Siapkah Manusia Bertemu Makhluk Luar Angkasa?




WASHINGTON -- Apakah kita sendirian di alam semesta yang maha luas ini? Adakah bentuk kehidupan dan peradaban di luar sana untuk ditemukan? Apakah kita siap untuk pertemuan itu?

Jawabannya adalah tidak, menurut sebuah studi baru yang dilakukan oleh seorang psikolog khusus syaraf asal Spanyol, yang menemukan bahwa manusia tidak cukup cerdas dan terlalu dipengaruhi agama, untuk dapat menghadapi kontak semacam itu.

Studi tersebut, yang diterbitkan dalam Acta Astronautica, dilakukan oleh Gabriel G. de la Torre, seorang profesor Departemen Psikologi di University of Cádiz di Spanyol, yang juga bekerja dalam proyek-proyek untuk Badan Antariksa Eropa dan Yayasan Sains Eropa.

Untuk studinya, de la Torre menganalisa implikasi-implikasi sosiologis dan etis dari kemungkinan interaksi manusia-makhluk luar angkasa (ET).

"Dapatkah keputusan itu diambil atas nama seluruh planet? Apa yang akan terjadi jika hal itu berhasil dan seseorang menerima sinyal kita? Apakah kita siap untuk kontak semacam ini?" de la Torre bertanya-tanya.

Untuk mendapatkan jawaban-jawaban atas pertanyannya, de La Torre mengirimkan daftar pertanyaan kepada 116 mahasiswa/i di Amerika, Italia dan Spanyol. Survei itu dirancang untuk mempelajari pengetahuan astronomi responden, tingkat persepsi mereka mengenai lingkungan fisik, opini mereka mengenai tempat yang dihuni di alam semesta, kemungkinan kontak dengan makhluk ekstraterestrial maupun pertanyaan religius seperti "Apakah Anda percaya Tuhan menciptakan semesta?"

Jawaban-jawaban mereka mengindikasikan bahwa pengetahuan publik secara umum mengenai alam semesta dan posisi manusia di dalamnya, bahkan di tingkat universitas, masih buruk.

"Terkait hubungan kita dengan kemungkinan kehidupan ekstrateresterial, kita seharusnya tidak bergantung pada cara berfikir dengan referensi moral, karena sangat dipengaruhi agama," ujar de la Torre.

"Mengapa makhluk-makhluk yang lebih intelijen harus 'baik'?" tambahnya.

Rasa penasaran de la Torre mengenai kemungkinan pertemuan manusia dan ET memuncak akibat proyek yang saat ini sedang dipertimbangkan oleh Search for Extraterrestrial Intelligence Institute (SETI) di California. Proyek SETI ini mulai pada akhir 1960an dan awal 1970an dengan sebuah misi untuk memburu sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh intelijen ekstraterestrial.


Naiknya Permukaan Laut Ancam Kennedy Space Center



WASHINGTON -- Para ilmuwan Amerika menyatakan pemanasan global memaksa badan antariksa Amerika NASA untuk membangun tanggul-tanggul di dekat pusat-pusat penelitian dan penerbangan utama di kawasan pesisir Amerika.

Sebuah laporan yang dikeluarkan Union of Concerned Scientists menyatakan naiknya permukaan air laut merupakan ancaman terbesar bagi Kennedy Space Center, pusat antariksa bersejarah di tepian Samudra Atlantik di Florida. Disebutkan bahwa fasilitas-fasilitas lain NASA juga telah mengalami kerusakan parah akibat erosi dan badai.

Seperti dilansir voanews.com, Rabu (21/5), NASA menyatakan pentingnya lokasi peluncuran di dekat perairan adalah jika penerbangan uji coba yang tengah berlangsung harus dibatalkan atau ada gangguan teknis yang memaksa astronot untuk melakukan penerbangan darurat kembali ke Bumi.

Laporan itu juga menyebutkan naiknya permukaan air laut mengancam lokasi-lokasi bersejarah lainnya, termasuk kawasan kolonial Boston, taman-taman nasional Hawaii, serta Liberty Island di kawasan pelabuhan New York.

Kendaraan Baru NASA Akan Selidiki Bagian Dalam Mars




Badan antariksa AS, NASA, baru-baru ini memberikan lampu hijau bagi pembuatan kendaraan pendarat Mars baru yang akan mengamati ke dalam interior planet merah tersebut.


Misi Mars baru ini disebut Penjelajahan Interior Menggunakan Investigasi Seismik, Geodesi dan Transport Panas, atau InSight. Pesawat misi ini dijadwalkan akan meluncur dari markas angkatan udara Vandenberg di California pada Maret 2016 dan tiba di Mars September.
Kepala penyelidik Bruce Banerdt, dari Laboratorium Propulsi Jet NASA, mengatkaan sebagian teknologi kendaraan yang akan digunakan untuk mempelajari interior Mars itu mirip dengan yang telah digunakan para ahli geologi untuk mempelajari Bumi.



Studi InSight tidak hanya memberikan pengamatan lebih segar pada penciptaan planet kita, tapi juga planet-planet lain seperti Bumi yang terletak di dalam dan di luar sistem tata surya kita.
"Kami benar-benar ingin memahami bagaimana planet-planet terestrial dibentuk sejak awal di sistem tata surya, dan bagaimana formasi itu mengarah pada kondisi-kondisi yang kita miliki di permukaan," ujar Banerdt.
Tidak seperti kendaraan penjelajah Curiosity dan Opportunity yang bepergian di seluruh Mars, InSight akan dikirim ke lokasi dekat garis ekuator dan tetap statis untuk melakukan riset.



Banerdt mengatakan kendaraan Mars baru itu akan memetakan geografi di dalam planet itu.

Sumber

Air di Mars Berasal dari Mikroba




Penelitian baru di Australia menemukan perbedaan produksi air di Mars dengan di bumi. Air mineral di Mars kemungkinan besar berasal dari mikroba yang hidup di sana.

Dikutip melalui BBC, Rabu 28 Mei 2014, penemuan baru yang ditulis dalam jurnal Geology itu mengindikasikan mineral yang bisa ditemukan di Bumi dan Mars ini bisa diciptakan dalam kondisi panas, di sungai vulkanik yang memiliki kandungan alkalin tinggi, atau melalui mineralisasi dalam mikroba hidup.

Artinya, mineral yang diberi nama Stevensite itu merupakan mineral dari magnesium silikat dan terbentuk melalui proses biologi, bukan melalui fenomena geologi seperti yang ada di bumi. Stevensite biasanya digunakan pada industri perawatan kecantikan selama beberapa abad lalu.

"Ada sebuah sungai di Moroko. Sungai tersebut dipenuhi mineral stevensite yang kemudian ditambang dan didistribusikan dengan menggunakan Onta. Distribusinya ke negara timur seperti India. Kemungkinan besar, Ratu Cleopatra menggunakan stevensite sebagai perawatan kecantikan kulit dan mukanya," ujar ketua tim penulis jurnal Ideology, Dr. Robert Burne dari Australian National University.

Menurut Burne, NASA berhasil mendeteksi adanya tambang stevensite di Mars. Stevensite ini diketahui berhubungan dengan spherulites (sebuah lingkungan kecil dari mahluk yang tidak diketahui).

Baru-baru ini Burne meneliti serangkaian karang yang berdiri di perairan Danau Clifton, sebelah selatan Perth. "Danau itu bukan hanya danau vulkanik yang masih mendidih, tetapi lebih mirip Taman Surga. Sebuah lokasi yang sangat indah lengkap dengan air sejernih kristal dan pH netral," ujar Burne.

Burne dan tim peneliti lainnya menemukan adanya sejumlah besar tambang mineral di danau tersebut. "Mineral ini tersimpan dan terakumulasi sejak 2.000 tahun lalu di dalam struktur karang yang kaku, yang telah kami beri nama Microbialites. Mirip dengan beberapa struktur tua yang terbentuk oleh alam," ujar Burne. Microbialites merupakan bukti kehidupan bumi dalam skala besar. 

"Mereka menemukan bagaimana organisma mikroskopis mampu bergabung bersama untuk membangun karang berstruktur besar yang kadang-kadang ukurannya melebihi terumbu karang yang ada saat ini," papar Burne.

Sebelumnya, para ilmuwan percaya jika microbialites dibuat dari kalsium karbonat. Namun, setelah temuan ini, ternyata kalsium karbonat hanya sebagian kecil senyawa yang terbentuk di kemudian hari.

Kawah "Segar" Berukuran Setengah Lapangan Bola Ditemukan di Mars




Sebuah kawah yang belum lama terbentuk ditemukan dengan bantuan kamera Mars Color Imager (Marci) pada wahana Mars Reconnaissance Orbiter (MRO) milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

Lebar kawah mencapai 48,5 meter, setara dengan setengah lapangan sepak bola. Kawah ini dikatakan sebagai kawah baru terbesar yang ditemukan di tata surya dengan metode sederhana, membandingkan citra sebelum dan sesudah pembentukan kawah.

Bruce Cantor, deputi pimpinan pada Malin Space Science Systems di San Diego, adalah orang yang menemukan kawah tersebut. Ia yang sebenarnya bertugas mengobservasi fenomena cuaca Mars. Ia merasa terkejut ketika menemukannya.

"Kawah baru itu bukan sesuatu yang saya cari. Saya melakukan pemantauan cuaca seperti biasa dan tiba-tiba menangkap sesuatu. Itu tampak biasa dengan cahaya memancar dari titik bagian tengahnya," urai Cantor dalam keterangan pers yang dirilis di NASA, Kamis (22/5/2014).

Ketika menyadari ada sesuatu yang aneh, Cantor mulai menganalisis ke belakang citra demi citra. Ia kemudian menemukan bahwa citra kawah baru itu muncul pertama kali pada 28 Maret 2012.

Begitu tahu bahwa keanehan yang dijumpai adalah representasi sebuah kawah, Carton dan tim pada bulan April 2014 lalu mengamatinya dengan kamera orbit paling tajam, High Resolution Imaging Science Experiment (HiRISE) dan CTX.

Pengamatan dengan CTX dan HiRISE menemukan lebih dari selusin kawah tumbukan lain. Kawah-kawah lain yang berukuran kecil diduga terbentuk akibat tumbukan benda langit yang memicu adanya kawah terbesar.

Pimpinan investigasi pada proyek HiRISE, Alfred McEwen, dari University of Arizona, mengatakan, "kawah terbesar ini tidak biasa, cukup dangkal dibandingkan dengan kawah baru yang ditemukan."

McEwen mengestimasi, ukuran obyek antariksa yang membentuk kawah itu adalah 3 x 5 meter, seukuran mobil atau setara dengan sepertiga asteroid yang menyebabkan ledakan meteor di Chelyabinsk, Rusia. 

Bagaimana obyek "sekecil" itu bisa mengakibatkan "lubang" besar di Mars? Itu karena atmosfer Mars yang tipis, berbeda dengan Bumi. Di Mars, dan juga di Bulan, obyek kecil bisa mengakibatkan permukaan dua benda langit itu "terluka". 

Era Pertanian di Luar Angkasa Dimulai, NASA Tanam Sayuran di ISS




Sebuah misi baru kini dijalankan di antariksa. Bukan lagi mengirim robot, melainkan bercocok tanam, menumbuhkan sayuran. 

Dengan fasilitas Vegetable Production System, singkatnya disebut Veggie, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mulai menumbuhkan sayuran di Stasiun Luar Angkasa Internasional (NASA). Kali ini, yang ditumbuhkan adalah selada. 

Lewat akun Twitter dan Instagram-nya, NASA mengumumkan bahwa proyek itu sudah dimulai sejak 8 Mei 2014 lalu.

Upaya NASA berkebun di antariksa ini merupakan bagian dari sebuah riset. Tujuannya, pada masa depan bahan makanan bisa diproduksi langsung di antariksa dan astronot bisa makan sayuran organik yang segar.

Sebagai sumber cahaya untuk bercocok tanam, NASA menggunakan lampu LED berwarna merah, hijau, dan biru.

Sumber karbon dioksida dan air berasal dari astronot, dari napas yang dikeluarkan dan limbah cair. Untuk mengontrol suhu dan faktor lain, NASA menggunakan fasilitas yang telah ada di kabin ISS.

Saat siap dipanen, sayuran yang ditumbuhkan di ISS akan dikirim ke Bumi dan dibandingkan dengan sayuran yang tumbuh di kebun biasa dari sisi keamanan, rasa, dan nutrisinya. 

Gioia Massa, ilmuwan NASA yang terlibat proyek Veggie, seperti dikutip DNAIndia.com, Sabtu (24/5/2014), mengatakan, "Veggie akan memberi sumber baru bagi astronot dan peneliti seiring upaya kita untuk menumbuhkan makanan segar dan pohon besar di ISS."

Rupanya Ada "Segitiga Bermuda Antariksa" di Atas Brasil




Ada sebuah wilayah di atas Brasil yang disebut "Segitiga Bermuda Antariksa". Tak seperti Segitiga Bermuda di Bumi yang cuma mitos, wilayah itu benar-benar ada dan diakui oleh para ilmuwan.

Memantau wilayah tersebut, komputer di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selalu mengalami crash, teleskop dan satelit mengalami malafungsi, serta astronot selalu melihat kilatan cahaya bila ISS melintas tepat di atasnya. Ada apa gerangan di wilayah itu?

Segitiga Bermuda Antariksa merupakan produk dari adanya Van Allen Radiation Belt, cincin partikel energetik yang mengelilingi Bumi dan bertahan karena adanya medan magnet Bumi. Van Allen Radiation Belt berada di ketinggian antara 1.000 hingga 6.000 km.

Segitiga Bermuda Antariksa eksis karena medan magnet Bumi tidak seragam. Ada wilayah-wilayah tertentu yang memiliki medan magnet rendah. Di wilayah itulah Segitiga Bermuda Antariksa ada. Di sana, radiasi Matahari mampu menembus Bumi lebih dekat.

Baru-baru ini, ilmuwan asal Italia berhasil melakukan penghitungan untuk menentukan lokasi Segitiga Bermuda Antariksa. Mereka menganalisis data rekaman satelit BeppoSAX yang secara rutin melewati bagian atas tersebut.

Ilmuwan menemukan, bagian bawah dari Segitiga Bermuda Antariksa memiliki radiasi lebih rendah. Selain itu, area Segitiga Bermuda Antariksa ternyata bisa berpindah. Setiap tahun, area bergeser 34 km ke arah Afrika. Tahun 2114, area ini diperkirakan ada di Namibia.

Hasil penelitian itu memberi gambaran tentang apa yang terjadi di medan magnet Bumi. Dengan memiliki pemahaman mendalam, ilmuwan dan astronot bisa mengelola perangkat sensitif yang ada di ISS. 

Segitiga Bermuda Antariksa bukan sesuatu yang harus ditakuti. Tidak ada bencana yang bisa muncul akibat fenomena ini. Radiasi Matahari hingga ketinggian 200 km di atas permukaan Bumi punya rentang yang hampir sama.

Kapan Alam Semesta Mencapai Titik Terpanas?




Suhu alam semesta tak selalu sama sepanjang waktu. Pada permulaannya, suhu alam semesta meningkat perlahan hingga pada satu waktu mengalami hal sebaliknya, mendingin.

Sejak lama, astronom bertanya-tanya, kapan suhu alam semesta mencapai puncaknya? Kapan pendinginan dimulai?

Riset terbaru ilmuwan dari Swinburne University of Technology mengungkap bahwa suhu semesta mencapai puncaknya 11 miliar tahun lalu. Saat itu, suhunya mencapai 13.000 derajat celsius.

Ilmuwan mengungkap suhu awal alam semesta (3-4 miliar tahun setelah terbentuk) dengan mempelajari gas-gas yang ada di medium antar-galaksi.

Pada masa-masa awalnya, semesta memanas karena galaksi-galaksi mulai lahir dan memanaskan lingkungan sekitarnya.

"Namun, 11 miliar tahun lalu, 'demam' ini sirna dan semesta mulai mendingin lagi," kata Elisa Boera, mahasiswa Swinburne Center for Astrophysics and Supercomputing.

"Medium antar-galaksi adalah perekam sejarah semesta yang baik, menyimpan memori peristiwa besar, seperti suhu, komposisi, dan perbedaannya selama evolusi semesta," imbuh Boera.

Sementara itu, Boera juga mengoleksi cahaya paling biru yang ditransmisikan oleh atmosfer Bumi, sinar ultraviolet dari 60 kuasar.

Sinar ultraviolet itu berasal dari perkembangan alam semesta selanjutnya. Dengan demikian, ilmuwan bisa mengetahui suhu alam semesta pada perkembangan selanjutnya.

"Sinar itu menunjukkan bahwa semesta mendingin sekitar 1.000 derajat celsius dalam 1 miliar tahun setelah mencapai titik tertinggi 13.000 tahun lalu," kata Boera.

Dikutip dari NDTV, Minggu (25/5/2014), Boera mengungkapkan bahwa pendinginan itu terus berlangsung sampai sekarang.

Apa sebab pemanasan dan pendinginan? Michael Murphy dari Swisburne University yang juga terlibat riset mengatakan, "Kami pikir jawabannya adalah helium."

Murphy mengatakan, 14 persen dari gas antar-galaksi adalah helium. Dan, pada 12 miliar tahun lalu, gas itu menyerap radiasi dari galaksi, kehilangan elektron dalam prosesnya.

Elektron itulah yang kemudian memanaskan gas, persis seperti bagaimana karbon dioksida membuat Bumi semakin panas. 

Dalam prosesnya, hidrogen terus terionisasi. Semesta juga terus mengembang. Alhasil, semesta pun mendingin.


Satelit Komunikasi Milik Rusia Jatuh



SEBUAH roket milik Rusia, Proton-M, yang membawa satelit komunikasi Express AM4R jatuh di wilayah Kazakhstan, Jumat waktu setempat (16/5).

Menurut Kepala Badan Antariksa Nasional Rusia (Roscosmos), Oleg Ostapenko, insiden ini terjadi sekitar sembilan menit setelah roket tersebut meluncur.

Sebagaimana dilansir Itar Tass (Sabtu, 17/5), Ostapenko menduga jatuhnya roket mungkin disebabkan akibat kegagalan salah satu mesin kemudi. Ia juga mengatakan roket dan semua puing-puing hangus terbakar di atmosfer.
Jatuhnya roket Proton ini sempat menghebohkan warga Tiongkok, negara yang berbatasan langsung dengan Kazakhstan. Beberapa saksi mata di Provinsi Heilongjiang melihat ‘bola api’ di langit sebelum benda itu jatuh.
Ini merupakan insiden kedua kalinya yang dialami Proton dalam waktu satu tahun. Pada bulan Juli 2013, sebuah roket Proton juga meledak setelah meluncur di atas wilayah Kazakhstan.

Peneliti: Ada makhluk lain di luar bumi




Perdebatan dan juga penelitian tentang ada tidaknya makhluk luar angkasa terus saja terjadi dan berlanjut dari dekade ke dekade. Ada satu pengungkapan terbaru yang katakan bahwa ada makhluk di luar bumi.

Seseorang dari Search for Extrateresterial Intelligence (SETI) Research Center di University of California, bernama Dan Werthimer mengungkapkan bahwa kemungkinan mikroba ekstrateresterial di luar bumi memang ada dan keberadaannya mendekati 100 persen.

Dikutip dari Huffington post (22/05), Werthimer juga menjelaskan bahwa keberadaan makhluk di luar angkasa dibuktikan dengan banyak ditemukannya komponen-komponen pembentuk kehidupan dan diperkirakan ada di dalam galaksi Bima Sakti.

"Kemungkinan akan adanya kehidupan di luar sana sangat besar dan bisa saja mereka sangat pintar," jelasnya.

Ungkapan Werthimer tersebut juga didukung oleh pernyataan seorang astronom senior dari SETI Institute, Seth Shostak, yang jelaskan bahwa pembuktian akan segera terwujud setidaknya 20 tahun ke depan, tergantung dari pembiayaan untuk penelitiannya tersebut.

Sebelumnya, muncul pemberitaan bahwa beberapa tahun sebelum ini juga ada bukti tentang keberadaan makhluk di luar bumi. Bukti tersebut adalah ditangkapnya sinyal misterius dari luar angkasa.

Tercatat sebanyak 3 kali muncul sinyal misterius dari luar angkasa yaitu pada tahun 1967, 2007 dan pada bulan April 2014 lalu. Namun, ada beberapa peneliti yang meragukan bahwa sinyal tersebut berasal dari makhluk lain di luar angkasa.

Dalam pendapat mereka yang ragu menyatakan bahwa ada kemungkinan sinyal tersebut berasal dari banyak faktor. Seperti contohnya, meledaknya sebuah bintang, tersedotnya beberapa neutron di luar angkasa ke dalam black hole sampai dengan supernova angkasa.


2016, Mars akan digali oleh NASA


Penelitian untuk mencari bukti bisa tidaknya planet Mars dihuni oleh manusia akan memasuki babak baru, karena NASA kembali berusaha menyingkap rahasia di bawah bebatuan si planet merah.
Setelah berulang kali gagal menggali dataran Mars menggunakan Mars Rover atau alat 'pembajak' batuan Mars, kini NASA bekerja sama dengan negara-negara di Eropa akan meluncurkan misi baru ke planet tersebut, InSight.
Menurut Daily Mail (20/5), rencananya InSight akan lepas landas dari pangkalan udara milik AS di California Maret tahun 2016. Dan dijadwalkan mendarat di permukaan Mars 6 bulan setelahnya atau di bulan September.
InSight sendiri nantinya memuat peralatan penggali untuk memonitor karakteristik dataran dan lapisan dalam Mars. Dibekali dengan lengan robotik, Insight akan membenamkan alat pendeteksi seismik dan pendeteksi panas sekaligus.
Dengan kedua alat ini, peneliti NASA bisa memantau gelombang atau gempa yang dihasilkan oleh benturan meteor dan pergerakan planet itu sendiri. Panas dari inti Mars pun akan dapat terus dimonitor, untuk mencari tahu apakah inti Mars terdiri atas zat padat atau 'cair' seperti Bumi.
Lewat kedua data tersebut, peneliti berharap segera mendapatkan jawaban seberapa 'bersahabat' Mars jika ditinggali oleh manusia.
Misi ini akan memakan waktu 720 hari atau sekitar 2 tahun. Proyek InSight merupakan hasil adaptasi dari proyek NASA sebelumnya, NASA Phoenix Mars Lander, yang sukses meneliti es dan tanah bagian utara planet Mars di tahun 2008.

Ayo Amati, "Saudara Kandung" Matahari Tampak dari Indonesia Malam Ini




Beberapa hari lalu, astronom mengumumkan bahwa mereka telah menemukan bintang yang merupakan "saudara kandung" matahari. Bintang bernama HD 126826 itu berjarak 110 tahun cahaya atau 1,04 kuadriliun kilometer.


Astronom amatir, Ma'rufin Sudibyo, mengatakan, bintang tersebut bisa dilihat malam ini dan sepanjang bulan bisa dilihat dari Indonesia. "Bintang ini bisa dilihat dari Indonesia sejak sekitar pukul 9 malam hingga pagi hari, di langit sisi utara," katanya.



Ma'rufin mengungkapkan, ada tiga syarat utama agar warga Indonesia bisa melihat bintang ini. Syarat mutlaknya adalah memiliki atau menggunakan binokuler. Bintang ini terlalu redup untuk bisa dilihat dengan mata telanjang.



Syarat kedua, memilih tempat yang cukup gelap untuk pengamatan. "(Bintang ini) tidak bisa dilihat dari lingkungan urban atau kota, seperti kota-kota kecil, apalagi Jakarta," ujarnya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (13/5/2014).



Tempat yang bisa dipilih adalah yang belum banyak mengalami polusi cahaya, misalnya pedesaan ataupun pantai-pantai yang belum banyak dikembangkan sebagai obyek wisata. Banyak pantai di wilayah selatan Jawa masih memungkinkan menjadi lokasi pengamatan.



Kepemilikan peta langit atau perangkat lunak astronomi seperti Stellarium dan Starry Night adalah syarat lain. Peta atau perangkat lunak itu akan membantu pengamat menentukan lokasi bintang.



HD 126826 atau disebut juga HIP 87382 dalam katalog bintang lain akan terlihat di langit utara. Tepatnya, bintang tersebut berada di sebelah kiri dari bintang Vega, bintang terang di rasi Lyra.



"Rasinya mudah dicari. Pada waktu tersebut, lihat saja ke langit utara, identifikasi selempang galaksi Bimasakti, lalu cari bintang terang di samping kirinya, itu bintang Vega. Nah, si HIP 87382 tidak jauh dari rasi itu," kata Ma'rufin.



HD 126826 sebenarnya bukan bintang baru. Namun, lewat pengukuran orbit serta analisis kimia dengan metode spektrometri, astronom baru mengetahui bahwa bintang itu lahir dari awan gas yang sama dengan matahari. 



Nama HD 126826 adalah nama dalam katalog bintang Henry Draper. Sementara itu, HIP 87282 adalah nama dalam katalog Hipparcos. Peta langit atau perangkat lunak astronomi biasa menggunakan salah satu dari dua nama tersebut.


Bila Hidup di Planet Ini, Umur Manusia Takkan Sampai Setahun




Manusia bisa hidup di Bumi selama puluhan tahun. Namun, bila manusia hidup di planet GU Psc b, umurnya takkan sampai sehari! Apa sebabnya?

GU Psc b adalah planet yang mengorbit bintangnya dengan jarak yang super jauh, 2.000 kali jarak Bumi-Matahari, atau sekitar 300 miliar kilometer.

Akibat jarak yang jauh, waktu yang diperlukan oleh planet itu untuk mengorbit bintangnya, GU Psc, jauh lebih lama. Setahun di planet itu sama dengan 80.000 tahun di Bumi.

GU Psc dan GU Psc b adalah bintang dan planet yang ditemukan oleh Marie-Eve Naud, pelajar doktoral dari Universitas Montreal di Kanada. 

Naud melakukan pengamatan pada kluster bintang bernama AB Doradus, kluster yang terdiri dari bintang-bintang berusia 100 juta tahun yang mengelompok dan bergerak bersama.

Pengamatan dilakukan di Observatoire Mont-Megantic. Hasil penelitian dipublikasikan di The Astrophysical Journal.

GU Psc b adalah planet gas raksasa, berukuran 9 - 13 kali Jupiter. Jadi, ukurannya jauh lebih besar dari Bumi. 

Rene Doyon, direktur Observatoire Mont-Megantic, seperti dikutip situs IFLScience.com, mengungkapkan, "GU Psc b benar-benar merupakan hadiah alam."

Dengan jarak yang super jauh dari bintangnya, planet ini bisa diobservasi dengan beragam instrumen sehingga memungkinkan ilmuwan memahami lebih banyak tentang plant gas raksasa.

Sementara itu, Etiene Artigau, salah satu supervisor Naud, mengatakan, "Planet ini adalah keanehan dalam sistem keplanetan."

Ia bersama mahasiswa dan sejumlah rekan mengamati lebih dari 90 bintang dan hanya menemukan satu planet.

Mungkinkah manusia hidup di planet ini? Karena GU Psc b merupakan planet gas, jawabannya jelas tidak.

Meskipun demikian, planet ini memberi gambaran tentang betapa kecilnya Tata Surya dan uniknya masing-masing sistem keplanetan yang ada di alam semesta.

Sebelumnya, sempat ditemukan tata surya paling ramping di alam semesta dimana lima planet bergerombol di dekat bintangnya.

Fenomena Unik, Saturnus Akan Terbit dari Balik Purnama Petang Nanti




Saturnus, planet kedua terbesar di Tata Surya, biasanya langsung terbit dari ufuk timur. Namun, tidak demikian pada senja ini. Planet bercincin itu akan terbit dari balik purnama. Mengapa demikian?


Sebabnya adalah adanya peristiwa okultasi. Dalam peristiwa ini, Bumi, Bulan, dan Saturnus terletak pada satu garis. Saturnus yang seharusnya tampak dari pandangan manusia di Bumi menghilang karena tertutup Bulan. Fenomena ini bisa juga disebut gerhana Saturnus.



Fenomena ini bisa disaksikan secara lengkap oleh warga Australia. Warga Indonesia yang ada di selatan Jawa bagian barat dan tengah hanya bisa menyaksikan bagian akhir dari fenomena ini, itu pun dengan tingkat kesulitan dan risiko yang tinggi.



"Karena hanya terjadi beberapa saat setelah Matahari terbenam," kata astronom amatir Ma'rufin Sudibyo kepada Kompas.com, Selasa (13/5/2014). Berdasarkan simulasi dengan Starry Night, di Kebumen, Matahari tenggelam pada pukul 17.29 WIB, Saturnus terbit pada pukul 17.30 WIB.



Pengamatan pada saat tersebut sulit dan berisiko tinggi karena berhadapan dengan Matahari yang masih terang. Pengamatan Matahari atau wilayah di dekatnya secara langsung, bila tak hati-hati, bisa menyebabkan kerusakan mata.



Meski fenomena okultasi tak bisa disaksikan, warga Indonesia bisa melihat bagaimana Saturnus mulai terbit dari balik purnama sesaat setelah okultasi berakhir. Fenomena ini unik karena Saturnus langsung terbit dari ufuk timur. Ini bisa dilihat sekitar pukul 19.00 WIB. 



Terbitnya Saturnus dari balik Bulan bisa disaksikan oleh warga di selatan Jawa bagian barat dan tengah, seperti Yogyakarta, Cilacap, dan Pangandaran. Sementara warga Jakarta tidak bisa menyaksikan, tetapi hanya akan melihat Saturnus melintas sangat dekat di pinggir piringan Bulan.



Ma'rufin mengungkapkan, meski bisa dikatakan bahwa Saturnus akan terbit dari balik purnama, sebenarnya purnama baru akan terjadi pada tengah malam nanti. Meskipun demikian, saat senja, Bulan sudah terlihat bundar.



Bulan Mei 2014 sebenarnya kaya akan fenomena astronomi menarik, tetapi banyak yang tak bisa diobservasi maksimal dari Indonesia. Ada badai meteor Camelopardalids, di mana 400 meteor per jam bisa disaksikan. Namun, hanya bisa dilihat di wilayah Amerika Utara dan Kanada.

Debu Memainkan Peran Penting Cuaca Planet Mars



Planet Mars telah menjadi obyek pencarian kehidupan lain di luar Bumi dan juga calon koloni manusia jika saja memungkinkan kehidupan bertahan di sana. Misi eksplorasi pun dilakukan manusia misalnya yang dilakukan NASA dengan mengirim wahana Spirit dan Opportunity.

Salah satu hal yang tak kalah penting terkait misi di Planet Merah ini adalah kondisi cuaca. Menurut Mark Lemmon, profesor ilmu atmosfer di Texas A & M, cuaca di sana didominasi keberadaan debu di mana-mana. Debu memainkan peranan penting dalam cuaca planet merah.

Mark yang juga operator kamera pada berbagai misi Mars, seperti wahana eksplorasi Mars Spirit dan Opportunity mentransmisikan ribuan gambar kembali ke bumi guna menyelidiki kondisi planet.

"Namun, Opportunity mengirimkan kembali lebih banyak gambar," kata Lemmon di jurnal Icarus, seperti dilansir redorbit, Rabu (7/5).
I
ntensitas badai debu sempat membuat komunikasi Spirit dan stasiun di Bumi terputus hingga beberapa hari pada 2007. "Wahana penjelajah menggunakan matahari untuk melacak tingkat debu di sana karena mereka menggunakan tenaga surya. Dan selama badai, matahari cukup redup, hanya sekian persen kecerahan terlihat saat cuaca kembali cerah," tambahnya.

Selain itu, wahana Spirit sempat berhenti berkomunikasi pada musim dingin Mars di tahun 2010 ketika begitu banyak debu menutupi panel surya sehingga tidak mampu menyerap energi matahari.


Peneliti: Agama adalah penyebab alien tidak dapat ditemukan




Penelitian dan pencarian makhluk hidup di luar bumi terus dilakukan sejak bertahun-tahun lalu dengan hasil nol besar. Tidak ada hasil apapun dari penelitian dengan dana yang tidak sedikit itu.

Menurut seorang profesor dari University of Cadiz, Spanyol bernama Gabriel De la Torre, mungkin ada baiknya apabila manusia tidak akan dapat menemukan alien atau makhluk hidup di luar bumi ini.

Dikutip dari Daily Mail (07/05), menurut De la Torre, ada beberapa faktor kenapa makhluk asing itu tidak dapat ditemukan. Faktor-faktor tersebut adalah karena kurangnya pengetahuan akan hal-hal yang menyangkut antariksa termasuk alien, manusia masih terlalu sibuk mengurusi kehidupan sendiri dan juga faktor agama yang menjadi unsur terkuatnya.

Sebelum menelurkan pernyataan ini, De la Torre mengambil data survei dari 116 pelajar dari Amerika Serikat, Italia dan Spanyol. Beragam jawaban yang diperoleh dari survei yang dilakukan. Namun, 2 hal terbesar yang akhirnya dijadikan kesimpulan oleh De la Torre adalah unsur ketidaktahuan manusia itu sendiri dan agama.

"Kita (manusia) belum siap untuk bertemu dan berkomunikasi dengan makhluk asing karena kesadaran secara global masih belum terbentuk. Orang-orang di bumi ini terlalu sibuk dengan urusan sehari-harinya dan pemerintah juga tidak menaruh perhatian khusus terhadap masalah ini. Kita tidak peka terhadap sekeliling (planet lain dan antariksa termasuk kemungkinan keberadaan alien). Pengaruh dari kepercayaan dan agama juga menjadi salah satu faktor kenapa saya katakan bahwa manusia belum siap apabila harus bertemu dengan alien atau juga menemukannya," jelas De la Torre.

Dia juga menjelaskan bahwa ada kemungkinan makhluk asing itu ada di luar sana dan berbeda dari sisi fisik, mental, sosial bahkan moralnya dari manusia.

"Mereka mungkin saja tidak seperti manusia yang memiliki tubuh dengan unsur biologi, tidak menutup kemungkinan mereka adalah robot," lanjutnya.

De la Torre yang selama ini bekerja untuk proyek Mars 500 ini juga menjelaskan tentang Active SeTI (Search for Extraterrestrial Intelligence) atau proyek pencarian makhluk luar angkasa.

"Apa yang akan terjadi apabila proyek ini (Active SeTI) berhasil dan 'sesuatu' menerima sinyal kita. Apakah kita sudah siap akan hal itu?" jelasnya.

Benda serupa meteorit hampir tabrak penerjun payung





Norwegia  - Benda serupa meteorit kecil tampak hampir menabrak penerjun payung asal Norwegia saat beraksi di udara dalam video yang diunggah ke laman YouTube pekan ini.

Hal itu terungkap ketika si penerjun payung, Anders Helstrup, melihat rekaman adegan ketika dia terjun dari pesawat kecil ke dekat Rena, utara Oslo, tahun 2012.

Ia melihat gumpalan batu abu-abu mendesing hanya beberapa kaki di depannya, demikian laporan penyiar televisi NRK di Norwegia.

"Pertama yang melintas di pikiran saya bahwa itu ditempelkan ke parasut, tapi itu terlalu besar," katanya kepada NRK.

"Video itu menimbulkan sensasi di komunitas meterorit. Tampanya mereka yakin itu adalah meteorit, mungkin saya saja yang skeptis," katanya.

Kemustahilan yang mengejutkan dari pertemuan jarak dekat ini menjamin skeptisisme, tapi jika video itu tipuan, itu tipuan yang sangat bagus, kata Bill Cooke, dari Meteoroid Environment Office Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) diMarshall Space Flight Center, Huntsville, Alaska.

"Jika menghitung secara matematis, kemungkinan batu seberat satu kilogram melintas sekitar 30 kaki (9,1 meter) dari manusia di permukaan Bumi dalam 10 menit sekitar satu banding 500 miliar," kata Cooke kepada Space.com.
 
"Kau punya 1.000 kali peluang lebih besar untuk memenangi lotere Powerball," kata Cooke.

Menurut Cooke, benda itu terlihat seperti batu yang jatuh.

Ia mengatakan, meteorit akan terbakar dan pecah ketika melintasi atmosfer Bumi tapi menjadi sangat dingin ketika mendarat dan tampak seperti batu.

Selama ini perempuan asal Alabama bernama Elizabeth Hodges merupakan satu-satunya manusia yang tercatat pernah terluka oleh sebuah objek luar angkasa. 

Tahun 1954, meteor berukuran sebesar buah anggur jatuh menembus atap rumahnya lalu mengenai pinggulnya. 

Sejauh ini tidak ada satu orang pun yang menemukan meteorit yang berkaitan dengan insiden penerjun payung di Norwegia. Pencarian yang dilakukan di sekitar Rena juga belum memberikan petunjuk apapun, demikian laporan NRK.


Flag Country

free counters