Memasuki abad ke-20, salah satu problem terpenting dalam astronomi adalah penentuan skala Bima Sakti kita dan apakah galaksi-galaksi lain (saat itu masih disebut nebula dan disamakan dengan awan-awan gas lain) merupakan bagian dari Bima Sakti kita atau merupakan sebuah aglomerasi bintang-bintang yang identik dengan Bima Sakti, sebuah “pulau kosmik” atau island universe sebagaimana telah dibayangkan oleh Thomas Wright dan Immanuel Kant secara terpisah. Pertanyaan kedua akan mudah dijawab apabila kita dapat mengetahui besarnya Galaksi Bima Sakti dan juga jarak menuju nebula-nebula tersebut. Problem penentuan jarak menuju nebula-nebula inilah yang kemudian menjadi studi sendiri yang disebut problem penentuan jarak ekstragalaksi. Setelah disadari bahwa Bima Sakti adalah sebuah kumpulan bintang yang membentuk sebuah sistem bernama galaksi dan bahwa nebula-nebula lain yang jaraknya luar biasa jauh itu juga merupakan sebuah galaksi tersendiri, melalui sebuah perdebatan yang panjang terutama antara Harlow Shapley dan Heber Curtis—yang kemudian disebut sebagai The Great Debate, maka studi galaksi untuk memahami proses fisika yang berlangsung dalam sistem bintang ini pun menemukan kemapanannya.
Selanjutnya, pada tahun 1929, Edwin Powell Hubble menunjukkan, melalui observasi pergeseran merah (redshift) galaksi-galaksi yang jauh, bahwa galaksi-galaksi bergerak menjauhi kita dan memberikan bukti tak terbantahkan bahwa alam semesta mengembang. Laju pengembangan alam semesta ini berhubungan secara proporsional terhadap radius alam semesta dan konstanta yang kemudian disebut Konstanta Hubble. Konstanta ini memegang peranan penting dalam kosmologi karena tidak hanya memberitahu kita laju pengembangan alam semesta tetapi juga kerapatan alam 2 semesta, besarnya percepatan (atau perlambatan) pengembangan alam semesta, usia alam semesta, dan radius alam semesta teramati. Penentuan Konstanta Hubble yang akurat membawa permasalahan tersendiri. Kecepatan resesi galaksi dapat diperoleh dengan mudah, namun penentuan jarak menjadi problem tersendiri karena semakin jauh objek semakin sulit jaraknya dapat ditentukan dengan akurat.
Problem penentuan jarak ekstragalaksi menjadi penting dalam studi fisika galaksi karena informasi jarak yang akurat terhadap objek-objek ekstragalaksi tidak hanya memungkinkan kita, pada hal yang paling dasar, menghitung kecerlangan sejati atau luminositas dari objek tersebut dan mencoba memperoleh properti mendasar dari objekobjek jauh tersebut: bagaimana mekanisme produksi energinya, tetapi juga dapat menentukan besarnya Konstanta Hubble dengan lebih akurat. Berbagai cara pun dikembangkan untuk menentukan jarak ekstragalaksi yang lebih teliti. Prinsip penentuan jarak ekstragalaksi sama sekali berbeda dengan penentuan objekobjek di dalam galaksi kita. Metode tradisional dalam astronomi, paralaks trigonometri, tidak dapat digunakan karena sudut paralaks yang dihasilkan dari objek-objek tersebut sangat kecil dan tak terukur. Sebagai ilustrasi, galaksi Awan Magellan Besar yang berjarak 50 kpc dari galaksi kita, akan memiliki sudut paralaks sebesar 2×10-5 detik busur, sebuah sudut luar biasa kecil yang belum bisa diukur oleh instrumen pengukur sudut manapun.
Metode paralaks spektroskopi atau metode main sequence fitting, yang mengasumsikan bahwa bintang dengan kelas spektrum dan kelas luminositas yang sama akan memiliki magnitudo mutlak yang sama, tak dapat dilakukan karena bintang pada galaksi luar terlalu jauh sehingga tidak dapat diresolusikan menjadi bintang individual yang dapat ditentukan kelas spektrumnya. Masalah ini didekati dengan menggunakan lilin standar (standard candle), yaitu dengan mengasumsikan bahwa sebuah objek atau properti objek yang digunakan sebagai standar pengukuran akan memiliki sifat dan keberlakuan yang sama di manapun di jagat raya ini (Liddle, 2003). Dengan kata lain, alam semesta bersifat isotropis dan homogen, sehingga hukum-hukum fisika di manapun berlaku serba sama dan dengan demikian dapat dibandingkan satu sama lain dengan gejala fisika di Galaksi kita (Sérsic, 1982). Lilin standar yang sudah dipahami dengan baik dapat menjadi indikator utama yang didefinisikan oleh Sérsic (1982) sebagai metode penentuan jarak yang dapat dikalibrasi di dalam Galaksi kita melalui metode-metode geometri. Dengan indikator utama ini, jarak menuju galaksi di sekitar Bima Sakti (Local Group) dan beberapa dari group terdekat dapat ditentukan. Kelemahan dari indikator utama adalah terbatasnya rentang jarak yang masih ditentukan 3 dengan akurasi tinggi, sehingga dibutuhkan indikator sekunder dan tersier yang dikalibrasi dengan galaksi lokal yang jaraknya ditentukan melalui indikator utama. Indikator sekunder dan tersier dapat menjangkau jarak yang lebih jauh namun akurasinya lebih rendah daripada indikator utama.
0 komentar:
Posting Komentar