TRIBUNNEWS.COM - Sebuah asteroid ditemukan tepat pada 1 Januari 2014 waktu Indonesia dan jatuh ke Samudera Atlantik lebih kurang sehari semalam setelah penemuannya.
Asteroid yang kemudian dinamai 2014 AA tersebut ditemukan oleh Richard Kowalski ketika melakukan survei benda langit dekat Bumi dengan teleskop 60 inci di fasilitas observasi di Mount Lemmon, Arizona.
Saat pengamatan, Rabu (1/1/2014) sekitar pukul 08.16 WIB atau Selasa (31/12/2013), ia menjumpai obyek redup dengan magnitudo 19 melewati rasi Orion.
Dengan pengamatan lebih lanjut, diketahui kemudian bahwa asteroid ini memiliki perihelion (jarak terdekat dengan Matahari) 138 juta km dan aphelion (jarak terjauh dengan Matahari) 211,5 juta km.
Terungkap pula, periode revolusi asteroid itu 1,26 tahun sementara diameternya sekitar 2,7 meter.
Menurut Sky and Telescope, Rabu, saat ditemukan, asteroid itu sedang berada pada jarak 500.000 km dari Bumi. Namun, asteroid itu bergerak cepat sehingga pada Kamis (2/1/2013) pukul 10.00 WIB asteroid itu memasuki atmosfer Bumi, jatuh di wilayah Atlantik.
Posisi jatuhnya asteroid sekitar 40 derajat Bujur Barat dan 12 derajat Lintang Utara, kira-kira sebelah timur Caracas, Venezuela, di Samudera Atlantik, antara Afrika dan Amerika Selatan.
Peter Brown dari University of Western Ontario mengatakan bahwa energi akustik akibat ledakan kecil. Sementara itu, energi ledakannya sebenarnya cukup besar untuk ukuran manusia, 500 - 1.000 TNT.
Astronom amatir Ma'rufin Sudibyo mengatakan, berdasarkan analisis kasarnya, asteroid itu 38 ton dan masuk ke dalam atmosfer Bumi dengan kecepatan 15 km/detik. Saat memasuki atmofer, asteroid menjelma menjadi meteor yang seterang bulan pada fase separuh.
"Meteor terang ini nampaknya mulai terpecah-belah di ketinggian sekitar 45 km dpl (dari paras laut rata-rata) dan selanjutnya meledak di atas ketinggian 37 km dpl," katanya.
Karena terpecah, asteroidnya terlalu kecil untuk jatuh ke muka Bumi dengan ukuran yang signifikan. Meski mekanisme jatuhnya sama dengan asteroid penyebab ledakan Chelyabinsk, Rusia, 15 Februari 2013 lalu, karena ukurannya kecil, dampak ledakan tak signifikan.
"Dengan energi 'sekecil' itu, tak ada dampak signifikan yang terjadi di Samudera Atlantik di lokasi titik ledaknya, apalagi di daratan terdekat," kata Ma'rufin.
0 komentar:
Posting Komentar