia memperkirakan, jika bahaya ancaman asteroid bisa dihindari, manusia bisa mulai berpindah ke orbit yang mengitari planet pada akhir abad ini.

Dr. Globus adalah seorang ilmuwan di pusat riset Nasa Ames. Bertahun-tahun, ia telah mengerjakan banyak proyek Nasa, mulai dari teleskop Hubble, ISS, pesawat luar angkasa dan banyak lagi.

Dalam beberapa dekade ini, dia tertarik untuk membuat kediaman di luar angkasa. Hal ini membuatnya menggarap ide tentang kontes Space Settlement. Kontes ini menantang para mahasiswa untuk mendesain tempat koloni manusia di luar angkasa.

"Jika ditanya apakah bisa terwujud, tentu saja bisa. Jika kita sebagai manusia mau mengambil keputusan, kita bisa melakukannya. Kita punya kemampuan, ilmu pengetahuan, uang. Apalagi? Jika tidak ada bencana besar yang mengubah Bumi dalam beberapa abad ke depan, kita bisa," kata Dr. Al Globus, seperti dikutip melalui Daily Mail, Jumat 19 September 2014.

Menurut dia, manusia bisa memiliki tempat tinggal di luar angkasa dalam hitungan beberapa dekade. Bahkan, kemungkinan dalam hitungan kurang dari satu abad.

Dr. Al Globus menjelaskan jika tempat tinggal di luar angkasa yang dimaksud bukanlah planet seperti yang selama ini dicari, melainkan mirip sebuah kota yang ada di Bumi. Sebuah kota buatan yang bisa mengorbit di samping Bumi.

"Ini merupakan tempat tinggal kita, untuk membesarkan anak-anak, di mana Anda bisa terbang mengunjungi sanak saudara yang masih tinggal di Bumi," paparnya.

Apa Itu Space Settlement?

Menurut Dr. Al Globus, Space Settlement mirip dengan sebuah kota kecil yang dibangun di luar angkasa berlokasi di orbit Bumi. Tidak seperti ISS yang hanya bisa menampung 6 orang, Space Settlement harus bisa menampung ratusan bahkan hingga ribuan orang.

Kota kecil di luar angkasa itu harus memiliki gravitasi buatan dengan cara berputar mengelilingi porosnya.

Memang tidak mudah membuat kota kecil di angkasa. Banyak kendala yang harus dihadapi, terutama terkait dengan dana, khususnya biaya untuk terbang ke luar angkasa dengan roket.

Biaya penerbangan mau tidak mau harus diturunkan agar pulang pergi dari Bumi ke luar angkasa bisa dilakukan berkali-kali.

Kendala lainnya adalah dukungan kehidupan. Koloni di luar angkasa pada masa depan membutuhkan segalanya sama dengan Bumi. Oleh karena itu, harus dibuat pertanian dalam ruangan dan juga dukungan energi solar.

Tantangan terberat adalah membuat pelindung radiasi untuk mengamankan warga yang tinggal di kota buatan itu bebas dari paparan kosmis dan radiasi solar.

NASA Pasok Printer 3D ke Luar Angkasa



Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) akan kedatangan printer 3D pertamanya minggu ini. Printer tersebut diberikan ke ISS dari Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

Jika terealisasi maka alat elektronik tersebut maka akan menjadi akases printer yang pertama yang ada di ISS. Direncanakan, printer 3D bernama Zero-G printer itu akan dimanfaatkan sebagai salah satu perlengkapan yang akan menunjang kegiatan di ruang angkasa.

"Memenuhi permintaan kebutuhan di ruang angkasa dapat merevolusi pasokan peralatan kita yang terbatas dan ini (Zero-G printer) penting untuk misi eksplorasi ruang angkasa (ke depannya)," kata Niki Werkheiser seorang manajer NASA dilansirMashable, Senin, 22 September 2014.

Zero-G printer dirancang khusus untuk membantu penelitian dan mempelajari tentang bagaimana proses kinerja di gravitasi nol. Dalam pembuatannya, NASA bekerjasama dengan startup Made in Space untuk proyek tersebut.

Pasokan printer 3D untuk kebutuhan para astronaut itu telah dijadwalkan meluncur pada hari Sabtu kemarin. Namun, peluncuran itu diundur karena kondisi cuaca di hari tersebut yang tidak memungkinkan.

Diketahui, Zero-G printer itu menjadi jawaban dari permasalahan untuk mengatasi limbah plastik yang banyak digunakan para astronaut dalam menjalankan misinya. Dengan adanya printer 3D, para astronaut bisa mendaur ulang limbah itu untuk dimanfaatkan kembali.

Pihak Made in Space sendiri mengatakan di masa mendatang, printer canggih itu akan digunakan lebih banyak lagi yang berkemampuan membantu misi ruang angkasa.


Perempuan Ini Pimpin Misi Mencari Kehidupan di Mars



Badan Antariksa Amerika Serikat, NASA, menunjuk seorang ilmuwan wanita untuk memimpin misi pencarian kehidupan di Mars. Wanita itu bernama Sr. Abigail Allwood.

Wanita berusia 41 tahun ini pernah didapuk sebagai salah satu dari 10 ilmuwan dunia dengan pemikiran sains yang luar biasa pada 2006 oleh Majalah Cosmo. Dia merupakan lulusan Sommerville House dan sekarang menjadi Pimpinan Perkumpulan Geolog dunia. Ia bekerja di Jet Propulsion Laboratory (JPL) NASA di Pasadena, California.

Dr Allwood ditunjuk sebagai investigator utama dalam program Mars Rover 2020 NASA. Perempuan ini berasal dari Australia sehingga dia mengukuhkan dirinya sebagai warga negara pertama di luar AS yang menjabat di NASA.

Wanita ini menyelesaikan pendidikan doktoralnya di Sydney Macquarie University pada 2006. Dalam ujian akhirnya, ia membuktikan adanya formasi bebatuan tua di wilayah Pilbara, Australia. Ini merupakan bentuk kehidupan tertua di Bumi. Dari hasil penelitiannya, ia memprediksi jika pola kehidupan di Pilbara juga bisa terjadi di Mars.

Teknologi baru yang dirancang oleh Dr Allwood ini memungkinkan batu Mars diselidiki lebih jauh dalam proses mikrosopik, dimana bebatuan bisa diteliti hingga bentuknya sekecil ukuran biji-bijian. Temuan bernama PIXL ini akan memberikan kesempatan besar kepada Mars Rover untuk mencari kehidupan di Mars.

Dilansir melalui Sidney Morning Herald, Senin 4 Agustus 2014, NASA sangat tertarik dengan penemuan Allwood ini. Tidak heran jika kemudian NASA menariknya sebagai pemimpin misi ke planet merah itu.

"Dia telah mengerjakan proyek ini sejak dua atau tiga tahun lalu. Saya ingat, sempat mengunjunginya pada 2011 atau 2012 lalu di JPL. Dia sangat bangga dengan PIXL. Teknologi ini memungkinkan Mars Rover menganalisa batu Mars berukuran sangat kecil," kata adik Allwood, Belinda Allwood, seperti dikutip SMH.

Studi geologi pertama kali di dalami oleh Allwood di Queensland University of Technology. Ia juga tercatat telah merampungkan pendidikan Geoscience-nya di sini pada 2001.

Abigail Allwood berangkat ke Pilbara ditemani Belinda untuk meneliti bebatuan di sana. Itu terjadi sebelum ia pindah ke Amerika untuk bekerja dengan NASA, tujuh tahun lalu.

Baru-baru ini, pada 2013, Allwood menerima penghargaan Lew Allen dengan kategori Excellent. Ini merupakan penghargaan yang diberikan atas prestasi pribadi yang sangat menakjubkan untuk perkembangan penelitian NASA JPL.

NASA meluncurkan dua Mars Rover pertama kali pada 2004. Kemudian NASA meluncurkan Mars Laboratory Curiosity Rover pada 2011. Sejak mendarat di Mars tepat pada 6 Agustus 2012, Curiosity Rover telah efektif digunakan sebagai robot bergerak yang bisa mengumpulkan contoh tanah dan batu dari Mars.

Sebelumnya, NASA telah menemukan jika sebagian wilayah Mars dipenuhi oleh air dan bisa mendukung kehidupan manusia di sana

Astronot Rusia Jalan di Angkasa, Lepas Satelit Riset



Astronot Rusia keluar dari ISS dan berjalan di angkasa untuk melepas satelit riset Peruvia. Satelit riset ini memiliki misi untuk mengobservasi bumi.

Oleg Artemiev, yang telah lama berada di ISS, melemparkan kotak berukuran 4 inci itu dari tangannya. Ia berada di luar ISS yang saat ini berlokasi 260 mil di atas angkasa. Satelit itu pun dengan lembut melayang dan menempati orbitnya dengan tepat.

Kamera merekam satelit nano bernama Chasqui yang melayang menjauh dari ISS. Mitra astronot Artemiev, Alexander Skvortsov, mencoba mempertahakan posisinya agar kamera di helm astronotnya bisa merekam detik-detik peluncuran satelit itu dengan baik.

Menurut ABCNews, Selasa 19 Agustus 2014, satelit itu memiliki berat sekitar 2 pon. Di dalamnya terdapat perangkat untuk mengukur suhu dan tekanan. Terdapat kamera juga di dalamnya untuk bisa mengambil gambar-gambar bumi dari angkasa.

Butuh waktu sekitar setengah jam bagi satelit nano itu untuk bisa mencapai lokasi yang ditentukan. Setelah selesai menerbangkan satelit Peruvia itu, Artemiev dan Skvortsov melanjutkan pekerjaannya dengan memeriksa sisi-sisi luar ISS, mereka juga mengumpulkan contoh benda-benda yang menempel di jendela kompartemen milik RUsia. Benda ini akan dijadikan sampel untuk memeriksa senyawa dan benda apa saja yang telah 'berkunjung' ke ISS.

Kedua astronot itu menyelesaikan pekerjaan mereka selama 5 jam. Pengendali ISS di bumi pun tidak lupa mengucapkan terima kasih atas upaya mereka.

Sebelumnya, kedua astronot ini juga pernah melakukan perjalanan ke luar ISS. Tepatnya pada bulan Juni, beberapa bulan setelah mereka sampai di ISS. Empat orang lainnya sudah lebih dulu ada di sana. Dua orang dari Amerika dan satu orang Jerman, sedangkan satunya lagi juga seorang kosmonot.

Mungkinkah Terbang ke Mars Dalam 2 Minggu Saja?



Sebuah penelitian baru memungkinkan manusia bisa terbang ke Mars hanya dalam kurun 2 minggu saja. Lebih cepat berkali-kali lipat ketimbang estimasi NASA selama ini.

Mengutip Metro.co.uk, Kamis 7 Agustus 2014, NASA dikabarkan telah memberikan lampu hijau untuk melakukan uji coba lanjutan terhadap jenis mesin pesawat baru. Mesin ini menyediakan daya dorong tanpa propellan. Teori yang digunakan mesin pesawat ini dianggap melanggar hukum fisika.

Mesin pesawat itu diberi nama Cannae Drive, yang diambil dari Pertempuran Cannae di Itali pada tahun 216 sebelum Masehi, di mana Jenderal Carthaginian yang bernama Hannibal mengalahkan banyak tentara saat berperang dengan Roma.

Dalam penjelasannya, Cannae Drive berhasil memproduksi mesin dengan daya dorong yang dihasilkan tanpa menggunakan propellan. Penemuan ini melanggar teori konservasi momentum yang menyatakan bahwa setiap aksi harus memiliki kesamaan dan reaksi yang berlawanan.

Propellan selama ini digunakan sebagai bahan pendorong roket. Propellan memproduksi reaksi kimia sebagai massa pendorong. Biasanya, kecepatannya sangat tinggi dan memberikan propulsi pada pesawat ruang angkasa. Propellan pada roket menggunakan bahan yang bisa mengalami reaksi kimia eksotermis untuk menghasilkan gas panas sebagai pendorong.

Cannae Drive hanya menggunakan mesin pendorong dari gelombang magnetik. Teorinya, jika mesin penggerak skala besar diaktifkan dengan cara yang sama saat uji coba sistem, ini berarti pesawat bisa mencapai Mars dalam hitungan minggu. Lebih cepat dibanding proyeksi Nasa yang mencapai sembilan bulan lamanya.

Mesin penggerak itu bekerja mengandalkan tekanan radiasi, dimana gelombang elektromagnetik membawa sejumlah kecil momentum. Ketika momentum itu mencapai reflektor maka bisa diubah sebagai pendorong. 

Lanjutan Teknologi EmDrive

Cannae Drive itu menggunakan teknologi yang sama seperti EmDrive. Teknologi itu ditemukan oleh seorang ilmuwan Prancis, Roger Shawyer dan diuji coba oleh peneliti Tiongkok.

EmDrive ditemukan beberapa tahun lalu. Sebuah prototipe mesin roket, yang diklaim mampu menghasilkan dorongan dengan cara memantulkan gelombang mikro dalam corong logam tertutup.

EmDrive dikembangkan oleh perusahaan kecil berbasis di Inggris, bernama Satellite Propulsion Research Ltd. Kabarnya, sekelompok grup dari Tiongkok telah sukses mengadakan uji coba dengan perangkat yang memiliki metode sama dengan EmDrive.

Beberapa tahun kemudian, Guido Fetta, membangun versi terbaru dari EmDrive dengan nama lain Cannae Drive. Fetta meyakinkan sekelompok ilmuwan di Eagleworks Laboratories, yang merupakan bagian dari Johnson Space Center milik Nasa, untuk melakukan uji coba itu.

Teori Kontroversi Cannae Drive

Semua hal dalam dunia sains sangat terbuka untuk pertanyaan. Banyak ilmuwan yang memandang teknologi ini sebelah mata. Pasalnya, dari awal, teknologi ini dianggap tidak mungkin karena melanggar hukum fisika.

Fisikawan John Baez menyebutnya sebagai teknologi 'bullshit'. "Bagaimana mungkin membuat sebuah propulsi tanpa propelan," katanya.

Forbes menyebutkan banyak ilmuwan yang meragukan teknologi ini. Seperti halnya cold fusion dan neutrinos yang lebih cepat dari cahaya, Cannae Drive atau EmDrive adalah hal yang tak mungkin.

Fisikawan dari California Institute of Technology, Sean Carrol mengatakan temuan ini sebagai 'nonsensical sub-StarTrek level Technoabble'. Bahkan beberapa media menulis dengan judul 'Nasa Melakukan Uji Coba Mesin Pesawat Luar Angkasa yang Tidak Mungkin'

Meski menuai kontroversi karena melanggar hukum fisika, jika ternyata Cannae mampu terbang ke Mars dalam hitungan minggu, ini akan bisa mengubah industri perjalanan luar angkasa. Pasalnya, mahalnya biaya yang dibutuhkan untuk bahan bakar akan berkurang drastis.

Boeing-Nasa Bikin Roket ke Mars US$2,8 Miliar



Ini bisa jadi merupakan roket terbesar yang pernah dibuat Nasa. Dengan harga US$2,8 miliar, Boeing setuju untuk membuat roket raksasa untuk mendukung misi ke bulan dan Mars.

Roket ini disebut yang terbesar karena tingginya akan mencapai 384 kaki. Kesepakatan ini terjadi setelah Nasa menyelesaikan tahap awal perencanaan berupa Critical Design Review (CDR). Ini merupakan kelanjutan sejarah Nasa untuk pesawat eksplorasi sejak 1961, berupa Roket Saturn V.

Roket ini dijadwalkan akan melakukan uji coba pertamanya pada 2017 nanti. Sistem peluncurannya didesain fleksibel dan mampu mengangkut keperluan kargo dan kru misi yang beragam. Uji coba pertamanya ditargetkan akan mampu membawa kapasitas 77 ton. Setelah melewati dua tahap konfigurasi, kemampuan angkutnya akan dinaikkan dua kali lipat menjadi 143 ton.

"Tim kami telah mendedikasikan diri untuk membuat Sistem peluncuran pesawat luar angkasa (SLS) yang paling besar yang pernah ada. Kami akan membangunnya dengan aman, terjangkau dan tepat waktu," ujar Virginia Barnes, VP dan Program Manager Boeing SLS, seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat, 4 Juli 2014.

Roket ini didesain untuk bisa multi-fungsi. Tidak hanya mendukung misi eksplorasi manusia ke luar angkasa, tapi juga misi sains lainnya yang melibatkan asteroid dan Mars. 

"Ketika kebanyakan orang berpikir SLS adalah untuk eksplorasi manusia, ternyata itu salah. Aplikasi roket ini bisa lebih luas lagi di semua area eksplorasi, termasuk menelusuri sains luar angkasa," ujar Asisten Manajer Program untuk Strategi dan Kemitraan SLS, Steve Creech.

Ditambahkan Creech, SLS akan membuat misi sains itu lebih memungkinkan ketimbang teknologi sebelumnya. Seperti pengiriman pesawat luar angkasa yang lebih besar, jarak tempuh lebih jauh, dan mengurangi waktu transit di ISS.

Berkat adanya rencana pembuatan roket besar ini, Nasa dan para ilmuwan lain mengevaluasi kemungkinan peluncuran pesawat robot seperti Europa Clipper untuk ditempatkan di Jupiter.

Saat ini, lanjut Creech, Nasa hanya bisa mengirimkan perangkat misi seukuran kotak pesawat luar angkasa yang ada. "Sedangkan dengan SLS, kotaknya akan dibuat lebih besar lagi. Bahkan, kita bisa meluncurkan teleskop Hubble yang ukurannya sebesar bis sekolah," ujarnya.

Spesifikasi SLS

Nantinya akan ada dua jenis roket SLS yang dibuat Boeing sesuai pesanan Nasa. Satu versi kecil dan lainnya lebih besar.

Roket yang kecil memiliki daya angkut 70 metrik ton dan memiliki ukuran tinggi 321 kaki. Daya dorongnya harus mencapai 8,4 juta pon saat meluncur nanti. Beratnya hanya 5,5 juta pon dan mampu membawa 154.000 pon muatan. Kemungkinan versi ini yang akan digunakan dalam uji coba.

Sedangkan yang versi besar memiliki konfigurasi 130 metrik ton. Tingginya 384 kaki dan memiliki daya dorong 9,2 juta pon saat meluncur. Untuk urusan berat, sekitar 6,5 juta pon dan bisa membawa muatan seberat 286.000 pon.

Roket versi besar ini dianggap paling cocok untuk digunakan dalam misi. Pasalnya, selain besar, roket ini juga sudah sesuai dengan perhitungan desain untuk mensukseskan misi.

Nasa Gelar Sayembara Berhadiah US$4 Juta



Tampaknya Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) terus menginovasi teknologi keantariksaannya. Dalam sebuah laporan, NASA dikabarkan sedang membuka kontes bagi peserta yang ingin membuat kapal udara raksasa yang digadang-gadang akan menggantikan satelit di masa depan.

Dilansir Daily Mail, Kamis 28 Agustus 2014, NASA memilih kapal udara sebagai kendaraan luar angkasa di masa depan, karena mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan kendaraan ruang angkasa lainnya.

"Kapal udara memiliki manuver yang baik, bobotnya juga lebih ringan, bisa menawarkan keuntungan yang signifikan dalam mengamati langit dan cakupan tanah, kemampuan data downlink, dan kontinuitas pengamatan atas pilihan suborbital yang ada, dengan harga yang kompetitif," ujar NASA.

NASA menantang para pencipta kapal udara untuk mendesain perangkat yang bisa melayang di atas ketinggian sekitar 65 ribu kaki, yang akan difungsikan sebagai pusat pengawasan dan ruang teleskop.

Kendaraan itu juga harus dilengkapi teknologi ramah lingkungan, yakni adanya energi yang mengandalkan cahaya Matahari melalui panel surya yang terpajang di atas kapal udara tersebut.

"Peserta harus (memiliki kapal terbang) yang bisa berada dalam kondisi diam di 20 km (65.000Z) altitude selama lebih dari 20 jam dengan muatan 20 kg. Jadi, desain harus bisa tahan lebih lama dengan muatan lebih besar," ungkap NASA.

Bagi yang berhasil memenuhi hasrat keinginan NASA itu, maka ganjarannya akan dikenai hadiah sebesar US$4 juta, atau setara dengan Rp46 miliar.

Mendengar kabar sayembara dari NASA tersebut, para ahli pun bergembira menyambutnya. Astrofisikawan Universitas California, Sarah Miller, mengatakan kapal udara yang baik adalah kapal udara stratosfir.

Hampir selama dua dekade terakhir, banyak yang minat dalam mengembangkan teknologi ketinggian. Stratosfir lebih ringan dari udara, sehingga dapat bermanuver dan tetap stabil pada posisi yang diinginkan, selama berminggu-minggu, bulan, bahkan bertahun-tahun.

Orang yang telah berhasil dalam mengembangkan kapal udara tersebut yaitu Steve Smith pada 2005. Smith yang tak lain adalah insinyur luar angkasa itu sukses menjadi orang yang pertama kali merancang kapal udara stratosfir, bernama Hi-Sentinel 20.

Pada saat itu, kapal udara diterbangkan di New Mexico, Amerika Serikat dan berada di udara selama delapan jam.

Minim Dana, Nasa Optimistis Bangun Roket Mars



Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) membuktikan keseriusannya untuk mengantarkan manusia menuju Mars. Kali ini, untuk memenuhi hasrat tersebut, NASA akan membangun proyek roket terbesar yang pernah ada di dunia.

Meskipun untuk mewujudkannya Nasa masih diselimuti kekhawatiran, terkait kemampuan membayar mega proyek itu. Namun, para pejabat NASA mengatakan mereka telah menyelesaikan kajian ketat pada Space Launch System (SLS), yang tak lain adalah roket raksasa tersebut.

Roket yang menjulang tinggi itu akan dibuat berukuran 384 meter dan berat sekitar 6,5 juta pon, atau 294.835,041 kilogram.

"Kami berada di perjalanan eksplorasi ilmiah dan berkomitmen untuk membangun kendaraan peluncuran, serta sistem pendukungnya yang akan membawa kita pada perjalanan itu (ruang angkasa)," ujar Administrator NASA, Charles Bolden seperti yang diberitakan Daily Mail, Kamis 28 Agustus 2014.

Menurut NASA, roket raksasa itu akan memiliki kapasitas angkat awal sekitar 70 metrik ton dan akan ditingkatkan menjadi 130 metrik ton. Hal itu akan memungkinkan untuk menjalankan misi yang lebih jauh lagi, menjelajahi tata surya seperti asteroid dan Mars.

Pembuatan SLS itu muncul, setelah melewati kajian menyeluruh di Key Decision Point C (KDP-C), yang menyediakan biaya dasar untuk pengembangan verin 70 ton metrik sekitar US$7,021 triliun, atau Rp82 triliun sejak Februari 2014. SLS itu sendiri dijadwalkan akan ke ruang angkasa paling lambat November 2018.

Roket raksasa ini sudah menjadi perhatian NASA selama tiga tahun terakhir, agar tercapainya proyek ambisius mereka.

"Setelah diperiksa ketat, kita hari ini akan memikirkan pendanaan dan kesiapan tanggal untuk pengiriman manusia ke Mars tahun 2030-an. Kami berusaha untuk mewujudkan komitmen itu," ungkap Asosiasi Administrator Robert Lightfoot, yang mengawasi proses pemeriksaan tersebut.

Sebelumnya, NASA menguji SLS ke dalam skala lebih kecil untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk. Hal ini, disebabkan roket raksasa itu berpotensi merusak bangunan di dekatnya. Bahkan, efek terburuk lainnya bakal dirasakan pada pendengaran astronot yang terganggu ketika lepas landas.

"Sebuah model skala lima persen, termasuk motor roket padat. SLS dinyalakan untuk menguji seberapa rendah, atau tinginya gelombang frekuensi yang akan mempengaruhi roket di landasan peluncuran," kata NASA.

Bila itu sudah terlaksana,tidak dipungkiri lagi SLS akan menjadi roket terbesar yang pernah dibuat. Diperkirakan ukurannya melebihi roket yang pernah membawa manusia ke bulan yang menjadikannya pembuka misi ke planet merah itu.

Cerita Tragedi 11 September dari Luar Angkasa







Tiga belas tahun silam, serangan terorisme terhadap menara kembar WTC di Amerika Serikat menggoreskan luka mendalam bagi keluarga korban, Amerika Serikat dan dunia. Serangan itu meratakan menara kembar dan menimbulkan kerugian, kepedihan bagi warga dunia. 

Meski lewat satu dekade, serangan itu masih menyisakan luka. Peringatan tragedi 11 September 2001 masih terus dilangsungkan di berbagai negara, khususnya Amerika Serikat. 

Peringatan tragedi itu juga dilakukan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Melansir Space.com, Jumat 12 September 2014, badan antariksa itu menampilkan gambar dan rekaman runtuhnya menara kembar itu dari luar angkasa.

Mantan astronot NASA, Frank Culbertson menceritakan pengalamannya menyaksikan asap membumbung gedung WTC yang terlihat dari luar angkasa. 

Saat tragedi itu terjadi, Culbertson tengah mengangkasa 400 Km di atas daratan Bumi. Dalam sebuah video testimoni dari Kennedy Space Center Visitors Complex, ia mengaku melihat asap besar dari gedung WTC. Culbertson saat itu berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) yang sedang dalam perbaikan, bersama dua kosmonot Rusia.

Melihat pemandangan aneh itu, naluri Culbertson langsung mengambil video dan foto tragedi itu, sementara satelit juga melacak serangan itu dari luar angkasa.
Ia menceritakan, para astronot tak mendapatkan tayangan siaran langsung dari TV di Bumi maupun akses internet di ISS. Naluri Culbertson dengan sigap mengambil kamera dan segera merapat ke jendela ISS, untuk mengabadikan pemandangan yang penuh asap hitam di atas New York. 

Ia mengaku juga melihat jejak parah di sisi Pentagon, yang juga jadi sasaran teroris. Culbertson mengenang, pilot pesawat American Airlines 77 yang menabrak Pentagon adalah kolega sekelas sekaligus karibnya di Akademi Angkatan Laut AS, Charles Burlingame.

"Kami berupaya untuk melihat lebih banyak lagi. Satelit di setiap orbit pun merekamnya,"ujarnya. 

Culbertson mengaku, hal yang mengejutkan usai tragedi itu adalah hilangnya penampakan jejak kondensasi asap pesawat terbang, yang biasanya malang melintang di langit Amerika.

Usai tragedi itu, Nasa tak bisa mendeteksi adanya pesawat terbang, kecuali pesawat kepresidenan Amerika, Air Force One. 

"Kala itu adalah waktu yang sangat serius bagi kami," tambahnya.

Robot Semut NASA Ini Bisa Ungkap Kehidupan Asing


Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) tengah mengujicoba robot 'semut' penjelajah yang digadang-gadang akan mendukung untuk misi ekplorasi kehidupan asing di planet luar bumi. 


Robot semut yang dijuluki swarmies itu merupakan robot otonom dengan bentuk yang lebih kecil dan simpel dibanding robot penjelajah NASA saat ini, Curiosity. 


Robot semut itu dilengkapi dengan kamera web, antena WiFi maupun sistem GPS untuk keperluan navigasi. 


Mengutip Space.com, Rabu 27 Agustus 2014, robot ini bekerja mirip dengan koloni semut. NASA mengembangkan robot semut dalam jumlah banyak.


Saat salah satu robot semut itu menemukan sampel yang berharga, bisa berupa air di Mars atau penanda kehidupan lain, maka robot semut penemu akan segera mengirimkan sinyal, memanggil ke robot semut lain, menuju titik temuan dan mengumpulkan sampel bersama-sama. 


"Sementara orang tertarik untuk menempatkan kecerdasan pada satu robot, saat ini orang menyadari Anda dapat memiliki robot yang jauh lebih kecil dan sederhana, yang bisa bekerja sama dan mencapai tugas," ujar Kurt Leucht, salah satu insinyur NASA di fasilitas Kennedy Space Center, Florida, Amerika Serikat. 


Robot semut itu saat ini dalam tahap pengujian awal dan diuji di salah satu tempat parkir sekitar fasilitas NASA itu. Dalam pengujian, robot diminta untuk berburu kode batang (barcode) yang tersembunyi dalam kertas. 


Selain diperuntukkan misi eksplorasi antariksa, NASA mengatakan robot semut itu juga bisa membantu misi penyelamatan di bumi, misalnya usai terjadi bencana alam atau bangunan runtuh. Bahkan, robot kecil itu juga dapat mendeteksi kebocoran pada jalur pipa. 


"Jadi itu akan memberi Anda sesuatu yang lebih kecil dan lebih murah. Mereka bisa berjalan naik turun pada panjang pipa sehingga mengetahui kondisi jaringan pipa Anda," ujar Chaerly Mako, insinyur NASA yang memimpin proyek itu. 


Tak behenti pada pengujian awal saja, dalam beberapa bulan ke depan, NASA mengharapkan uji coba koloni robot semut itu, termasuk robot RASSOR. Ini merupakan robot penambang yang dirancang khusus menggali permukaan asing dan mencari material yang menarik dan berharga. 


Uji coba ini akan mendalami sejauh mana perangkat lunak robot semut itu mampu menerjemahkan temuan dan mengendalikan robot lainnya.

Roboot Rassor NASA

Robot Rassor NASA (Space.com)

Mengembangkan robot penjelajah merupakan pilihan yang realistis bagi misi eksplorasi Bulan atau Mars. Sebab, misi itu tergolong rumit dan mahal, terlebih lagi misi pengiriman awak manusia ke lokasi eksplorasi juga masih jauh. 


Sejauh ini, NASA juga mengembangkan robot untuk berbagai kondisi, yang mendukung misi eksplorasi. Belum lama ini badan antariksa itu tengah mempertimbangkan robot penjelajah yang berbentuk ular dan robot yang bisa menjelajah dalam lautan air dalam. Robot itu diharapkan bisa menjelajahi lautan bulan Planet Jupiter, Eurora. (one)


Sumber

NASA Temukan Bola Batu Aneh di Mars



Kendaraan penjelajah Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) di Planet Mars, Curiosity, kembali menemukan penampakan aneh di sekitar permukaan planet Merah itu. 


Terakhir, hasil pemotretan kamera Mastcam Laboratorium Sains Mars (MSL) Curiosity yang diambil pada 11 September lalu menunjukkan adanya bola batu yang aneh, melansir Discovery News, Kamis 25 September 2014. 


Dari pemandangan sekilas, bola batu berdebu itu yang terletak di atas batuan datar tersebut, tampak seperti meriam tua, atau bola golf kotor. Namun, tentunya bukan benda seperti itu. Keanehan yang terlihat, kenapa bola batu itu muncul di atas batuan datar.


Menanggapi penampakan aneh itu, ilmuwan MSL di fasilitas Jet Propulsion Laboratory, Pasadena, Amerika Serikat, menjelaskan bola batu itu sebenarnya tak sebesar yang diperkirakan. Bola hanya lebar sekitar satu centimeter saja. 


Ilmuwan menjelaskan, kemungkinan asal usul kemunculan batu itu terbentuk selama pembentukan batuan sedimen, saat Mars berlimpah cairan air pada jutaan tahun lalu. 


Ilmuwan menambahkan, pembentukan batuan sedimen di Mars mirip dengan pembentukan batuan sedimen yang ada di Bumi, yaitu melalui intekasi perjalanan air cair dan material deposit. 


Disebutkan, dalam pembentukan batuan sedimen yang baru, pori-pori batuan tercipta dan mineral meresap ke pori-pori. Pola ini, secara bertahap membangun massa yang tahan erosi. Nah, saat batuan sedimen lunak mengalami pengikisan, tetapi perwujudan bola batu itu tetap bertahan. Bola batu tetap terbentuk tak terkikis, meski bentuknya yang bulat bisa bergerak dari waktu ke waktu. 


Saat ini, kendaraan penjelajah Curiosity tengah mengeksplorasi dasar Gunung Sharp, lokasi yang menjadi pusat eksplorasi Curiosity sejak mendarat di Mars pada dua tahun terakhir. 


Selama kurun eksplorasi itu, Curiosity memang menemui sejumlah penampakan aneh di permukaan Mars, mulai dari adanya penampakan blueberry, batu berwajah, dan batu seperti tikus, serta penampakan lainnya.


Bahkan, satelit NASA yang mengorbit di sekitar Mars, Mars Reconnaissance Orbiter, belum lama ini menangkap adanya penampakan batu yang berjalan di lereng Mars.

Tiongkok Serius Kembangkan Program Luar Angkasa



Tampaknya Tiongkok begitu serius dalam mengembangkan program luar angkasa berawak. Hal itu terbukti dengan rencana negeri tirai bambu itu bekerjasama dengan negara yang sudah lama berkecimpung di bidangnya, seperti Rusia dan Eropa.

Bila itu terlaksana maka tak dipungkiri Tiongkok akan mengirimkan orang pertama di negaranya yang bertugas menjelajah luar angkasa.

Yang Liwei, Wakil Kepala Badan Antariksa Berawak Tiongkok, seperti yang diberitakan laman Xinhuanet.com, Kamis, 11 September 2014, mengatakan bahwa Tiongkok sudah menjalin pelatihan bersama dan pertukaran astronaut. Negara ini telah melakukan kerja sama ini dengan Rusia, Amerika, dan Eropa.

Selain itu juga, antarkedua pihak telah melakukan percobaan ilmiah terkait dengan ruang angkasa dan membantu dalam penyeleksian astronaut di Tiongkok.

Lebih lanjut lagi, Liwei mengungkapkan astronaut dari Tiongkok bersama negara lain sudah melakukan sejumlah pelatihan di China Astronaut Center dan Eropa Astronaut Center.

"Saya sendiri menerima program pelatihan mikro-gravitasi di Rusia dalam misi Shenzhou-8. Kerja sama kedua negara akan meliputi 17 percobaan sains kehidupan di angkasa," kata Liwei.

Dia mengatakan Tiongkok memiliki platform mengenai misi ruang angkasa. Platform tersebut bisa digunakan dengan negara lain melalui kerja sama yang akan dijalani.

"Tiongkok berharap juga untuk bekerja sama dengan negara lain dalam teknologi stasiun ruang angkasa, pelatihan astronot, rancangan program, peralatan penelitian dan pengembangan, dan bahkan melakukan misi bersama," ujarnya.

Badan Antariksa Eropa Targetkan Pendaratan di Komet



Bila NASA berupaya mencari planet yang diduga cocok untuk dihuni manusia di masa depan, Badan Antariksa Eropa (ESA) akan melakukan langkah cukup gila, yakni mendarat di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko (komet 67P/CG)

Saat ini, para insiyur dan ilmuwan ESA merencanakan strategi tepat untuk mendarat di komet tersebut. Hal ini dikarenakan batu angkasa itu memiliki permukaan yang tidak rata sehingga dibutuhkan langkah yang tepat untuk mendarat.

"Kami telah menemukan komet 67P/CG sejauh ini. Sebuah komet yang fantastis untuk dikunjungi," kata Dr. Christopher Carr, seorang peneliti utama pada instrumen Rosetta Plasma Konsorsium, dilansir BBC edisi Senin 15 September 2014.

ESA sendiri direncanakan akan memberangkatkan kendaraan ruang angkasanya pada 11 November mendatang. Kendaraan berbentuk robot itu menyerupai laba-laba dan difungsikan untuk menjelajah komet tersebut.

Jika program tersebut berhasil maka itu akan menjadi sejarah keberhasilan eksplorasi ruang angkasa.

"Tidak ada pesawat ruang angkasa yang pernah mengorbit di sebuah komet aktif sebelumnya. Jadi, ini yang pertama kalinya," jelas Carr.

Selain menjadi yang pertama, tujuan pendaratan di komet itu sebagai pelajaran untuk memahami batu ruang angkasa.

Carr mengatakan, pihaknya sedang mempelajari gambar mengenai komet tersebut untuk mengetahui pendaratan yang tepat nantinya.

Dan juga ESA mempelajari sifat komet, berusaha untuk mencari tahu bagaimana objek tersebut dibangun dan komposisi material dan senyawa yang ada di dalamnya.

Nasa Klaim Selangkah Lagi Temukan Bumi Alternatif




Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) tak henti berinovasi menemukan tempat layak huni selain bumi. Mereka percaya bahwa bumi bukanlah satu-satunya tempat yang bisa menjadi predikat planet layak huni.


Kini, usaha NASA mulai membuahkan hasil. Mereka mengklaim telah lebih dekat ke tanda-tanda kehidupan lain. Saat ini, NASA mencari teknologi yang mumpuni untuk menjawab segala keraguan sebagai pembuktiannya terhadap penemuan mereka.


"Kami percaya, NASA sangat dekat dalam hal teknologi dan ilmu pengetahuan untuk benar-benar menemukan tempat lain selain bumi. Itu, untuk menemukan tanda-tanda kehidupan di dunia lain," kata Sara Seager, profesor ilmu planet dan fisika di Institut Teknologi Massachusetts, Amerika Serikat, dilansir CNN, Selasa 16 September 2014.


Salah satu teknologi NASA, yakni memperbaiki Hubble Space Telescope yang dibuat pada 2009. Teleskop ini bisa mendeteksi planet layak huni lainnya lebih jelas dan akurat lagi dari sebelumnya.


"Kita menyadari bahwa galaksi kita ini setidaknya mempunyai 100 miliar planet, dan hal itu kami ketahui sejak lima tahun lalu," ujar Matt Mauntain, Direktur dari Space Telescope Science Institute di Maryland, Amerika Serikat.


Ia lalu mencontohkan, seperti planet yang telah ditemukan menggunakan Kepler Space Telescope yang menemukan pertama kali. Setidaknya, ada planet layak huni mempunyai karakteristik seperti bumi yang mengorbit di sekitar galaksi.


Kedua teleskop tersebut mempunyai fungsi sebagai pengetahuan bagi para ilmuwan untuk mengintip ke masa lalu, jauh sebelum galaksi Bima Sakti terbentuk. John Mather seorang ilmuwan senior dari NASA mengatakan
usia bumi mungkin relatif tua sekitar 4,5 miliar tahun silam. Namun, menurutnya itu masih sepertiga dari usia alam semesta.


"Dan galaksi kita selalu berkembang dengan sekitar lima, atau 10 bintang baru yang lahir per tahunnya di galaksi Bima Sakti," ungkapnya.


Selain, Hubble dan Kepler, terdapat pula teleskop Webb yang akan dibangun pada tahun 2018 mendatang, sebagai upaya pendukung kepada teleskop yang sudah ada sebelumnya.


"Kita memiliki kesempatan untuk yang pertama kalinya dalam memiliki mampu menemukan tanda-tanda kehidupan di planet lain," kata Seager.


Para ilmuwan tersebut, tak bosan-bosannya meyakini perburuan planet layak huni lainnya selain bumi. Hal itu akan menjadi tantangan mereka untuk selalu menginovasi pengetahuan dan teknologi dalam mendeteksi planet yang diduga bisa menjadi tempat tinggal manusia di masa depan.

NASA Siapkan Uji Coba Oksigen di Mars



Badan Antariksa Amerika (NASA) mengumumkan akan menyertakan tujuh instrumen dalam kendaraan luar angkasa Mars 2020. Salah satunya adalah teknologi untuk mempelajari cara membuat oksigen di atmosfer Mars.

Uji Pembuatan oksigen yang diberi nama Mars Oxygen (Moxie) ini merupakan yang terpilih dari sekitar 58 proposal instrumen yang diajukan dari berbagai tim peneliti di seluruh dunia.

Melansir Business Standard, Senin 4 Agustus 2014, misi tersebut merupakan yang diajukan peneliti Massachusetts Institute of Technology (MIT), Amerika Serikat.

Dijadwalkan percobaan tersebut akan dimulai musim panas tahun 2020 ketika Mars Rover 2020 akan mendarat di planet merah. Di sana akan langsung dicoba hasil peneliti dari MIT dengan mengkonsumsi listrik yang diharapkan akan menghasilkan oksigen dari karbondiokasida. Dipercaya atmosfir Mars saat ini 96 persen terdiri dari karbon dioksida.

Bila misi tersebut terbukti bekerja maka sistem Moxie ini dalam waktu yang mendatang akan digunakan dengan skala yang lebih besar. Baik untuk kegiatan yang mempertahankan wisatawan manusia yang berkunjung ke Mars atau menyediakan oksigen cair yang dibutuhkan untuk membakar bahan bakar roket guna perjalanan balik ke bumi.

"Eksplorasi manusia di Mars akan menjadi kegiatan generasi selanjutnya. Dengan cara yang sama saat generasi saya melakukan misi pendaratan ke bulan," kata Michael Hecht, seorang peneliti utama dari Moxie dan asisen direktur untuk manajemen penelitian Observatorium di MIT.

Moxie akan dirancang dan dibangun seperti yang direncanakan. Mereka menyebut teknologi ini sebagaisel bahan bakar yang dijalankan secara terbalik. Dalam proses tersebut, bahan bakar akan dipanaskan bersama-sama dengan pengoksidasi yang menghasilkan listrik.

Listrik yang dihasilkan berada dalam mesin terpisah, kemudian digabungkan dengan karbon dioksida dari udara Mars untuk menghasilkan oksigen karbon monoksida. Proses tersebut disebut elektrolisis oksida padat.

"Ini adalah cara yang cukup eksotis untuk menjalankan sel bahan bakar di bumi. Akan tetapi di Mars, jika anda ingin menjalankan mesin, anda tidak memiliki oksigen. Lebih dari 75 persen dari apa yang akan ada bawa untuk menjalankan mesin di Mars akan menjadi oksigen," ujar Hecht.

Keberhasilan menjalan misi nanti dalam membuat oksigen yang membuat penjalajah manusia bisa bernafas akan sangat membantu misi apapun di luar angkasa.

"Ketika ingin mengirim manusia ke Mars, tentu kita ingin mereka kembali. Untuk melakukan itu, mereka membutuhkan roket untuk mengangkatnya. Itulah salah satu bagian terbesar dari tujuan kami, bahwa kita perlu mengirim astronot kembali. Jadi, jika kita bisa menciptakan bagian dengan membuat oksisgen di Mars, kami telah berada jauh di depan," paparnya.

Begini Bentuk Rumah Masa Depan di Planet Mars



Mimpi menghadirkan kehidupan manusia di Mars sudah digelorakan oleh lembaga antariksa dunia yaitu Mars One, sebuah badan antariksa swasta asal Belanda dan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA). 

Mars One berambisi mewujudkan koloni manusia di Planet Merah sementera NASA bekerja keras mengirimkan misi manusia ke Mars untuk melihat sejauh mana prospek planet itu untuk mendukung kehidupan manusia di masa depan. 

Meski ambisi dan mimpi tersebut masih cukup jauh, tapi itu tak menghentikan upaya mempersiapkan kehidupan di Mars. Termasuk mempersiapkan bagaimana konsep tempat tinggal manusia di Mars.

Nah, belum lama ini, NASA dan Makerbot--perusahaan percetakan 3D Amerika Serikat--mengadakan Tantangan Mars Base, kontes untuk merancang tempat habitat manusia. 

Rancangan 'rumah' di Mars itu bisa dibuat dari material yang ditemukan di Mars maupun material yang dibawa dari Bumi, seperti dikutip dari Cnet edisi Selasa 19 Agustus 2014.

Kontes itu nyatanya menarik peminat. Tercatat ada 228 pengajuan konsep tapi hanya dipilih 3 yang terbaik. 

Konsep desain pertama yang dipilih yaitu konsep ciptaan Noah Hornberger, The Queen B. Konsep 3D ini mirip dengan sarang lebah, dengan terdiri apartemen dua kamar tidur, dua kamar mandi dengan 6 ruangan samping yang terletak pada kisi-kisi segi enam. 

Desain rumah di Planet Mars

Desain The Queen B

Desain The Queen B dirancang untuk melindungi radiasi kosmik manusia yang akan terpapar di bawah atmosfer Mars. Kunci pelindung ini adalah panel uranium. Desain ini juga memberikan kehangatan melalui pipa air yang melalui dinding desain. Hal ini menghasilkan panas dengan reaktor kimia eksotermik bawah tanah.

"Ini jelas merupakan sebuah tantangan yang beragam. Saya telah mencoba berpikir melalui teori desain saya sebanyak mungkin dan membuktikan dengan model cetakan. Saya merancang sesuatu yang akan membuat kehidupan menyenangkan setidaknya dalam beberapa tahun," tulis Hornberger. 

Desain kedua tak kalah menarik, berbentuk piramida yang dinamakan Martian Pyramid karya Valcrow. 

Konsep ini dirancang untuk perumahan dan bangunan ketahanan yang menjalankan sistem tertentu guna menumbuhkan bahan makanan. Kunci desain ini yaitu menggunakan panel surya sebagai sumber energi dan membangun pusat kolam penyimpanan air. 

Desain rumah di Planet Mars

Desain Martian Pyramid

Hampir mirip, konsep ketiga ini terlihat seperti piramida. Desain bernama Mars Acropolis itu dirancang insinyur desain Christ Starr, terbangun pada struktur tiga lapisan. Konsep ini dibangun dari material campuran.

Pada bagian interior, konsep ini terdapat tiga rumah kaca yang dipatok untuk sumber makanan terbarukan dan sumber oksigen. Pada lapisan terbawah dimanfaatkan untuk penyimpanan generator oksigen dan memasok tangki. Untuk bagian puncak desain, terdapat menara air yang berfungsi mengumpulkan uap air dari atmosfer Mars. 

Desain rumah di Planet Mars

Desain Mars Acropolis 

Hasil ini benar-benar disambut secara antusias oleh Makerbot. 

"Kami benar-benar menyukai desain dalam Tantangan Mars Base yang sering terinspirasi oleh struktur di bumi yang tahan dari waktu dan elemen cuaca keras," kata CEO Makerbot Bre Pettis.

Flag Country

free counters