Selama ini ada dugaan bahwa pernah ada aliran air di Planet Mars pada masa lampau. Bentuk permukaan Mars mengindikasikan hal itu. Bentuk sedimen berlapis di danau-danau purba, tebing, dan dataran yang tampaknya terbentuk oleh banjir bandang menunjukkan bahwa air pernah ada di Mars. Planet itu diduga dulunya hangat dan basah.
Namun penelitian terbaru justru menunjukkan Mars tak pernah punya tekanan atmosfer yang cukup untuk menjaga air mengalir di permukaannya. Laporan yang dimuat dalam jurnalNature Geoscience, 13 April 2014, menentang pandangan umum tentang Mars yang disebut pernah memiliki atmosfer tebal, hangat, dan basah 3,6 miliar tahun lalu sehingga memungkinkan air mengalir.
Jean-Pierre Williams, peneliti dari University of California yang terlibat dalam riset ini, mengatakan tekanan atmosfer Mars pada masa ketika badan sungai terbentuk tak lebih dari 90 persen tekanan atmosfer Bumi pada ketinggian permukaan laut saat ini.
"Saat atmosfer terlalu tipis, mustahil bisa mendapatkan air likuid. Yang ada hanya gas dan es. Perlu tekanan yang lebih tinggi untuk membuat air likuid berada dalam kondisi stabil," kata Williams. Sedangkan tekanan atmosfer di Bumi memungkinkan air terbentuk dalam tiga fase tersebut.
Menurut Williams, atmosfer Mars sangat tipis dengan tekanan sekitar seperseratus dari atmosfer Bumi. "Di sana terlalu dingin, sekitar -60 derajat Celcius, jadi air likuid di permukaan Mars selalu membeku dan menguap tapi tak pernah mengalir ke mana-mana," katanya. Williams menambahkan, adanya alur, delta sungai, dan cekungan danau menunjukkan Mars pernah sangat basah pada masa lampau. "Tapi tekanan yang kami temukan sangat rendah untuk membuktikan aliran air," katanya.
Williams dan koleganya melakukan riset berdasarkan pemeriksaan 319 kawah akibat tabrakan meteor yang bersilangan dengan badan sungai di area Aeolis Dorsa di Mars. Menggunakan gambar beresolusi tinggi dari wahana Mars Reconnaissance Orbiter milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), para peneliti mengukur luas kawah dan membandingkannya dengan model meteor yang disaring atmosfer.
"Gesekan dengan atmosfer memperlambat meteor, membuatnya panas hingga mencapai temperatur tinggi yang ekstrem dan menguapkan permukaannya sehingga meteor pecah menjadi fragmen," kata Williams.
Semakin tebal atmosfer, meteor semakin sulit menerobos dan mencapai permukaan. Di bumi, diameter kawah terkecil akibat tabrakan meteor berukuran 20 meter. Sedangkan bulan, yang tidak memiliki atmosfer, dipenuhi oleh kawah-kawah tabrakan meteor. Di area Aeolis Dorsa yang luasnya 84 ribu kilometer persegi, lebih dari 30 kawah berdiameter hingga 50 meter. Sekitar 30 kawah purba lainnya memiliki garis tengah hingga 21 meter.
Para peneliti membuat simulasi yang menggambarkan bagaimana meteor-meteor itu menghantam Mars dengan memasang tingkat kepadatan atmosfer. Ukuran kawah ternyata bisa berbeda tergantung pada sudut jatuh meteor di permukaan. Edward Kite, peneliti planet dari Princeton University, New Jersey, mengatakan kecepatan meteor juga mempengaruhi ukuran kawah. Ukuran kawah terkecil tidak bisa menjadi dasar gambaran kepadatan atmosfer Mars pada masa lampau. "Bukan soal ukuran kawah terkecil tapi luas distribusi dari seluruh kawah menjadi hal yang sangat penting," ujarnya.
Jika Mars pernah memilki atmosfer tebal, menurut Kite, obyek luar angkasa pasti hancur saat melewatinya, seperti yang terjadi di Bumi. Banyaknya kawah purba di Mars menunjukkan atmosfer planet itu tipis dan tidak bisa menjadi pelindung dari hantaman benda luar angkasa.
Hasil analisis menunjukkan tekanan permukaan Mars yang ditimbulkan oleh atmosfer pada masa lampau kemungkinan tak lebih dari 150 kali ukuran saat ini. Sanjoy Som, ahli astrobiologi dari Blue Marble Space Institute of Science di Moffett Field, California, mengatakan ketebalan atmosfer Mars tak lebih dari sepertiga kebutuhan untuk membuat permukaan Mars tak membeku. "Mars jelas pernah basah, tapi belum jelas apakah dia juga pernah hangat," kata Som.
Williams mengakui banyak bukti yang menunjukkan Mars pernah memiliki air likuid di permukaannya. Penjelasan yang paling memungkinkan adalah peristiwa singkat yang menyebabkan kenaikan tekanan atmosfer dan membuat planet itu menghangat sesaat.
"Mungkin pernah ada tumbukan besar yang menyebabkan sejumlah besar es menguap atau erupsi gunung api yang membuat air, senyawa karbon dioksida, dan sulfur menguap ke atmosfer," kata Williams. Perubahan tingkat kemiringan pada poros planet juga bisa menyebabkan temperatur Mars menghangat dan membuat ketebalan atmosfer bertambah.
James Head, pakar planet dari Brown University di Providence, Rhode Island, memuji riset yang dikerjakan Williams dan koleganya. "Laporan mereka mendukung studi yang menyebutkan Mars dulu dipenuhi es," katanya. Head mengatakan skenario penghangatan temporer, seperti efek rumah kaca dari erupsi gunung api atau tumbukan besar, bisa menebalkan atmosfer Mars puluhan hingga ratusan tahun. "Cukup untuk membuat cairan mengalir di Mars," katanya.
0 komentar:
Posting Komentar