Ilmuwan Identifikasi Fosil Burung



ILMUWAN yang tergabung dalam National Academy Sciences baru saja menemukan serangkaian fosil burung. Fosil ini diyakini merupakan fosil burung terbang terbesar yang pernah ditemukan.

Seperti dilansir BBC, makhluk tersebut tampak terlihat seperti burung camar. Burung itu memiliki lebar sayap antara meter 6,1 meter hingga 7,4 meter.

Sebenarnya fosil tersebut sudah ditemukan 30 tahun yang lalu di wilah Carolina Selatan. Namun setelah diteliti lebih jauh fosil ini diidentifikasi sebagai spesies baru.

"Dari ukurannya, fosil ini luar biasa baik. Tengkorak khususnya indah," kata kurator dari Bruce Museum di Connecticut, Selasa (8/7).

Peneliti percaya bahwa burung besar ini melampaui ukuran Argentavis magnificens. Burung yang punya lebar sayap sekitar 5,7 meter sampai 6,1 meter hidup sekitar enam juta tahun yang lalu

Kembalikan Patung Perunggu Langka Larantuka ke Indonesia



Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) meminta pemeritah segera bertindak menyikapi adanya patung perunggu asal Larantuka, Flores, yang kini menjadi koleksi Galeri Nasional Australia.

Patung perunggu itu adalah figur seorang perempuan yang menenun sambil menyusui bayinya. Patung itu hilang misterius pada 1977 hingga akhirnya diketahui berada di tangan kolektor Swiss. Tahun 2006, Galeri Nasional Australia membelinya dengan harga 4 juta dollar AS.

Bertahun-tahun dipamerkan di Galeri Nasional Australia, tak ada yang sadar bahwa patung perunggu itu adalah patung asal Larantuka yang hilang. Hingga akhirnya penyelidikan koran The Australian mengungkapnya.

Jhonahes Marbun, Koordinator Madya, mengatakan, berdasarkan Pasal 20 UU 11/2010 tentang Cagar Budaya, pemerintah bertanggung jawab untuk meminta benda cagar budaya yang berada di luar negeri.

"Artinya, pemerintah harus melakukan langkah konkret dan strategis antar-negara terkait benda cagar budaya yang dulunya hilang atau dicuri," ungkap Joe saat dihubungi Kompas.com pada Kamis (25/9/2014).

Joe mengatakan, Pemerintah Indonesia bisa mengontak pihak Galeri Nasional Australia dan pemerintah setempat untuk mengupayakan pengembalian warisan budaya yang sangat berharga itu.

Joe menambahkan, adanya patung perunggu di Australia juga wajib jadi momentum kerja sama budaya kedua negara. "Untuk mengidentifikasi benda-benda budaya lain milik Indonesia yang ada di lembaga Australia, terutama yang tidak jelas asal dan kepemilikannya," katanya.

Semestinya, patung perunggu Larantuka bisa kembali ke Indonesia. Sebelumnya, Indonesia telah berpengalaman mengembalikan artefak budaya lain, di antaranya kibat penting Kerajaan Majapahit, Negarakertagama.

Hilang 37 Tahun, Patung Langka Indonesia Kini Jadi Koleksi Galeri Australia



Sebuah patung perunggu langka dari Larantuka, Flores, hilang secara misterius pada tahun 1977. Kini, berdasarkan laporan harian The Australian, Jumat (19/9/2014), patung itu berada di Galeri Nasional Australia.

Patung yang hilang merupakan figur seorang perempuan yang menentun sambil menyusui bayinya. Sebelum hilang, seorang fotografer mengabadikan patung tersebut dalam genggaman wanita Flores.

Hingga kemudian, diperkirakan pada tahun 1977, patung itu hilang secara misterius. Entah bagaimana caranya, benda antik itu lalu diketahui berada di tangan seorang kolektor asal Swiss.

Tahun 1996, foto patung perunggu langka bersama seorang wanita Flores itu dipublikasikan dalam buku "Fragile Traditions, Indonesian Art in Jeopardy" karangan Michael Taylor, kini Direktur Program Sejarah Kebudayaan Asia di Smithsonian.

Dalam bukunya, Taylor tidak menyebutkan bahwa benda antik itu diambil secara ilegal dari Indonesia. Namun, ia menyatakan, fakta bahwa benda itu bernilai tinggi seharusnya membuat siapa pun berhati-hati akan adanya tarnsaksi penjualan di baliknya.

Biasanya, buku antropologi dan survei arkeologi dijadikan petunjuk bagi individu atau institusi guna mencari barang antik. Tak jelas apakah Galeri Nasional Australia melakukan hal itu, namun tahun 2006, patung perunggu Larantuka mulai jadi koleksi museum tersebut.

Patung perunggu itu dibeli Galeri Nasional Australia dengan harga 4 juta dollar AS. Harga itu diduga empat kali lipat lebih mahal dari harga yang dibayar oleh kolektor asal Swiss yang membeli sebelumnya.

The Australian telah menanyakan kepada pihak galeri apakah sudah melakukan penelitian tentang asal-usul benda antik serta kepemilikannya. Namun, pihak galeri belum memberikan respon.

Pembelian patung perunggu asal Larantuka pada tahun 2006 disaksikan secara langsung oleh direktur galeri Ron Radford dan kurator seni Asia, Robyn Maxwel, yang pensiun akhir bulan lalu.

Ada 31 eksemplar buku Fragile Traditions yang tersebar di seluruh galaeri Australia, termasuk satu ekspemplar di Galeri Nasional Australia. Seharusnya, Radford dan Maxwel mengetahui buku dan patung tersebut.

Bukan sekali ini saja benda antik milik negara lain berada di Galeri Nasional Australia. Sebelumnya, patung Dewa Shiwa menari yang berasal dari India juga berdiam di museum tersebut.

Patung itu dibeli dari seorang kolektor bernama Subhash Kapoor dengan harga 5,6 juta dollar. Galeri Nasional Australia sejak dipimpin Radford telah menghabiskan dana 11 juta dollar AS untuk membeli benda antik dari Kapoor.

Diketahui milik India, patung Dewa Shiwa itu kemudian diberikan oleh Tony Abbot kepada Perdana Menteri India Nahendra Modi secara cuma-cuma. Sementara, patung lain hingga kini masih dipamerkan.

Pakar benda cagar budaya dari University of Qeensland, Patrick O’Keefe, menilai bahwa Galeri Nasional Australia seharusnya melakukan cek kepada galeri seni dan pemerintah Indonesia sebelum memutuskan membelinya.

Situs Gunung Padang, Penelitian Tidak Perlu Tergesa-gesa



Sejumlah arkeolog menilai penelitian di Situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat, terlalu tergesa-gesa. Itu termasuk dalam menyimpulkan hasil temuan.

Seperti diwartakan sebelumnya, Tim Nasional Peneliti Situs Gunung Padang memulai pengeboran dan ekskavasi situs itu sejak Minggu (14/9/2014). Arkeolog Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Daud Aris Tanudirjo, mempertanyakan mengapa penelitian Situs Gunung Padang harus diistimewakan dan tidak diperlakukan sama dengan situs-situs lainnya. 

”Kenapa harus begitu tergesa-gesa melakukan penelitian,” ujarnya, Kamis (18/9/2014), saat dihubungi Kompas dari Jakarta.

Menurut Daud, para peneliti Gunung Padang juga mudah mengklaim temuan tanpa mendiskusikan terlebih dulu dalam forum ilmiah. Penemuan artefak semacam koin pada kedalaman 11 meter, misalnya, menurut Daud sangat diragukan berasal dari masa hunian situs 5.200 SM-500 M. Akibat pengeboran, terdapat lapisan tanah bagian atas yang masuk ke bawah dan bercampur dengan lapisan tanah bagian bawah yang berbeda konteks zamannya.

”Tim itu terlalu mudah menyimpulkan. Arang pun bisa ada berjatuhan dari atas kalau penggalian dilakukan dengan bor. Tetapi, kalau ekskavasi secara manual, secara pelan-pelan justru akan ditemukan konteks zamannya,” paparnya.

”Penelitian itu juga tidak jelas misinya, apakah akademik atau (untuk visi) lainnya? Ini merupakan bencana akademik,” tutur Daud.

Ketua Ikatan Asosiasi Arkeolog Indonesia (IAAI) Junus Satrio Atmodjo juga prihatin dengan aktivitas penelitian di Situs Gunung Padang. Menurut dia, aktivitas ini harus dihentikan terlebih dulu.

”Sudah waktunya rakyat mengoreksi apa yang dikerjakan tim itu. Kalau cara penelitian yang dilakukan seperti itu, banyak data di lapangan yang hilang,” ujarnya. Dugaan bahwa di dalam Situs Gunung Padang terdapat piramida, menurut Junus, terlampau fantastis.

Secara terpisah, Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Kebudayaan Wiendu Nuryati menyoroti pengelolaan situs itu lebih lanjut. Setiap bulan paling tidak ada 10.000 pengunjung di Situs Gunung Padang dan ini dinilai Wiendu sudah mengancam keamanan situs.

”Sudah harus ada manajemen pengelolaan situs ini,” ujarnya.

Wiendu menambahkan, bukan hanya Situs Gunung Padang yang membutuhkan perhatian dari pemerintah. Sampai saat ini, tercatat sedikitnya 65.000 situs cagar budaya di seluruh Nusantara yang juga membutuhkan perhatian pemerintah.

Gali Kolam Ikan, Warga Temukan Batu Bergambar Raksasa



Batu candi bergambar raksasa ditemukan Untoro (35) warga Pulerejo, Bokoharjo, Prambanan, Sleman, saat mengali kolam ikan. Untoro menuturkan, pada Rabu (17/9/2014) sore, dia mengali tanah untuk memperdalam kolam ikan miliknya. Sebab, selama ini ikan di kolam sering mati karena kedalamanya terlalu dangkal. 

Namun ketika Untoro menggali di sisi Barat kolam, cangkulnya mengenai benda yang keras. Bahkan, ketika berusaha di congkel untuk dipindahkan, cangkul yang digunakan patah. "Saya congkel, cangkulnya sampai patah, lalu saya lihat. Ternyata batunya cukup tebal," ujar Untoro Sabtu (20/9/2014).

Merasa penasaran, Untoro lantas mencoba mengali sisi-sisinya dan membersihkan dengan air. Ketika sedikit terbuka, Ia melihat batu yang ditemukanya berbentuk kotak tebal dan ada gambar raksasa.

"Dulu dalamnya hanya sekitar satu meter, lalu saya ingin tambah satu meter lagi. Malah di pinggir nemu batu itu," ucapnya. 

Untoro mengungkapkan, karena batu yang ditemukan terasa besar dan mirip dengan batu candi, maka pada hari Kamis (18/9/2014) dia melaporkan temuan itu ke Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta. 

"Sudah dicek oleh petugas BPCB. Lalu hari Jumat kemarin dilakukan pengalian dan langsung diangkat," kata dia.

Klaim Baru, Relief Koin Gunung Padang Mirip Tradisi Suku Maya



Meski sudah mendapatkan hasil analisis laboratorium, masih ada misteri yang harus dipecahkan dalam artefak berbentuk koin tersebut. Dari beberapa analisis laboratorium yang sudah dilakukan, relief yang ada di tengah artefak berbentuk koin itu masih belum dapat disimpulkan dan masih dianalisis.

"Ada beberapa dugaan, relief yang muncul menyerupai tradisi Suku Maya, seperti tokoh wayang Semar, seperti bagian tertentu kalender Sunda Wiwitan, seperti Airlangga, hingga mirip manusia menghadap ke kanan dengan kepala menggunakan helm dan sedang menaiki kendaraan tertentu," ujar Sekretaris Tim Nasional Penelitian dan Pelestarian Gunung Padang, Erick Ridzky, Jumat (26/9/2014).

Selain itu, usia artefak berbentuk koin itu masih belum bisa dipastikan dan diperkirakan. Erick mengatakan, sangat sulit untuk memastikan seberapa tua usia artefak tersebut. Namun, berdasarkan kedalaman lokasi tempat penemuan, koin itu minimal berasal dari tahun 5200 SM.

"Memang usia tua dari koin amulet ini, apalagi dengan teknik peleburan empat unsur, termasuk nikel, ini jauh dari apa yang selama ini kita ketahui tentang logam, peleburan logam dalam sejarah Indonesia dan dunia," kata Erick.

Timnas Penelitian dan Pelestarian Gunung Padang sudah mendapatkan hasil analisis laboratorium metalurgi Universitas Indonesia mengenai artefak logam berbentuk koin. Hasil analisis laboratorium menunjukkan hasil yang memperkuat bantahan adanya kesamaan antara artefak berbentuk koin dan koin Netherland Indie yang terbit tahun 1945.

Erick mengatakan, artefak logam berbentuk koin memang merupakan temuan yang mendapat perhatian serius. Bukan hanya arkeolog, kalangan numismatika dan masyarakat sangat ingin mengetahui fungsi dari artefak tersebut.

"Beberapa arkeolog dan ahli numismatika menyatakan, koin itu mirip koin Belanda. Sementara itu, beberapa kalangan menyatakan, justru Belanda yang meniru koin Gunung Padang. Sementara itu, tokoh-tokoh sepuh yang memiliki kearifan lokal mempunyai pandangan lain bahwa benda berbentuk koin itu bukan alat tukar," kata Erick.

Tim Peneliti Gunung Padang Temukan Batu Menyerupai Dolmen



Tim Nasional (Timnas) Pelestarian dan Pengelolaan Gunung Padang menemukan struktur batuan unik di situs yang berada di Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur, itu. Struktur batuan menyerupai jendela itu ditemukan setelah semak-semak yang menutupinya dibersihkan.

Sekretaris Timnas Pelestarian dan Pengelolaan Gunung Padang, Erick Ridzky, mengatakan, struktur batuan itu diduga merupakan dolmen yang terletak di luar situs, tepatnya di sisi barat laut Gunung Padang.

"Jika pengunjung naik ke atas situs melalui sisi barat (tangga baru), sekitar 25 meter sebelum naik ke Teras 1 Gunung Padang, di sebelah kiri, kita akan temui dolmen seperti itu yang tertutup semak belukar," ujar Erick melalui pesan BlackBerry, Rabu (24/9/2014).

Menurut Erick, dolmen seperti yang ditemukan di Gunung Padang biasanya digunakan sebagai pintu, ceruk saluran air, ventilasi sebuah ruangan, atau bahkan digunakan sebagai nisan makam- makam tradisional, seperti di Toraja. Saat ini, temuan tersebut sudah didata dan akan segera dikonservasi Timnas yang bekerja sama dengan Balai Cagar dan Pelestarian Budaya (BPCB) Serang.

"Usia batuan sulit untuk diperiksa carbon dating-nya. Biasanya, yang di-carbon dating adalah material karbon hasil pembakaran aktivitas manusia atau jasad renik pada permukaan di mana dolmen berada. Saat ini, kami belum lakukan uji karbon pada permukaan di mana dolmen diletakkan," kata Erick.

Dari penelusuran, kata Erick, belum ditemukan dolmen serupa di situs yang usianya diperkirakan mencapai 5.200 SM itu. Akan tetapi, sebetulnya banyak ditemukan artefak lainnya. Hanya, kata dia, Timnas masih melakukan pendataan sehingga belum merilis temuan artefak tersebut.

"Mudah-mudahan Ali Akbar sebagai arkeolog bisa lebih awal merilisnya. Sebagian artefak sedang dalam proses analisis laboratorium multisains," ujar Erick.

Sebelumnya, sejumlah artefak ditemukan di Gunung Padang setelah penelitian terhadap situs megalitikum itu dilanjutkan. Salah satu benda unik yang ditemukan itu berupa logam yang bentuknya menyerupai koin.

Wakil Ketua Tim Nasional (Timnas) Penelitian Gunung Padang Bidang Arkeologi, Ali Akbar, memastikan logam berbentuk koin merupakan artefak murni lantaran buatan manusia. Namun, artefak berbentuk koin yang ditemukan pada Senin, 15 September 2014, itu diyakini bukan sebagai alat transaksi, melainkan menyerupai amulet.

Selain itu, ditemukan juga batuan yang sudah terpahat di lokasi ekskavasi di Teras Lima bagian luar. Diduga, batuan yang sudah terpahat itu merupakan artefak yang terpendam di situs Gunung Padang. Artefak yang menyerupai kujang itu diduga merupakan peninggalan budaya masyarakat di sekitar situs Gunung Padang.

Menurut Ali, artefak itu merupakan buatan manusia lantaran batu tersebut dipangkas dan digosok halus. Teknik tersebut memang sudah dikenal pada masa prasejarah. Akan tetapi, bentuk yang ditemukan itu kemungkinan besar baru ditemukan di Indonesia, bahkan di dunia.

Sampel Koin Gunung Padang Bakal Dikirim ke Amerika Serikat



Sampel koin yang ditemukan di Gunung Padang akan dikirim ke Amerika Serikat untuk dilakukan uji karbon. Sekretaris tim riset Gunung Padang, Erik Rizki, mengungkapkan hal itu kepada Kompas.com pada Rabu (17/9/2014).

"Kita akan kirim ke Betalab, Miami, Amerika," kata Erik.

Pengiriman sampel koin ke Amerika Serikat itu dilakukan untuk memastikan usia artefak itu. Sebelumnya, tim memperkirakan koin berasal dari masa 5.200 SM. Namun, arkeolog lain meragukan dan mengatakan bahwa koin mirip dengan uang Belanda tahun 1945.

Erik mengungkapkan, penanggalan karbon sangat vital dalam arkeologi.

"Selama ini riset arkeologi didasarkan pada komparasi, membandingkan apa yang ada dalam peradaban kita dengan yang ada di belahan dunia lainnya. Kita tidak mau dengan komparasi, makanya kita lakukan penanggalan karbon," jelas Erik.

Sebelum dilakukan uji karbon, koin juga akan diuji di laboratorium di Indonesia.

Erik mengatakan, uji yang dilakukan antara lain adalah uji fisika, kimia, dan tomografi. Untuk uji tersebut, tim riset Gunung Padang bekerja sama dengan laboratorium fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Tanggapan Tim Riset Gunung Padang tentang Kemiripan Koin Jimat dengan Uang Belanda



Tim riset Gunung Padang memberikan tanggapan atas keraguan sejumlah arkeolog tentang temuan koin di situs megalitikum itu. Menurut mereka, usia koin masih asumsi dan perlu diteliti lebih lanjut. Mereka mengatakan, ilmuwan harus tetap bersikap obyektif.


Diberitakan sebelumnya, tim riset Gunung Padang menemukan koin berwarna kehijauan setelah menggali hingga kedalaman 11 meter. Koin itu diduga berasal dari masa 5.200 SM dan bukan berfungsi sebagai uang, melainkan jimat.


Temuan tersebut menuai beragam tanggapan. Arkeolog dari Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri, meragukan temuan itu. Pasalnya, setelah menganalisis, koin yang ditemukan mirip dengan koin Netherland Indie yang terbit tahun 1945.


Sementara, arkeolog Junus Satrio Atmodjo mengatakan, pada lingkungan prasejarah seperti Gunung Padang, mustahil ditemukan koin. Koin baru mulai diciptakan 1.000 - 1.200 tahun yang lalu.


Menanggapi keraguan sejumlah arkeolog, sekretaris tim peneliti Gunung Padang, Erik Rizki, mengatakan bahwa usia koin masih hipotesis. Tim peneliti bakal melakukan analisis karbon untuk menentukan usia koin.


"Semua artefak yang ditemukan belum masuk ke lab. Belum dilakukan uji kimia, fisika, dan tomografi. Kita harus lakukan dulu analisis laboratorium untuk menentukan usia," kata Erik.


Usia perkiraan, yaitu dari masa 500 SM - 5.200 SM, ditentukan menurut analisis lapisan tanah pada kedalaman 11 meter, tempat koin ditemukan. Berdasarkan analisis jasad renik di lapisan itu pada tahun 2012 lalu, lapisan itu bertanggal 500 SM - 5.200 SM.


"Kita berasumsi usia koin yang ditemukan paralel. Ini masih asumsi. Hipotesis awal. Kita harus lakukan analisis laboratorium dulu," ungkap Erik saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/9/2014).


Tentang pendapat bahwa pada masa 5.200 SM belum ada koin, Erik mengatakan bahwa dirinya dan tim tak mau melihat temuan arkeologi hanya dengan komparasi. Menurutnya, jika pada peradaban lain belum ada, belum tentu di Indonesia juga tidak ada.


"Kita sebagai ilmuwan memang harus bersikap obyektif," katanya. Koin nantinya akan dikirim le Betalab di Miami, Florida, untuk dilakukan carbon dating.

Kujang Gunung Padang Dikatakan Cerminan Bilangan Pi



Tahu konstanta pi dalam matematika? Kontanta sebesar 22/7 atau 3,14 itu dipakai dalam perhitungan luas dan keliling lingkaran serta volume tabung dan bola.

Tim riset Gunung padang mengatakan bahwa artefak serupa kujang yang ditemukan lewat ekskavasi pada Sabtu (14/9/2014) merupakan cerminan dari konstanta pi itu.

Sekretaris tim riset Gunung Padang, Erik Rizki, mengungkapkan, konstanta pi dalam kujang bisa diketahui ketika mengukur panjang dan lebar bagian kujang yang meruncing.

Bagian yang meruncing punya panjang 22 cm dan lebar 7 cm. "Kalau dihitung, ini kan 22 dibagi tujuh, itu kan pi," kata Erik.

Erik mengatakan, hal itu mencengangkan dan di luar yang dibayangkan peneliti. "Luar biasa sekali," katanya.

Menurut Erik, ukuran kujang itu menunjukkan bahwa leluhur yang tinggal di Gunung Padang sudah mengenal geometri.

Kujang Gunung Padang juga punya keunikan lain. Menurut Erik, kujang itu punya anomali magnetik. 

"Ini punya tiga sisi. Tiga sisi itu hanya bisa merespon kutub magnet yang sama," kata Erik saat dihubungi Kompas.com, Rabu (17/9/2014).

Sebab anomali magnetik itu belum diketahui. Namun menurut Erik, struktur kujang memang unik.

"Di dalam permukaan ada kandungan metal. Waktu perbesaran 80 kali, tampak ada struktur seperti kawat," katanya.

Kujang Gunung Padang adalah artefak pertama yang ditemukan sepanjang penggalian sejak sabtu lalu. Tim menemukan artefak lain berupa koin.

Koin dan kujang diduga berasal dari masa 500 - 5.200 tahun yang lalu. Usia diperkirakan berdasarkan hasil penanggalan karbon lapisan tanah tempat penemuannya. 

Temuan koin dan kujang menuai kontriversi. Arkeolog dari Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri, mengatakan, koin yang ditemukan mirip dengan koin Belanda tahun 1945.

Sementara, temuan kujang juga meragukan. "Berdasarkan pengamatan terhadap foto objek yang bersangkutan tidak tampak adanya jejak pemangkasan baik monofasial maupun bifasial di permukaan batu ini," kata Lutfi. 

Jejak pemangkasan baik bifasial maupun monofasial di bidang permukaan batu biasanya tidak menghasilkan permukaan yang rata akan tetapi memiliki bentuk permukaan yang berbeda dengan sisi bidang yang tidak terpangkas. 

"Permukaan batu yang rata tersebut besar kemungkinan merupakan produk dari proses pelapukan batuan," jelas Lutfi.

Ini Kemiripan Koin Gunung Padang dengan Uang Tahun 1945



Temuan arkeologi di situs Gunung Padang kembali menuai kontroversi. Kali ini terkait dengan temuan koin yang diklaim berasal dari masa 5.200 SM.


Tim riset Gunung Padang, di antaranya Ali Akbar dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa koin itu merupakan artefak kuno dan digunakan sebagai jimat. Namun, arkeolog dari Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri, meragukannya.


Lutfi membandingkan koin yang ditemukan oleh tim riset Gunung Padang dengan sejumlah koin atau uang pada masa lalu. Ia menemukan bahwa koin yang ditemukan mirip dengan uang koin Netherland Indie yang terbit tahun 1945.


Dalam keterangannya kepada Kompas.com, Rabu (17/9/2014), Lutfi menguraikan, empat kemiripan koin Gunung Padang dengan uang tahun 1945.


Kemiripan pertama adalah ukurannya yang sebesar uang logam Rp 25. Sementara itu, kemiripan kedua adalah hiasan pada bagian tepi koin, berupa bulatan dan gawangan. Terdapat pula hiasan aksara Jawa Kuno.


Kemiripan ketiga adalah adanya lingkaran yang membatasi bagian tepi dan tengah, sedangkan kemiripan terakhir adalah adanya aksara Arab pada bagian tengah koin yang ditemukan pada kedalaman 11 meter itu.


Arkeolog Ali Akbar dan geolog Danny Hilman Natawijaya hingga saat ini belum bisa dihubungi untuk dimintai komentar tentang keraguan Balai Arkeologi Bandung.


Hasil riset Gunung Padang sejak awal menuai kontroversi. Sebelumnya, tim riset menyatakan adanya ruang-ruang bawah di bawah tanah situs megalitikum Gunung Padang. Ruang bawah tanah itu menunjukkan adanya bangunan buatan manusia yang diduga piramida.


Namun, sejumlah arkeolog dan geolog membantah. Ruang-ruang yang ditemukan oleh tim riset Gunung Padang bisa saja terbentuk secara alami.

M Nuh: Berapa Pun Dana Akan Dikeluarkan untuk Gunung Padang



Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh mengatakan bahwa dana riset Gunung Padang berasal dari dana abadi sebesar Rp 24 triliun. Dana itu biasa dialokasikan untuk beasiswa, riset, dan perbaikan sekolah pasca-bencana. 

"Untuk tahap awal, kami mengalokasikan Rp 3 miliar, itu sudah cair. Tapi untuk total anggaran yang digunakan, kami tidak tahu," ujar Nuh seperti dikutip Tribunnews, Rabu (17/9/2014).

Karena menggunakan dana abadi, dana riset yang dialokasikan untuk Gunung Padang tak terbatas. Selain itu, pendanaan untuk penelitian situs kontroversial itu juga tak akan terpengaruh oleh pergantian kepala negara.

"Demi membuktikan adanya peradaban yang sangat unggul, berapa pun akan dibiayai dan saya yakin tidak besar karena yang biaya yang besar itu di fase konservasi," ungkap Nuh saat meninjau penelitian situs Gunung Padang kemarin.

Tahap baru riset Gunung Padang yang berlangsung sejak Sabtu (14/9/2014) lalu telah membuahkan dua penemuan, yaitu alat mirip kujang dan koin jimat yang diduga berasal dari masa 5.200 SM.

Seperti hasil riset Gunung Padang sebelumnya, temuan kali ini juga menuai kontroversi. Arkeolog Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri, mengatakan, koin yang ditemukan sangat mirip dengan koin Netherland Indie yang terbit tahun 1945.

Sementara itu, tak ada jejak yang menunjukkan bahwa alat kujang yang ditemukan merupakan buatan manusia. Menurut Lutfi, permukaan halus pada alat kujang merupakan hasil pelapukan batuan.

Ketua Tim Riset Gunung Padang Bidang Arkeologi, Ali Akbar, mengungkapkan bahwa riset pendahuluan akan berlangsung hingga 20 Oktober 2014. Tim yakin dengan adanya jejak peradaban yang terpendam di bawah permukaan tanah situs Gunung Padang.

Inikah Bukti Adanya Piramida di Perut Gunung Padang?



Tim peneliti situs Gunung Padang menyatakan bahwa mereka baru saja menemukan struktur dinding bangunan di bawah permukaan teras 5., area tertinggi dari situs itu.

Menurut sekretaris tim riset, Erik Rizki, struktur dinding itu menerus pada lubang galian hingga kedalaman 3,3 meter. Struktur dinding dinyatakan tersusun atas batuan andesit. Bantuan direkatkan oleh semacam semen purba. 

Dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (26/9/2014), Erika mengklaim bahwa struktur itu menjadi bukti adanya ruangan di bawah teras lima. 

Struktur itu diduga buatan manusia, sebagaimana sejumlah artefak yang dinyatakan ditemukan pada kedalaman 1-2 meter di teras tersebut.Ekskavasi Gunung padang berlangsung sejak 14 September 2014 lalu. Sejumlah artefak ditemukan, mulai koin hingga batuan serupa dolmen.

Temuan menuai sejumlah kontroversi. Soal koin misalnya. Sejumlah arkeolog meragukan koin yang ditemukan memang berasal dari masa 5.200 SM seperti yang diklaim tim riset.

Erik mengatakan, ekskavasi masih akan dilanjutkan hingga mencapai dasar dari struktur dinding yang ditemukan hari ini.

Ekskavasi Gunung Padang menggunakan dana abadi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dana yang dialokasikan untuk tahap ini adalah Rp 3 miliar.

Gunung Padang Sisa Peninggalan Atlantis

Akhir tahun lalu, tepatnya bulan Desember 2013 situs Piramida Gunung Padang kedatangan tamu arkeolog dan penulis dunia untuk meneliti sejarah peradaban yang hilang di Asia. Graham Hancock secara resmi menceritakan perjalanannya ke Indonesia, dimana dalam pengakuan yang dipublikasi 16 Januari 2014 pada website pribadi miliknya menyatakan Gunung Padang merupakan kunci dan saksi dari peradaban yang hilang. 


Graham Hancock adalah seorang penulis dan jurnalis Inggris yang mengkhususkan diri dalam teori kenvensional melibatkan peradaban kuno, monumen batu (megalit), mitos kuno dan astrologi kuno. Dia telah menerbitkan banyak buku dan telah terjual lebih dari lima juta kopi di seluruh dunia dan telah diterjemahkan ke dalam dua puluh tujuh bahasa. Tetapi metode dan kesimpulannya hanya mendapatkan dukungan sedikit dikalangan akademis, sehingga karyanya dicap sebagai Pseudoarchaeology.

Graham Hancock, Pencarian Atlantis Di Piramida Gunung Padang 



Ditemani Dr Natawidjaja, Graham Hancock mengamati situs kuno yang terletak di Jawa Barat, dikelilingi lanskap sawah dan perkebunan teh tak jauh dari kota Bandung. Masyarakat setempat menyebut situs suci sebagai pencerahan yang digunakan untuk meditasi sejak zaman dahulu. Berdasarkan dugaan tanpa penanggalan radio karbon, usia situs dibangun pada tahun 1500 hingga 2500 SM. Tetapi setelah penggalian dan penanggalan radiokarbon pertama menunjukkan hasil berbeda, sekitar 500 sampai 1500 SM. Penggalian lebih dalam menghasilkan bukti berbeda dan mengejutkan, dimana pada kedalaman 90 meter diperkirakan situs dibangun tahun 20,000 hingga 22,000 SM bahkan lebih tua daripada itu.

Situs Piramida Gunung Padang




Secara umum dalam catatan sejarah yang kita kenal, bencana besar pernah terjadi tahun 9600 SM, periode Upper Palaeolithic yang membawa manusia memasuki zaman es. Lebih tepatnya waktu itu Indonesia lebih dikenal sebagai Sundaland yang terdiri dari serangkaian pulau yang menyatu. Tidak ada Laut Merah, Teluk Persia, Sri Lanka menjadi satu dengan India Selatan, Siberia bersatu dengan Alaska, Australia bergabung dengan New Guinea. Hingga Periode itu tiba, es yang menutupi Eropa dan Amerika Utara mencair sehingga permukaan laut yang tadinya lebih rendah 400 meter akhirnya menutupi sebagian besar daratan diseluruh dunia hingga berbentuk benua dan kepulauan saat ini.

Sejarah telah menganggap sebelum tahun 9600 SM nenek moyang manusia merupakan ras pemburu dan pengumpul primitif, tetapi dari segi arsitektur mampu membangun piramida yang saat ini belum sanggup dibuat manusia. Sekitar tahun 4000 SM peradaban meningkat dari segi struktur ekonomi dan sosial, hal ini memungkinkan untuk mendirikan situs megalitik awal. Kota pertama yang telah ditemukan berkisar tahun 3500 SM di Mesopotamia dan setelah itu menyusul Mesir. Di Inggris, juga terdapat situs-situs di Outer Hebrides dan Avebury, Stonehenge diperkirakan sekitar tahun 2400 SM.

Sejarawan dan arkeolog mungkin telah terpengaruh dengan peradaban legendaris yang disebut Atlantis, hal ini disebutkan Plato dalam dialog Timias dan Critias yang menyebut peradaban awal yang mengalami kehancuran total akibat banjir besar dan gempa bumi sekitar tahun 9600 SM. Dari penelitian situs Piramida Gunung Padang, apa yang disebutkan Plato mungkin bukan suatu rekayasa atau hanya sekedar syair puisi. Peradaban itu mengalami ketidakstabilan global antara tahun 10900 dan 9600 SM akibat bencana banjir dan gempa. Inilah zaman yang disebut Younger Dryas, penuh misteri dan gejolak iklim yang belum mampu diungkapkan arkeolog karena kurangnya bukti.



Apa yang telah dilakukan tim arkeolog pada Piramida Gunung Padang telah mendapatkan gambaran lapisan bangunan yang menggunakan unsur megalitik basalt Columnar. Basalt Columnar tidak terbentuk secara alami, tetapi Piramida Gunung Padang telah menggunakannya dalam bentuk yang tidak pernah ditemukan di alam. Secara Geofisika telah jelas bahwa Gunung Padang bukan bukit alami melainkan Piramida buatan manusia, dan asal usul pembangunan piramida ini jauh sebelum akhir zaman es.

Situs ini merupakan saksi besar mampu menjelaskan konstruksi canggih yang (mungkin) juga tenaga ahli yang sama telah membangun piramida Mesir dan situs megalitik Eropa. Piramida Gunung Padang bukan satu-satunya situs yang menimbulkan tanda tanya besar bagi arkeolog, dibelahan dunia lain seperti Turki juga terdapat bukti yang masih digali selama dekade terakhir. Situs itu disebut Gobekli Tepe terdiri dari serangkaian lingkaran batu megalitik besar dengan skala Stonehenge dan memang sengaja dikubur oleh manusia misterius yang membuatnya, kemungkinan dibangun sekitar tahun 8000 SM. Tetapi lingkaran itu telah ada sejak tahun 9600 SM, setidaknya terdapat dua puluh lingkaran pada skala yang sama dan mungkin masih banyak yang terkubur. Menurut Kalus Schimidt, kemungkinan usianya jauh lebih tua daripada yang sudah ditemukan saat ini.

Menurut Graham Hancock, apa yang ditulisnya dalam buku Fingerprints menceritakan sebuah peradaban maju yang dihilangkan dari sejarah dalam bencana global pada akhir zaman es. Tetapi bukti itu belum bisa ditemukan, dimana aspek hipotesis menjadi salah satu alasan yang dikritik banyak arkeolog. Menurutnya, Gobleki Tepe merupakan salah satu pembuktian yang bisa diusut lebih lanjut tentang keberadaan peradaban yang hilang. 

Yang paling menarik bagi Hancock adalah Piramida Gunung Padang, sebuah bukti yang selama ini dicari untuk membenarkan teorinya. Dia berharap bahwa situs Gunung Padang mungkin saja "Hall of Records" Atlantis, peradaban yang hilang.


Siapa Gottfried Wilhem Leibniz ?



Gottfried Wilhem Leibniz atau kadangkala dieja sebagai Leibnitz atau Von Leibniz (1 Juli (21 Juni menurut tarikh kalender Julian) 1646 – 14 November 1716) adalah seorang filsuf Jerman keturunan Sorbia dan berasal dari Sachsen. Ia terutama terkenal karena faham Théodicée bahwa manusia hidup dalam dunia yang sebaik mungkin karena dunia ini diciptakan oleh Tuhan Yang Sempurna. Faham Théodicée ini menjadi terkenal karena dikritik dalam buku Candide karangan Voltaire.
Selain seorang filsuf, ia adalah ilmuwan, matematikawan, diplomat, fisikawan, sejarawan dan doktor dalam hukum duniawi dan hukum gereja. Ia dianggap sebagai Jiwa Universalis zamannya dan merupakan salah seorang filsuf yang paling berpengaruh pada abad ke-17 dan ke-18. Kontribusinya kepada subyek yang begitu luas tersebar di banyak jurnal dan puluhan ribu surat serta naskah manuskrip yang belum semuanya diterbitkan. Sampai sekarang masih belum ada edisi lengkap mengenai tulisan-tulisan Leibniz dan dengan ini laporan lengkap mengenai prestasinya belum dapat dilakukan.
Leibniz lahir di Leipzig dan meninggal dunia di Hannover.
sumber : wikipedia

Tim Nasional untuk Gunung Padang

gunung-padang

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membentuk Tim Nasional Gunung Padang untuk menindaklanjuti temuan-temuan Tim Riset Terpadu Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Tim Nasional ini akan melibatkan pakar lintas ilmu dan lintas instansi.

"Kami siap saja nanti diikutkan," kata arkeolog Ali Akbar yang memimpin Tim Riset Terpadu Gunung Padang, saat dihubungi VIVAnews, Minggu 12 Mei 2013. "Saya siap melaporkan semua hasil riset saya nanti," kata arkeolog dari Universitas Indonesia itu.

Ali Akbar menyatakan, menyambut baik hasil pertemuan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, perwakilan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Riset dan Teknologi, serta ahli dari berbagai latar keilmuan pada Jumat 10 Mei lalu. Pertemuan itu kemudian menghasilkan kesepakatan membentuk Tim Nasional Gunung Padang.

Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial, Andi Arief, menyampaikan, formatur tim dipimpin mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Purbakala Soeroso yang juga seorang arkeolog. Formatur terdiri dari:
1. Drs. Soeroso MP, M.Hum;
2. Prof. Dr. Mundardjito;
3. Prof. Ris. Dr. Sutikno Bronto, M.Sc;
4. Dr. Bambang Sulistyanto;
5. Dr. Danny Hilman;
6. Dr. Budianto Ontowiryo;
7. Dr. Bambang Rudito, M.Sc;
8. Ir. Joko Nugroho, M.Sc; dan
9. Drs. Junus Satrio Atmojo, M.Hum.

Tim Formatur ini akan menyiapkan Tim Nasional Gunung Padang, termasuk menyiapkan roadmap penelitian Gunung Padang yang dimasukkan dalam anggaran 2013 sehingga bisa dilaksanakan pada 2014. Penelitian yang dilakukan harus berwawasan pelestarian, sementara Tim Riset Terpadu yang sudah bekerja lebih dulu disilakan terus melakukan riset namun dengan koordinasi.

Sementara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional diberi kewenangan untuk merangkum hasil-hasil penelitian. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman diberi kewenangan untuk membuat masterplan. Kemudian situs Gunung Padang perlu segera ditetapkan statusnya oleh Tim Ahli cagar Budaya.

Ramai Setelah Petisi

Pertemuan difasilitasi Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bidang Kebudayaan, Wiendu Nuryanti, itu merupakan tindak lanjut aksi sejumlah arkeolog dan warga yang mengajukan petisi ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menolak rencana ekskavasi massal Gunung Padang. Dalam petisi yang dipublikasikan Change.org ini, kelompok yang menyebut diri Forum Pelestari Gunung Padang menyatakan Gunung Padang adalah bangunan megalitik terbesar di Asia Tenggara.

Situs ini  memiliki nilai penting sebagai bukti peradaban umat manusia. Sebagai situs yang menjadi perhatian internasional, sudah seharusnya situs ini dilindungi dari kemungkinan terjadinya kerusakan permanen. Namun, Gunung Padang justru terancam dengan rencana ekskavasi besar-besaran menggunakan tenaga yang tidak terlatih. "Ini berpotensi menghilangkan data arkeologi yang tidak dapat dipulihkan kembali," tulis keterangan itu seperti tertuang pada hari Senin, 29 April 2013.

Menurut Forum ini, ekskavasi yang dipimpin Tim Riset Terpadu Mandiri Gunung Padang dilaksanakan tanpa mengikuti kaidah-kaidah keilmuan, wawasan pelestarian, dan ketentuan administrasi sesuai izin yang dikeluarkan. Tim ini juga berencana melibatkan masyarakat awam sebagai relawan untuk mendukung kegiatan yang mereka sebut “Operasi Kemuliaan Merah Putih di Gunung Padang”.

Sedianya Tim Riset Mandiri Gunung Padang akan melakukan ekskavasi massal pada 11-12 Mei mendatang. Tim tengah mencari ratusan sukarelawan untuk kegiatan ini. Namun, karena munculnya petisi ini, Tim Riset yang diinisiasi Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief itu menunda rencana ekskavasi. 

Ali Akbar menyatakan, kini tim menunggu kerja Tim Nasional yang sebagian beranggotakan pula ahli yang ikut Tim Riset Mandiri Terpadu Gunung Padang. Namun Ali membantah semua tuduhan di petisi tersebut.

"Tuduhan bahwa riset kami berisiko longsor, tidak prolingkungan, tidak berizin, merusak dan lain-lain, itu tidak ada buktinya," kata Ali Akbar. "Kami melakukan riset sesuai kaidah keilmuan dan ketentuan yang berlaku," ujar pengajar di Universitas Indonesia itu.

Andi Arief: Riset Terbukti

Andi Arief bercerita riset Gunung Padang ini muncul di tahun 2011 setelah dia mendapat laporan dari sejumlah geolog termasuk Danny Hilman bahwa ada struktur buatan manusia yang tertimbun di bawah Gunung Padang. Danny sendiri sudah terlibat bersama Andi meneliti bencana alam purba yang terjadi di Indonesia. Diduga, struktur di bawah Gunung Padang itu juga tertimbun akibat katastrofi purba yang terjadi beribu-ribu tahun lalu.

"Terus terang di pertengahan 2011, saya juga dalam posisi meragukan paparan Tim Geologi bawah permukaan pimpinan Dr Danny hilman dan kawan-kawan," kata Andi Arief. Namun, Andi tetap menyokong rencana geolog-geolog itu meneliti lebih lanjut.

4-5 Februari 2012, dilakukanlah pengeboran di Gunung Padang untuk mengambil sampel geologi. Pengeboran dilakukan setelah ada pemindaian dengan alat geofisika dan geolistrik, yang menemukan adanya bentuk seperti struktur di bawah permukaan tanah.

"Keyakinan saya bertambah dengan ekskavasi lokal oleh arkeolog Dr Ali Akbar di tahun 2012 dan yang terakhir awal Mei 2013 lalu yang mengafirmasi pemindaian dan sketsa imajiner Pak Pon Purajatnika," kata Andi Arief. 

Danny Hilman sendiri menjelaskan dengan panjang lebar
, bahwa ada setidaknya dua lapis peradaban di Gunung Padang. Lapis yang termuda yang terlihat sekarang, namun di bawahnya ada lagi yang lebih tua. Danny menyatakan, penggalian dilakukan baru sampai kedalaman 4 meteran saja, namun survei geolistrik memperlihatkan di bawahnya masih ada kenampakan struktur bangunan dengan geometri yang terlihat menakjubkan sampai kedalaman lebih dari 10 meter.

"Kini, keraguan saya berakhir. Semua sudah terbuktikan!" kata Andi Arief.

SBY Sambut Positif Temuan Gunung Padang

Situs Gunung Padang di Cianjur


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyambut positif temuan Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang, Cianjur, yang diinisiasi Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam, Andi Arief. Presiden menginstruksikan semua instansi terkait menyelesaikan riset ini.

Andi Arief menyatakan, Sabtu 18 Mei 2013 kemarin, Presiden SBY menyimak paparan "Tim Terpadu Riset Mandiri" di Kantor Presiden, Istana Negara (Jakarta) tentang Kebencanaan, Peradaban dan Perkembangan Riset Gunung Padang. Setelah itu, Presiden memberikan sejumlah arahan.

Pertama, Presiden menugaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mempercepat pembentukan Pusat Riset Kebumian di Institut Teknologi Bandung sejalan dengan terbentuknya Pascasarjana Kebumian. Mengingat bencana dan ancaman bencana geologi ada dan nyata, Ilmuwan kebumian diharapkan melakukan riset baik di patahan gempa maupun Gunung Api sehingga bukan hanya mampu mengidentifikasi ancaman saja namun juga mampu mendata kebencanaan masa lalu yang bisa terulang periodeisasinya

Kedua, SBY meminta para ahli, Menteri ESDM melakukan survei bawah tanah (subsurface) Jakarta sesegera mungkin, lewat kerjasama pemerintah pusat dan Pemerintah DKI Jakarta. Ketiga, melihat perkembangan kondisi lumpur Sidoarjo yang terus menerus keluar, Menteri ESDM dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo segera melakukan survei bawah tanah di bawah luapan lumpur Sidoardjo. Selain pelunasan oleh pihak Lapindo, faktor mitigasi atas luapan lumpur tidak kalah pentingnya.

Keempat, pembersihan atau menyibak tanah dan semak ekskavasi dan pemugaran Gunung Padang diselesaikan pada tahun ini. Riset Gunung Padang dan kawasannya untuk terus dilakukan. Pemerintah Pusat dan Pemda serta Pemkab serta kementerian/ lembaga yang berhubungan dengan riset ini dalam waktu dekat berkoordinasi.

"Apa yang sudah ditemukan oleh Tim terpadu merupakan hal yang positif bagi Indonesia bahkan dunia. Mensetkab dan Mensetneg ditugaskan segera melakukan koordinasi ini," kata Andi Arief mengulangi arahan Presiden.

Dalam pertemuan ini, Presiden SBY didampingi Menteri Sekretaris Negara, Sekretaris Kabinet, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Wakil Menteri Pekerjaan Umum, Staf Khusus Presiden, Juru Bicara Presiden, dan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Dalam Negeri.

Sementara dari Tim Terpadu hadir Dr Danny Hilman (Ahli Gempa dan Ketua tim Riset), Dr Andang Bachtiar (geolog ahli statigrafi), Dr Wahyu Triyoso (Ahli seismic), Dr Irwan Meilono (ahli Gempa GREAT ITB), Dr Boediarto Ontowirjo (ahli teknik konstruksi sipil dan uji lab), Dr Ali Akbar (Arkeolog UI, 

Ketua tim ekskavasi), Ir Pon Purajatnika (Arsitek, mantan ketua ikatan ahli Arsitektur Indonesia), Ir Wisnu Artika (geolog), Dr Gegar Prasetya (ahli Tsunami ), Prof Bambang (Dekan Fakultas Ilmu Budaya UI), dan Dr Lily Tjahjandari (Ahli Budaya UI).

VIVAnews 

Terungkap, Gunung Padang Lebih Canggih dari Piramida Mesir


Terkuak, Misteri Ritual Prasejarah di Gunung 'Piramida' Cianjur


Terungkap, Gunung Padang Lebih Canggih dari Piramida Mesir - Bangunan di Gunung Padang, Cianjur diperkirakan berusia jauh lebih tua dari piramida di Mesir. Hasil itu diperoleh berdasarkan temuan di Gunung Padang yang dianalisis di laboratorium Beta Analitic Miami di Florida, AS. Teknologi yang digunakan membangun bangunan tersebut itu pun lebih canggih jika dibandingkan dengan teknologi pembangunan yang digunakan dalam Piramida Mesir.


“Menunjukkan angka yang lebih tua daripada piramida Mesir. Laboratorium itu berstandar internasional dan menjadi rujukan para peneliti di dunia internasional,” jelas Arkeolog Ali Akbar saat berbincang, Selasa (26/3/2013).
Ali mengurai hasil penelitiannya, terkait temuan di lapisan-lapisan tanah di Gunung Padang, yakni. umur dari lapisan tanah di dekat permukaan, 60 cm di bawah permukaan, sekitar 600 tahun SM. Ini merupakan hasil carbon dating dari sampel yang diperiksa di Laboratorium Badan Atom Nasional (BATAN).
Jadi berdasarkan penelitian laboratorium, usia bangunan di Gunung Padang kuat dugaan buatan leluhur manusia Indonesia. Nah, dengan melihat konstruksinya juga, bangunan di sana lebih canggih teknologinya dibandingkan dengan piramida Mesir yang berusia ratusan tahun sebelum masehi. Bangunan di Gunung Padang menggunakan perekat purba.
“Piramida sepengetahuan saya tidak pakai perekat. Konstruksinya adalah balok-balok batu besar yang saling ditumpuk sehingga balok bagian atas memberi beban ke balok di bawahnya,” imbuhnya.
Juga, dapat disimpulkan bahwa situs Gunung Padang dibangun di atas tanah urukan atau telah terdapat campur tangan manusia atau pekerjaan tangan masyarakat sampai dengan kedalaman 12 meter.
“Hasil geolistrik menunjukkan kemungkinan struktur batuan bisa mencapai kedalaman 8 meter. Diibaratkan zaman sekarang, sebelum membuat bangunan, dibuat dulu pondasinya. Dapat dibayangkan bahwa nenek moyang kita membuat pondasinya saja sudah 8 meter, berarti bangunan berdiri di atas pondasi pasti sangat besar ukurannya,” tuturnya.

Empat Mata Air di Gunung Padang Mulai Diteliti

Wisatawan situs megalitikum Gunung Padang


Banyak misteri besar yang belum terkuak dari situs Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat. Ada harapan situs ini berpotensi setara dengan Borobudur dan bisa menjadi bukti monumen besar dari peradaban adijaya tertua di dunia.

Selain tumpukan batu kuno di areal situs Gunung Padang, tempat lain yang menjadi pusat perhatian adalah  "air Cikahuripan" yang berada persis di bawah  dekat  tangga naik situs tersebut.

Air ini menjadi salah satu magnet datangnya para pengunjung. Berbagai spekulasi tentang mitos bahwa air Cikahuripan ini mengandung khasiat tertentu untuk pengobatan dan kekuatan juga mulai muncul.              

Tidak diketahui kapan munculnya. Sampai saat ini cerita air Cikahuripan yang berkhasiat melekat kuat. Setiap pengunjung selalu menyempatkan diri membasuh muka mereka dengan air itu. Bahkan, tidak sedikit yang membawa pulang dalam botol air mineal.                                  

Berkaitan dengan hal itu, tim terpadu riset mandiri selain fokus pada rencana eskavasi bertahap, juga menerjunkan tim untuk meneliti  intensif  mata air yang ada di sekitar Gunung Padang. Sampai saat ini, setidaknya telah ditemukan tiga sumber mata air lain selain air Cikahuripan di sekitar situs Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat.

Menurut temuan DR Ali Akbar, sumber air pertama yang ditemukan adalah mata air utara yang berada di tangga naik yang  sudah diketahui umum atau biasa disebut Cikahuripan.

Kedua adalah mata air timur yang berada dekat jalan desa di timur. Mata air itu masih digunakan warga untuk sumber air dan ada  penampungan air.

"Ketiga, mata air selatan yang berada di dekat mushala yang didirikan juru pelihara situs. Tempatnya berada di tengah sawah. Keempat, mata air barat," katanya dalam rilis yang diterima VIVAnews, Kamis, 11 April 2013.

Menurutnya, para pengunjung selama ini hanya mengetahui lokasi yang pertama. Sehingga tiga tempat lainnya belum menjadi pusat perhatian. Namun juru pelihara Gunung Padang mengetahui persis ketiga mata air ini.

"Bahkan dari cerita yang berkembang, masih ada tiga mata air lagi yang sampai saat ini belum bisa teridentifikasi oleh tim dan masih butuh penelaahan lebih lanjut," katanya lagi.
                  
Ditambahkan DR Ali Akbar, tujuan riset mata air adalah selain untuk kalibrasi data geolistrik juga untuk memahami kemungkinan adanya hubungan antara mata air itu dengan man made stucture yang sudah ditemukan di bawah permukaan situs Gunung Padang.              

Tim riset air yang terdiri dari DR Boediarto Ontowirjo dan IR Juniardi, juga ingin mengetahui apakah benar hipotesa bahwa ada  teknologi pemurnian air yang dibangun bersamaan dengan dengan pembangunan struktur bawah permukaan  Gunung Padang Cianjur.

"Mata air yang ditemukan berkarakteristik air artesis sumur dalam. Sampel  air rencananya  akan diteliti lebih lanjut  di laboratorium IPB yang mempunyai sertifikasi pengujian air kemasan yang berstandar internasional," katanya.

Selain itu, ada dugaan mata air ini bagian dari teknologi yang berhubungan dengan bangunan maha karya agung. Diharapkan hasil riset nanti juga untuk melihat kecenderungan antioksidan keempat mata air  dan akan dibandingkan dengan air mineral yang ada di Indonesia maupun air di beberapa negara.
Setahun yang lalu tim katastropik purba juga melakukan riset air dengan tujuan yang sama yang dilakukan di lokasi mata air di Gunung Sadahurip.

VIVAnews

Flag Country

free counters