Pesawat NASA Temukan Partikel yang Mungkin dari Luar Tata Surya Kita



Para ilmuwan mengatakan 7 partikel kecil yang dikumpul oleh pesawat antariksa NASA pengejar komet “Stardust” tampaknya berasal dari luar tata-surya kita.

Mereka mengatakan pengetesan tambahan dibutuhkan sebelum menyimpulkan apakah ke-7 butir debu itu benar-benar datang dari luar tata-surya kita, tetapi ini dapat menjadi pengambilan sampel yang pertama di dunia debu antar-bintang kontemporer.

Jurnal “Science” melaporkan hari Kamis (14/8) mengenai temuan itu.

NASA meluncurkan Stardust tahun 1999 untuk mengumpulkan kepingan dari “Comet Wild-2.”

Pengumpul debu itu terbuka bagi apa yang diyakini arus debu antar-bintang pada awal tahun 2000-an dan kemudian kembali ke Bumi tahun 2005.

Nantikan, Badai Meteor Terdahsyat di Tata Surya Bakal Terjadi Bulan Oktober



Badai meteor akan terjadi di planet Mars pada Oktober 2014 nanti. Puluhan hingga ratusan ribu meteor berpotensi menghujani planet tersebut per jamnya.

Fenomena badai meteor tersebut terkait dengan komet Siding Spring yang akan lewat sangat dekat dengan Mars. Debu-debu yang disemburkan komet tersebut dapat masuk atmosfer planet merah yang tipis dan terbakar sehingga menimbulkan hujan meteor.

"Evaluasi NASA terakhir, dia (komet Siding Spring) akan lewat sejarak 132.500 km dari pusat Mars," kata astronom amatir, Ma'rufin Sudibyo. 

Siding Spring akan mencapai jarak terdekat dengan Mars pada 19 Oktober 2014. Jarak antara Mars dan Siding Spring saat itu sepuluh kali lebih dekat dengan jarak terdekat yang pernah dicapai komet apa pun saat melintas dekat Bumi. 

Badai meteor yang akan terjadi di Mars nanti bakal sangat intensif, berpotensi menjadi yang terdahsyat di tata surya tahun ini.

"Estimasi terburuk, jumlah meteor yang memasuki atmosfer Mars bisa sampai 100 meteor/sentimeter persegi saat puncaknya. Kalau diterjemahkan lebih lanjut, itu bisa jadi puluhan atau bahkan ratusan ribu meteor/jam," ujar Ma'rufin.

Fenomena tersebut akan menjadi fenomena menarik yang bisa dilihat manusia lewat pantauan wahana antariksa Curiosity yang saat ini sedang menjalankan misi di Mars. Manusia tidak bisa mengamatinya secara langsung. 

Meski berpeluang menghadirkan fenomena langit menarik, lewatnya Siding Spring juga bisa memicu bencana bagi misi antariksa. Wahana-wahana antariksa yang kini mengorbit Mars terancam mengalami kerusakan karena semburan debu komet. 

Ma'rufin mengatakan, situasinya dapat seperti ketika manusia mengendarai sebuah mobil dan tiba-tiba disemprot pasir dan debu dari depan.

"Analogi yang lebih tepat sebenarnya kasus terkikisnya kulit Boeing 747 British Airways Flight 007 saat mereka tanpa sengaja masuk ke dalam debu letusan Galunggung," kata Ma'rufin.

Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) paling mengkhawatirkan kerusakan pada komponen elektronik wahana. Setiap kali debu meteor berbenturan dengan wahana, akan terpercik aliran listrik.

Untuk hal itu, NASA telah punya beberapa alternatif, di antaranya mematikan wahana untuk sementara. Namun, hingga saat ini belum ada keputusan apakah akan melakukannya.

Risiko paling besar adalah bila wahana terhantam debu komet berukuran besar. "Kalau kehantam debu komet seukuran kerikil, nah itu sudah 'wassalam'," ungkap Ma'rufin ketika dihubungiKompas.com, Senin (11/8/2014).

Komet Siding Spring adalah komet yang ditemukan pada 3 Januari 2013 oleh Robert H McNaught. Nama Siding Spring diambil dari nama observatorium yang dipakai untuk pengamatan, Siding Spring Observatory di Australia. Nama resmi komet tersebut adalah C/2013 A1.

Hujan atau badai meteor hingga saat ini diketahui hanya bisa terjadi di Bumi dan Mars. Planet merah mungkin membakar debu komet karena masih dianggap cukup tebal, sekitar 100 kilometer.

Hujan meteor tidak terjadi di Merkurius karena atmosfernya sangat tipis. Sementara itu, belum diketahui apakah hujan meteor bisa terjadi di Venus sebab atmosfer planet tersebut tidak transparan.

Ternyata Awan Juga Ada di Luar Tata Surya Kita



Astronom menemukan tanda keberadaan awan berbahan air di luar tata surya. Jika terkonfirmasi, ini adalah pertama kalinya awan ditemukan di luar sistem keplanetan di mana manusia tinggal.

Awan diketahui menyelimuti sebuah dunia yang berjarak 7,3 tahun cahaya, alias sekitar 69 kuadriliun. Dunia tersebut sejatinya ialah sebuah bintang katai coklat, bintang yang gagal berkembang dan tak mengalami reaksi inti.

Kevin Luhman, astronom dari Pennsylvania State University, menemukan dunia baru itu lewat observasi dengan teleskop inframerah WISE milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA). Dunia baru itu dinamai WISE J0855-0714. 

Jacquline Faherty, astronom dari Carniege Institute of Science di Washington, begitu terobsesi pada obyek temuan Luhman itu. Selama tiga malam pada bulan Mei lalu, ia mengobservasi obyek tersebut dengan teleskop Magellan Baade di Cile.

Pengamatan menghasilkan 151 citra obyek. Saat mengamatinya, Faherty mendapati kemiripan antara citra yang didapatkannya dan model katai coklat yang punya awan air. Ia berpendapat, citra yang didapatkan menjadi bukti adanya awan air di obyek itu. Ia akan memublikasikan hasil observasinya di Astrophysical Journal Letters.

Jonathan Fortney, astronom dari University of California di Santa Cruz, mengatakan bahwa temuan ini menarik. "Ini tentatif, tetapi bukti pertama adanya awan air di luar tata surya," katanya seperti dikutip Sciencemag.org, Senin (25/8/2014).

Air dan semburan uap air telah ditemukan di banyak dunia, tetapi tidak dengan awan air. Awan sendiri di tata surya baru dapat di konfirmasi keberadaannya di Bumi dan Mars. Fenomena awan air ini langka.

Ilmuwan klaim temukan bulan di luar tata surya


Washington (ANTARA News) - Sekelompok astronom mengklaim telah mendapati kemungkinan mereka menemukan untuk pertama kalinya "exomoon" atau sebuah bulan yang mengorbit planet di luar tata surya.

Namun, objek tersebut, kata tim astronom itu, bisa juga planet besar yang mengitari bintang kecil dan samar, seperti tertuang dalam laporan Jurnal Astrophysical.

"Kita tidak akan berkesempatan lagi untuk mengamati kandidat 'exomoon' di kemudian hari," kata kepala peneliti dari Universitas Notre Dame David Bennett melalui keterangan pers Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) dilaporkan Kantor Berita Xinhua. 

Objek yang diduga 'exomoon' itu ditemukan saat riset yang dipimpin tim "Microlensing Observations in Astrophysucs" (MOA) dari Jepang, Selandia Baru dan Amerika Serikat dan "Probing Lensing Anomalies NETwork" (PLANET), yang menggunakan teleskop dari Selandia Baru dan Australia. 

Para astronom menggunakan teknik yang disebut mikro-pelensaaan gravitasi (gravitational microlensing), dimana pengamatan dilakukan melalui satu bintang yang melewati bintang lainnya, dari pandangan Bumi. 

Bintang yang lebih dekat dapat berperan sebagai kaca pembesar untuk memfokuskan dan menerangkan cahaya bintang yang jauh selama beberapa hari atau pekan.

Jika bintang latar depan memiliki planet yang mengelilinginya, planet itu berperan sebagai lensa kedua untuk menyinari atau meredupkan cahaya. 

Dari pengamatan saat peristiwa terang, para astronom dapat melihat seberapa besar bintang latar depan dibandingkan planetnya.

Namun perlu dicatat, dalam beberapa kasus , objek latar depan dapat sebuah planet yang mengambang bebas, bukan sebuah bintang. Para peneliti dapat saja mendeteksi ukuran besar dari planet itu dibanding objek yang mengitarinya. 

Dalam penelitian terbaru yang didanai NASA, para astronom menemukan perbandingan ukuran planet yang lebih besar dibanding ukuran pendampingnya dengan rasio 2000 berbanding 1, meskipun lingkungan objek latar depan, dan objek yang menjadi media lensa tersebut masih belum definitif. 

Hal itu berarti dua objek itu dapat berupa bintang kecil dan samar, yang dikelelilingi planet berukuran lebih besar 18 kali dari Bumi. Bahkan planet yang mengitari itu diperkirakan lebih besar dibanding Jupiter, ditambah, bulan yang massanya lebih ringan dibanding Bumi, kata para astronom.

Namun, para peneliti belum dapat menyimpulkan mana yang benar dan valid di antara dua skenario itu, mengingat kejadian tersebut hanya dapat diamati dalam sekali waktu.

"Satu kemungkinan dengan teknik menggunakan bintang sebagai lensa bahwa temuan itu adalah palent dan bulannya (exomoon). Jika benar akan menjadi penemuan spektakuler," kata Wes Traub, kepala ilmuwan untuk program eksplorasi exoplanet di Laboratorium tenaga jet di NASA, yang tidak terlibat dalam penelitian. 

"Simpulan dari model yang digunakan peneliti itu adalah bulan, namun jika Anda melihat skenario tersebut di alam, simpulan objek itu bisa jadi bintang," kata dia.


Planet X Raksasa di Tata Surya, Apakah Benar-benar Ada?





KOMPAS.com — Tahun 1781, ilmuwan memperkirakan adanya planet X, planet gas raksasa yang lebih besar dari Jupiter dan menghuni bagian luar Tata Surya.

Dugaan adanya planet X bermula dari penemuan Uranus. Planet itu punya orbit yang khas, ireguler. Ilmuwan menduga bahwa hal itu mungkin terjadi karena adanya planet besar yang belum ditemukan.

Upaya menemukan planet X pun dilakukan. Namun, dengan teleskop yang semakin maju, astronom belum bisa membuktikan keberadaannya.

Usaha untuk menemukan planet X justru membuahkan penemuan Neptunus pada 1846 dan Pluto pada 1930.

Baik Neptunus maupun Pluto tak bisa dikatakan sebagai planet X yang dicari karena punya massa yang lebih kecil dari Jupiter. Planet X diperkirakan empat kali massa Jupiter.

Walau tak pernah ditemukan buktinya, banyak kalangan tetap memercayai adanya planet misterius tersebut.

Keberadaannya bahkan dikaitkan dengan kecenderungan asteroid menghantam Bumi dan ikut menjadi sebab punahnya dinosaurus 65 juta tahun lalu.

Sekali lagi ingin membuktikan keberadaan planet itu, Kevin Luhman, astronom dari University of Pennsylvania, melakukan riset dengan instrumen Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE) NASA.

Sementara beberapa orang mungkin berharap akan ada bukti planet X, yang terjadi justru sebaliknya.

Luhman lewat risetnya tidak menemukan tanda adanya planet X. Luhman tak bisa menemukannya dalam citra hasil pengamatannya.

"Bagian luar Tata Surya mungkin tidak punya planet gas raksasa (planet X) atau bintang kecil teman Matahari (Nemesis)," kata Luhman seperti dikutip AFP, Senin (17/3/2014).

Hasil studi Luhman dipublikasikan di Astrophysical Journal. Mencari bukti planet X, Luhman dan tim riset dengan instrumen WISE justru menemukan 3.525 bintang dan bintang katai.

Dunia Merah Jambu Ditemukan Menghuni Tepian Tata Surya




KOMPAS.com — Melakukan observasi, astronom berhasil menemukan obyek baru di tepian Tata Surya, berjarak 12 miliar kilometer atau sekitar 30 kali jarak Bumi-Matahari.

Obyek tersebut merupakan planet kerdil kedua yang ditemukan mengorbit Matahari dari jarak yang begitu jauh, lebih jauh dari planet kerdil Pluto.

Hingga sebelum penemuan ini, satu-satunya planet kerdil yang lebih jauh dari Pluto adalah Sedna, ditemukan pada tahun 2003.

David Rabinowitz, astronom dari Universitas Yale yang menemukan Sedna, mengatakan, "Penemuan terbaru kali ini menunjukkan bahwa Sedna bukan suatu keanehan."

"Kita sekarang bisa memiliki kepercayaan diri bahwa ada populasi (planet kerdil) baru yang siap untuk dieksplorasi," imbuhnya.

Planet kerdil baru yang ditemukan kali ini dinamai 2012 VP113. Nama lain planet kerdil ini adalah VP atau Biden, diambil dari nama wakil presiden Amerika Serikat, Joe Biden.

Biden ditemukan oleh Scott Sheppard dari Carnegie Institution for Science di Washington dan Chad Trujillo dari Observatorium Gemini di Hawaii. 

Keduanya menemukan planet kerdil tersebut lewat observasi menggunakan teleskop di fasilitas European Southern Observatory, Chile.

Biden yang berdiameter 450 kilometer, setengah dari Sedna, merupakan dunia yang sangat dingin. Suhunya mencapai -257 derajat celsius.

Tak seperti Sedna yang berwarna merah, Biden berwarna merah jambu, membuatnya lebih sulit untuk dideteksi dan diteliti.

Biden berada di sebuah wilayah yang bernama Awan Oort, tepatnya di bagian dalamnya. Awan Oort merupakan wilayah tepian Tata Surya yang merupakan gudang komet.

Apakah Biden Unik? Sheppard dan Trujillo mengatakan tidak. Menurut mereka, obyek semacam Biden mungkin umum di Awan Oort.

"Obyek macam ini tidak unik. Jumlahnya banyak di luar sana," kata Sheppard seperti dikutip AP, Rabu (26/3/2014).

Biden merupakan obyek ketiga terjauh di Tata Surya, setelah planet kerdil Eris dan Sedna. 

Biden memiliki obyek yang eksentrik. Jarak terdekatnya dengan matahari bisa 12 miliar kilometer, sementara jarak terjauhnya mencapai 67,2 miliar kilometer.

Sedna sendiri memiliki jarak terdekat 11,4 miliar kilometer dan jarak terjauh hingga 132,4 miliar kilometer.

Trujillo mengatakan, "Biden menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak kita ketahui tentang Tata Surya kita, dan itu sesuatu yang penting."

Dikutip Nature, Rabu, Trujillo mengungkapkan, "Sekarang kita mulai bisa mengetahui apa yang ada di luar batas."

NASA Teliti Dunia Alien di Luar Sistem Tata Surya

WASHINGTON - Kehidupan alien (makhluk asing di angkasa luar) boleh jadi bukan sekadar karangan atau isapan jempol. Badan Aeronautika dan Angkasa Luar AS (NASA) terus menelusuri kemungkinan adanya kehidupan alien tersebut. Itu terjadi setelah lembaga tersebut menemukan dunia baru yang punya tanda-tanda kehidupan dan bisa ditinggali seperti bumi.

Teleskop milik NASA yang berada di orbit (garis bumi di tata surya) menemukan 54 planet potensial yang tampaknya berada dalam zona hunian. Planet-planet itu berada di luar tata surya kita selama ini.

Setelah selama setahun mengamati gugusan kecil sebuah galaksi, teleskop Kepler milik NASA berhasil menemukan 1.235 planet di luar tata surya kita. "Yang menakjubkan, 54 di antara planet-planet itu agaknya berada dalam zona yang ramah kehidupan. Tidak terlalu panas atau tidak terlalu dingin," terang William Borucki, kepala ilmuwan Kepler, Kamis lalu (3/2).

Hingga saat ini, hanya ada dua planet di luar tata surya kita yang dianggap berada di zona kehidupan (goldilocks zone). Tapi, temuan dua planet itu masih diperdebatkan.

Borucki memang belum memastikan bahwa 1.235 benda angkasa yang baru ditemukan tersebut adalah planet. Tapi, dia menyatakan bahwa planet-planet itu telah diverifikasi 80 persen. Seorang astronom malah meyakini bahwa temuan Kepler bisa 90 persen akurat.

Selanjutnya, diperlukan langkah besar lain untuk membuktikan bahwa planet-planet tersebut memiliki kondisi-kondisi dasar yang mendukung kehidupan. Misalnya, ukuran yang tepat, komposisi, temperatur, dan jarak dari bintang. Yang lebih detail dari tanda-tanda kehidupan itu adalah kondisi atmosfer serta adanya air dan karbon.

Menurut Borucki, meski sebuah planet berada di zona kehidupan, tidak berarti ada kehidupan di sana. Planet Mars bisa menjadi contoh. Bahkan, jika memang ada kehidupan di planet tersebut, kemungkinannya bukan makhluk yang pintar. Namun, bisa berupa bakteri, jamur, atau bentuk kehidupan lain yang belum pernah dibayangkan orang.

Semua benda angkasa yang ditemukan teleskop Kepler itu berada dalam galaksi Milky Way, tapi jaraknya memang sangat jauh. Butuh berjuta-juta tahun perjalanan ke sana dengan memakai teknologi saat ini.

Kendati begitu, kata astronom, temuan Kepler tersebut bisa diaplikasikan untuk mengkaji bintang-bintang yang lebih dekat dengan bumi atau tata surya. "Anak cucu kita yang kelak harus memutuskan langkah berikut. Apakah mereka ingin ke sana" Atau cukup mengirimkan robot," papar Borucki dalam jumpa pers di markas NASA.

Sebelumnya, planet di luar sistem tata surya berjumlah 519 buah. Itu berarti Kepler mampu menemukan jumlahnya lipat tiga. Temuan tersebut diperoleh setelah teleskop Kepler memantau sekitar seperempat ratus langit malam. "Planet-planet itu juga diperkirakan beberapa ratus kali lebih besar (daripada bumi)," terang Borucki.

Astronom Yale University Debra Fischer, yang tidak termasuk tim Kepler tapi pakar lain NASA, menilai informasi tersebut bisa memberikan pijakan lebih kuat terkait dunia lain yang punya kehidupan. "Saya merasakan hal yang berbeda saat ini, setelah mengetahui temuan Kepler, dibandingkan sepekan lalu," katanya.

Astronom lain, Lisa Kaltenegger dari Harvard University, menyebut temuan tersebut sebagai kabar yang bagus. Kepler juga menemukan bahwa ada banyak planet yang relatif lebih kecil dibanding planet raksasa. Para astronom berpendapat bahwa sebuah planet harus solid "berbatu seperti bumi atau Mars" agar kehidupan dapat berkembang. Planet-planet yang sangat besar mungkin tidak solid dan sangat rawan terhadap gas yang sangat besar seperti Jupiter.

Sebanyak 68 planet yang ditemukan Kepler punya ukuran sama dengan bumi. Sebanyak 288 planet tak sampai dua kali lipat ukuran bumi sehingga dianggap masih berada di zona kehidupan optimal. Hanya 54 planet yang berada di zona kehidupan yang mendekati ukuran bumi. "Sisanya mendekati ukuran Neptunus atau Jupiter," jelas Borucki.

Planet yang termasuk dalam zona kehidupan dan zona hunian harus berjarak cukup jauh dari bintang. Jadi, planet tersebut bisa memiliki cairan atau air di permukaannya. NASA berpendapat, suhu zona hunian berkisar 0 derajat hingga 200 derajat Fahrenheit (-17 derajat hingga 93 derajat Celsius).

Teleskop Kepler diluncurkan pada 2009 dan berada di orbit di antara bumi dan Mars. Teleskop itu memerlukan waktu untuk menemukan planet-planet baru dan mengidentifikasi mereka. Para ilmuwan Kepler sangat ketat serta teliti dalam memastikan benda angkasa sebagai planet. Di antara 400 kandidat planet yang diumumkan tahun lalu, hanya sembilan temuan Kepler yang dikonfirmasi sebelum Kamis lalu.

Asteroid Terbesar di Tata Surya Menyemburkan Air ke Angkasa




KOMPAS.com — Observasi terbaru menunjukkan bahwa asteroid terbesar di Tata Surya, Ceres, menyemburkan air dalam bentuk uap ke antariksa.

Ilmuwan telah lama menduga bahwa Ceres menyimpan air. Namun, baru kali ini, pelepasan air di benda langit itu berhasil dideteksi.

Fakta tersebut ditemukan lewat penelitian menggunakan wahana antariksa Herschel milik Badan Antariksa Eropa (ESA) dan dilaporkan dalam jurnal Nature edisi terbaru.

Uap air dipercaya berasal dari daerah berwarna gelap di permukaan asteroid itu. Namun, ilmuwan belum yakin mengapa uap air itu tersembur ke antariksa.

Michael Kuppers dari ESA mengungkapkan, salah satu hipotesis sebab semburan air adalah adanya pemanasan oleh Matahari sehingga es langsung menguap.

"Kemungkinan lain adalah adanya energi di interior Ceres," ungkap Kuppers seperti dikutip BBC, Rabu (22/1/2014). 

"Dan energi itu bisa membuat air keluar dengan cara yang sama seperti gletser, bedanya karena tekanan rendah di permukaan asteroid, air keluar dalam bentuk gas, bukan cairan," imbuhnya.

Jumlah uap air yang disemburkan Ceres ke antariksa memang tak banyak. Namun, Herschel mampu memastikan bahwa yang dilepaskan memang molekul air.

Wahana antariksa Herschel telah dinonaktifkan tahun lalu. Tahun 2015 nanti, wahana antariksa Dawn akan kembali menyelidiki Ceres.

Dawn akan mengorbit dan memetakan obyek selebar 950 km tersebut serta menentukan kompisisi dan strukturnya.

"Dawn juga juga akan mengobservasi area berwarna gelap dengan resolusi tinggi dan mungkin akan menjawab pertanyaan proses di balik terciptanya uap air," kata Kuppers.

Sepasang Asteroid Kembar nan Langka Ditemukan di Tata Surya




KOMPAS.com - Sekelompok mahasiswa yang sebenarnya tidak belajar di jurusan astronomi membuat temuan langka, sepasang asteroid yang mengorbit satu sama lain, bisa disebut asteroid kembar atau ganda.

"Ini penemuan yang fantastis," kata profesor astronomi dari University of Maryland yang tak terlibat dalam penemuan. 

"Asteroid ini memberikan kesempatan langka untuk mempelajari karakteristik fisik dan evolusi orbit obyek macam ini," imbuhnya seperti dikutib Red Orbit, Selasa (7/1/2014).

Disebut 3905 Doppler, asteroid itu sebenarnya pernah terdeteksi pada tahun 1984 namun baru pada September 2013 lalu, identitasnya sebagai asteroid ganda terkuak.

Asteroid ganda masih tergolonng langka. Dari seluruh asteroid di Tata Surya, jumlah asteroid ganda yang diketahui masih kurang dari 100.

Temuan dimulai ketika Melissa Hayes Gehrke, dosen astronomi, dan mahasiswa yang tergabung dalam kelas astronominya memilih satu asteroid untuk diobservasi.

Selama Oktober 2013, empat mahasiswa melacak dan mencitrakan asteroid dengan memanfaatkan teleskop di Nerpio, Spanyol. Kontrol dilakukan lewat bantuan internet.

Saat itu, tujuan pengamatan adalah untuk menangkap perubahan kecerlangan kala asteroid memantulkan cahaya.

Dari pengamatan, mereka membuat grafik cahaya terhadap waktu. Dari sana, bisa ditentukan bentuk obyeknya. Obyek yang simetris memiliki intensitas cahaya yang konstan, dan sebaliknya.

Ketika menemukan intensitas cahaya maksimum, bisa ditentukan juga kecepatan rotasi, bila obyek yang diamati asimetris.

Ketika mengamati asteroid itu, tim menemukan bahwa cahaya asteroid kadang meredup hingga hilang sama sekali.

"Itu sangat membuat frustasi. Untuk beberapa alasan, kurva cahaya kami tidak terlihat benar," papar Alec Bartek, mahasiswa fisika dari Brookeville yang menjadi anggota tim.

Hayes Gehrke menganggap bahwa 3905 Doppler adalah asteroid ganda. Cahaya kadang meredup dan hilang karena satu asteroid melintasi muka asteroid lainnya.

Lorenzo Franco, astronom amatir dari Italia, mengonfirmasi analisis Gehrke dan tim mahasiswanya serta menyatakan bahwa 3905 Doppler benar merupakan asteroid ganda.

Kelas astronomi yang berbuah penemuan asteroid ganda ini tidak diikuti oleh mahasiswa astronomi. Anggotanya antara lain adalah mahasiswa fisika, biologi dan bahkan ekonomi.

Teori Pembentukan Tata Surya : TEORI VORTEKS DAN PROTOPLANET








 Berawal dari Hipotesis Kabut Laplace dan  Kant.

 Dikembangkan oleh Karl Von Weiszacker  dan Gerard P. Kuiper tahun 1940-an

 Menjelaskan bahwa menjelaskan bahwa  nebula terdiri atas vorteks-vorteks yang  merupakan sifat gerakan gas yang  menyebabkan pola sel-sel yang bergolak  (turbulen). Pada batas antar sel turbulen terjadi tumbukan antarpartikel yang  kemudian membesar menjadi planet.

 Menurut Kuiper, planet terbentuk melalui  golakan (turbulensi) nebula yang  membantu tumbukan planetesimal  sehingga membesar menjadi protoplanet  dan kemudian menjadi planet. Teori ini  kemudian disebut teori protoplanet.

TEORI PEMBENTUKAN TATA SURYA


Banyak hipotesa yang disusun oleh para ahli untuk menjelaskan bagaimana  asal mula terjadinya Sistem Tata Surya. Cabang ilmu astronomi yang khusus  mempelajari asal-muasal terbentuknya Tata Surya adalah  kosmogoni  (cosmogony).  Sejak abad ke-18 sudah diusulkan teori-teori mengenai asal-muasal  Tata Surya ini.  Tidak ada yang benar dalam sebuah teori.  Namun, pengujian  teori-teori tersebut dilakukan dengan membandingkannya dengan fakta-fakta di  lapangan dan temuan-temuan baru akibat perkembangan teknologi.  Di antara  fakta-fakta tersebut adalah:


  • Orbit-orbit planet yang paralel terhadap ekuator matahari; 
  • Orbit-orbit anggota Tata Surya yang sirkular; 
  • Semua planet bergerak dalam arah berlawanan arah jarum jam sesuai  dengan gerakan rotasi Matahari; 
  • Planet yang juga berotasi dalam arah berlawanan arah jarum jam (kecuali  Venus dan Uranus); 
  • Planet terestrial dan planet jovian yang memiliki karakteristik fisik dan  kimia yang berbeda; 
  • Struktur satelit-satelit yang mengorbit planet mirip miniatur sistem Tata  Surya. 


Para ahli komogoni selalu memperhatikan hal-hal tersebut di atas untuk
menguji dan menyempurnakan teori asal-muasal pembentukkan Tata Surya.  


1. Teori Hipotesa Nebula Kant dan Laplace

Salah satu teori asal-muasal Tata Surya adalah hipotesa nebula (nebular hypothesys) yang diusulkan oleh Immanuel Kant yang pada tahun 1755  (Kartunnen, 2006: 197).  Menurut teori ini Tata Surya terbentuk dari nebula yang  berotasi.  Pada tahun 1796, Simon de Laplace mengusulkan bahwa planet-planet terbentuk dari cincin gas yang disemburkan dari ekuator Matahari (perhatikan  gambar 10.)  


2. Teori Pasang Surut  

Teori ini dipelopori oleh Jeans dan Jefreey. Teori ini mengatakan bahwa pada  saat sebelum terbentuk Sistem Tata Surya, kedekat suatu protobintang (bakal  Matahari) melintas bintang lain yang lebih besar (masif).  Akibatnya ada sebagian  materi dari protobintang tersebut yang tertarik  karena pengaruh gaya tarik bintang  yang besar tersebut. Materi protobintang yang tertarik tersebut kemudian menjadi  planet-planet, sedangkan protobintang menjadi Matahari.  Perhatikan gambar 11 di bawah ini :


3. Teori Penangkapan 

Teori ini menjelaskan terbentuknya Tata Surya berawal dari adanya interaksi  antara Matahari dengan protobintang (calon bintang).  Gambar 12 menunjukkan  proses tersebut dimana suatu massa protobintang melintasi Matahari dan sebagian  materi dari protobintang tersebut tertarik oleh gravitasi Matahari kemudian  membentuk planet. 









Distribusi Massa Tata Surya



Di dalam Sistem Tata surya yang menjadi pusat massanya adalah Matahari.  Sekitar 99,85 % dari keseluruhan massa  dalam sistem Tata Surya terdistribusi  sebagai massa Matahari. Adapun massa sisanya terdistribusi sebagai massa dari  benda-benda langit lainnya dalam planet-planet, satelit alam, komet, asteroid, dan  meteorid yang ada dalam Sistem Tata Surya. 

Untuk lebih jelasnya perhatikan  tabel 2 di bawah ini : 



Oleh karena Matahari memiliki massa yang paling besar diantara anggota  Tata Surya lainnya maka Matahari menjadi pusat dari Tata Surya di mana semua  anggota Tata Surya lainnya itu mengelilingi Matahari.  Hal ini dijelaskan dengan  baik oleh Newon dalam hukum gravitasi universal.

Sistem Tata Surya Baru: Planet Empat Matahari


Wahana teleskop antariksa Spitzer menemukan sistem Tata Surya dengan empat bintang induk di Rasi TW Hydrae, yang berjarak sekitar 150 tahun cahaya. Kedua pasang bintang gandanya saling  mengitari satu terhadap yang lainnya bak pasangan penari balet. 

Penulis: Ninok Leksono/Angkasa

Selain tertarik terhadap obyek-obyek langit yang amat jauh, terkait dengan bidang kosmologi, para astronom tampaknya terus punya perhatian besar terhadap Tata Surya - Sistem di mana planetplanet termasuk Bumi berevolusi mengelilingi Matahari. Tata Surya yang kini telah berumur sekitar lima miliar tahun rupanya masih banyak menyimpan misteri yang masih perlu untuk dieksplorasi.

Oleh sebab itu misi tak berawak pun terus dikirim untuk mendapatkan informasi baru mengenai keplanetan dan komponen-komponen Tata Surya lainnya. Antara lain, ini diwujudkan dengan pengiriman misi New Horizon ke Planet Pluto Januari 2006.

Sementara penyelidikan terus dilakukan untuk planet-planet di Tata Surya, berbagai penemuan baru juga terus bermunculan dalam penyelidikan planet di luar Tata Surya, atau yang lebih dikenal sebagai eksoplanet. 

Salah satu planet ini - Gliese 581 - disebut sebagai Bumi Super (ukuran besar), karena berbagai parameternya memperlihatkan planet ini layak huni.

Matahari banyak

Dalam tulisannya di Kompas (8 Desember 2006) alumnus astronomi Taufiq menyinggung tata surya dengan matahari lebih dari satu. Salah satu contohnya adalah tata-surya dengan tiga bintang seperti yang ada pada bintang HD188753 yang berada di Rasi Angsa (Cygnus). Pada sistem yang berjarak 149 tahun cahaya (1 tahun cahaya = 9.500 miliar km), bintang utama dikitari oleh dua bintang lain berukuran lebih kecil. Di luar itu masih ada sebuah planet gas berukuran lebih besar dari Yupiter mengorbit lebih dekat ke bintang induk dengan periode orbit 3,5 hari.

Pada sistem yang lain, ada pula planet yang ditemukan pada bintang ganda. Misalnya saja bintang ganda Gamma Cephei. Bintang utamanya yang bermassa 1,6 massa Matahari punya sebuah planet dengan massa 1,76 kali Yupiter yang mengorbit sejauh jarak Matahari-Mars (1,5 AU (Astronomical Unit) 1 AU = 150 juta km), dan punya bintang partner yang berukuran lebih kecil pada jarak sejauh Matahari-Uranus (19,2 AU).

Belum lama ini wahana teleskop antariksa Spitzer menemukan sistem yang memiliki empat bintang induk seperti tampak dalam ilustrasi pendamping tulisan ini.

Spitzer dengan peralatan inframerahnya telah diarahkan untuk meneliti piringan debu yang mengelilingi sistem empat bintang HD 98800. Piringan debu tersebut dipercayai bisa melahirkan planet. Dan memang dengan mengamati piringan di sistem bintang ini para astronom mendapati piringan tersebut tidak rata kontinu, tetapi sudah memperlihatkan celah yang seperti menyiratkan adanya planet yang sudah terbentuk.

Planet berperilaku seperti pembersih vakum kosmik. Ia menyerap semua kotoran yang ada di jalur lintasannya, ujar Elise Furlan dari Institut Astrobiologi di Universitas California di Los Angeles seperti diberitakan situs PhysOrg.com. Furlan merupakan penulis utama laporan yang disetujui penerbitannya oleh The Astrophysical Journal. 

HD 98800 diperkirakan berumur 10 juta tahun, dan berada di Rasi TW Hydrae yang berjarak 150 tahun cahaya. Sebelum diteliti oleh Spitzer, astronom telah memiliki sejumlah informasi mengenai bintang ini dari pengamatan teleskop darat. Mereka sudah mengetahui, bahwa sistem ini punyaempat bintang, dan keempat bintang yang ada berpasang-pasangan dalam sistem dua bintang (doublet, atau binary). 

Bintang-bintang dalam sistem bintang ganda mengorbit satu terhadap yang lain, demikian pula dua pasang bintang ganda tersebut juga saling mengitari satu terhadap yang lain sebagaimana pasanganpasangan penari balet. Salah satu pasangan bintang - yang disebut HD 98800B - memiliki piringan debu di sekelilingnnya, sementara pasangan satunya tidak.

Seperti dilaporkan oleh NASA, keempat bintang saling terikat oleh gravitasi dan jarak antara kedua pasang bintang tersebut adalah sekitar 50 AU, atau sedikit lebih jauh dibandingkan jarak Matahari - Pluto yang sekitar 40 AU. Karena masih terkendala teknologi, maka para astronom sebelum ini tidak dapat menyelidiki piringan debu di sekitar pasangan bintang HD98800B dengan detil. 

Jasa Spitzer

Dengan teleskop Spitzer lah akhirnya astronom bisa melihat piringan tersebut dengan rinci. Dengan menggunakan spektrometer inframerah, tim Furlan bisa mendeteksi adanya dua sabuk dalam piringan debu yang terbuat dari butir debu berukuran besar. Satu sabuk berada sekitar 5,9AU dari bintang ganda HD98800B, atau pada jarak sekitar Matahari - Yupiter. Sabuk ini kemungkinan besar tersusun dari asteroid atau komet.

Sementara sabuk lain ada pada jarak 1,5 AU sampai 2,5AU, sebanding dengan letak planet Mars dan asteroid, dan kemungkinan besar tersusun dari bulir halus. Umumnya kalau ada ruang kosong (gap) di piringan debu, astronom lalu bercuriga ada sebuah planet yang telah mengosongkan lintasan tersebut. Hanya saja, astronom belum terlalu yakin mengenai adanya planet di sistem HD 98800B.

Para astronom mempercayai, bahwa planet-planet terbentuk dalam kurun jutaan tahun, setelah butir debu kecil saling bergabung membentuk benda lebih besar. Dalam kasus tertentu, batuan-batuan kosmik saling bertumbukan untuk membentuk planet batuan seperti Bumi, sedang dalam kasus lain membentuk planet gas seperti Yupiter. Sementara itu, batuan-batuan besar yang tidak membentuk planet menjadi asteroid dan komet.

Ketika struktur-struktur batu tersebut bertumbukan dengan dahsyat, serpihan debu terlontar ke angkasa, dan ini terlihat oleh mata inframerah Spitzer yang sangat sensitif.

Menurut Furlan, debu yang ditimbulkan oleh tumbukan obyek-obyek berbatu di sabuk luar semestinya akan pindah ke piringan debu di dalam. Hanya saja dalam kasus HD98800B, partikel debu tidak mengisi piringan dalam seperti diharapkan. Boleh jadi hal ini disebabkan oleh adanya planet atau oleh pasangan bintang lain yang tidak punya piringan debu tapi gravitasinya mempengaruhi gerakan partikel debu.

Karena bintang-bintang muda banyak yang berkembang menjadi sistem majemuk, maka para astronom perlu menyadari, bahwa evolusi piringan debu di sekitar bintang-bintang muda tipe itu dan pembentukan sistem keplanetan yang ada bisa jauh lebih rumit dibandingkan sistem bintang tunggal seperti Tata Surya kita, tambah Furlan. Tapi di luar kerumitan memperhitungkan proses kelahiran tata surya semacam itu, membayangkanhidup di sebuah planet dengan matahari empat melahirkan sensasi tersendiri. 

sumber : http://visitazwar.tripod.com/sitebuildercontent/sitebuilderfiles/planetbaru.pdf

Tabel Planet-Planet yang ada di Tata Surya Kita


Planet Kebumian (Terrestrial) dan Planet Raksasa



Secara fisik, planet dalam Tata Surya dapat dibagi menjadi 2 kelompok ; 

1. Planet Terrestrial (Mercurius, Venus, Bumi, dan Mars), dekat dengan Matahari,  berukuran kecil, planet ini lebih kecil dari Bumi tapi memiliki kerapatan yang  tinggi (dari 3 gr/cm3 sampai dengan 6 gr/cm). Memiliki beberapa satelit dan ada  yang tidak memiliki satelit, juga tidak memiliki cincin Planet terrestrial memiliki  permukaan yang padat dan memiliki atmosfer dimana untuk Venus sangat rapat, 
dan renggang untuk Mercurius. 

2. Planet Raksasa (giant Planets) (Jupiter, Saturnus, Uranus, dan Neptunus),  memiliki kemiripan satu dengan yang lainnya, berada jauh dari Matahari, memiliki  ukuran yang lebih besar dari terrestrial planet.  Memiliki kerapatan rendah dan  terutama mengandung hydrogen dan helium. Untuk kandungan didalamnya,  atmosfer planet ini mencapai tekanan yang beragam – karena banyaknya lapisan  atmosfer, juga tampaknya memiliki inti yang padat di pusatnya. Memiliki 
beberapa satelit – lebih dari 15 untuk Jupiter. 

Jupiter dan Saturnus sangat terang, sedang Uranus dan Neptunus memiliki jarak  yang lebih jauh. Pluto, setelah Neptunus digolongkan dalam kelas tersendiri,  berukuran kecil, kerapatan rendah, dan lebih mirip satelit dari planet raksasa. Dapat dikatakan bahwa planet terbentuk dari pertumbuhan secara perlahan-lahan dari materi I-10  antar planet yang membentuk kelompok-kelompok yang lebih besar. Semakin jauh  dari Matahari, temperatur semakin rendah, sehingga es tidak dapat menyublim karena  temperatur yang sangat rendah itu.

Keadaan Fisik Tata Surya






1. Perbedaan esensial antara bintang dan planet adalah massanya. Sebuah objek  yang berkontraksi tidak dapat menjadi  bintang, kecuali apabila temperatur  pusatnya cukup tinggi untuk melakukan reaksi thermonuklir yang pertama yang  dikenal sebagai reaksi proton-proton atau proton-deutrium.  

2. Agar terjadi pemanasan (pembakaran) di pusat, maka massa yang harus dimiliki  objek adalah seperduapuluh kali masa matahari,M~, atau setara dengan 1032 g.  Karena tidak memiliki reaksi termonuklir, objek dalam Tata Surya hanya  mempunyai energi internal yang kecil, yang dihasilkan oleh beberapa sumber 
radioaktif yang ada pada planet terrestrial sedangkan untuk planet raksasa berasal  dari kontraksi atau perubahan internal (internal differentiation). Akibatnya,  temperatur permukaan sangat bergantung fluks Matahari yang diterimanya, inilah  faktor dominan yang menyebabkan penurunan temperatur seiring dengan 
pertambahan jarak dari Matahari. 

dasar untuk mempelajari Tata Surya ada enam hal yang dijadikan syarat batas


1.Tata Surya  terdiri dari objek-objek benda langit yang  bergerak pada bidang  orbit yang dikontrol oleh gravitasi Matahari. Objek ini mengalami tekanan  radiasi atau ber interaksi dengan (angin Matahari) solar wind.  

2. Hal pertama yang perlu kita ketahui adalah massa total objek di dalam Tata  Surya menunjukkan fraksi kurang dari 0,0015 massa Matahari  dan yang  kedua adalah kebanyakan dari anggota Tata Surya mengorbit  dekat dengan  bidang ekuator Matahari. 

3. Planet merupakan objek yang massive di dalam Tata Surya, memiliki orbit  yang hampir lingkaran, mengitari Matahari, dan berada pada rentang jarak  heliosentrik  antara 0,4 – 40 AU. Diameternya berkisar antara ribuan kilometer  sampai lebih dari 100000 km.  

4. Di antara lintasan Mars dan Jupiter, terdapat benda-benda kecil yang dikenal  sebagai Asteroid atau planet minor. Asteroid  mengorbit mengitari Matahari  dan berdiameter dari beberapa meter  sampai dengan beberapa ratus kilometer. 

5. Komet, objek yang lebih kecil dengan radius sekitar beberapa kilometer dan  bergerak dalam orbit elip memiliki inklinasi tinggi  terhadap bidang orbit  Bumi, disebut juga bidang ekliptika. Objek lainnya adalah satelit, yang  mengorbit mengitari  planet.  

6. Medium antar planet (interplanetary medium), dalam Tata Surya terdiri dari  butiran-butiran debu dan  plasma. Plasma terdiri dari electron dan ion, yang  sebagian besar berada didalam korona Matahari.  

Peta Konsep Tata surya


Asal-Usul Tata Surya


Ada empat macam teori tata surya yaitu : teori kabut  (nebula), tori  planetesimal, teori bintang kembar, dan teori protoplanet. 
Teori Kabut 

Penemu teori ini adalah Immanuel Kant, dan Simon de Laplace.  Nebula adalah kabut yang terdiri dari gas (terutama  hydrogen dan  helium) dan debu-debu angkasa. Menurut teori ini mula-mula ada sebuah  nebula yang baur dan hamper bulat, yang berotasi dengan ecepatan sangat lambat sehinnga mulai menyusut. Akibat penyusutan dan rotasi  terbentuklah rotasi sebuah cakram datar di tengahnya. Penyusutan  berlanjut dan matahari terbentuk dipusat cakram. Cakram berputar  sangat cepat, sehingga bagian-bagian tepi cakram terlepas membentuk  gelang-gelang bahan. Kemudian gelang –gelang memadat dan menjadi  planet yang berevolusi menjadi orbit elips mengitari matahari. 

Teori Planetesimal 

Teori ini diajukan oleh T.C Chamberlein dan F.R Moulton, keduanya  ilmuwan Amerika. Menurut teori ini matahari sebelumnya sudah ada  sebagai salah satu bintang. Karena adanya tarikan  gravitasi bintang maka 
menyebabkan sebagian bahan dari matahari tertarik kea rah bintang itu.  Ketika bintang menjauh, lidah raksasa sebagian jatuh ke matahari dan  sebagian lagi terhambur menjadi gumpalan kecil atau platesimal.  Planetesimal-planetesimal melayang di angkasa sebagai benda dingin dalam  orbit mengitari matahari. Dengan tumbukan dan tarikan gravitasi,  planetesimal besar menyapu yang labih kecil dan akhirnya menjadi planetplanet. 

Teori Bintang Kembar 

Teori ini hamper sam dengan teori planetesimal. Dahulu matahari  mungkin merupakan bintang kembar, kemudian bintang yang satu meledak  menjadi kepingan-kepingan. Karena ada pengaruh gaya  gravitasi bintang,  maka kepingan-kepingan yang lain bergerak mengitari  bintang itu dan  menjadi planet-planet, sedangkan bintang yang tidak  meledak menjadi  matahari. 
Teori Proto Planet 

Teori ini dikemukakan oleh astronom Jerman Carl Von Weizsaeker dan  disempurnakan oleh P Kuiper, dkk.  Teori ini pada dasarnya menyatakan bahwa tata surya terbentuk dari gumpalan awan gas dan debu. Lebih dari 5 milyar tahun yanglalu, salah  satu gumpalan awan mengalami pemampatan. Pada proses pemampatan itu  partikel-partikel debu tertarik ke dalam menuju pusat awan, membentuk  gumpalan bola, dan mulai berotasi. Karena rotasi cepat, maka  gumpalan  gas mulai memipih menyerupai bentuk cakram yaitu tebal di bagian tengah saling menekan sehingga menimbulkan panas dan berpijar. Bagian tengah  yang berpijar inilah sebagiab protosun (cikal bakal  matahari), yang  akhirnya menjadi matahari. 

Bagian tepi (bagian yang lebih luar) yang berotasi sangat cepat  menyebabkan bagian ini terpecah-pecah menjadi banyak gumpalan gas dan  debu yan leih kecil. Gumpalan kecil ini juga berotasi, akhirnya membeku 
menjadi planet-planet serta satelit-satelitnya.

Susunan Tata Surya



Tata surya (Solar System) terdiri dari matahari, planet, serta benda-benda langit  lainnya seperti satelit, komet, meteor, dan  asteroid. Tata surya dipercaya terbentuk  sejak 4.600 juta tahun yang lalu, yang merupakan hasil penggumpalan gas debu di  angkasa yang membentuk matahari dan kemudian planet-planet yang mengelilingi  matahari. Matahari mengandung sekitar 99,87% bahan pembentuk seluruh tata surya.  Ada dua paham yang berhubungan dengan tata surya, yaitu paham geosentris dan  paham heliosentris. Paham geosentris  dikembangkan oleh Claudius Ptolemaeus  (Ptolemy) sekitar tahun 150 T.M. Menurut paham geosentris, bumi merupakan pusat  dari jagad raya. Bulan berputar mengelilingi bumi dengan orbit yang paling dekat,  sementara bintang-bintang terletak pada bulatan angkasa yang besar dan berputar  pada orbit yang paling jauh.


Paham geosentris bertahan hingga abad ke-16. Baru pada sekitar tahun 1543  terjadi revolusi ilmiah besar-besaran yang dilakukan oleh Copernicus. Copernicus  menggantikan paham geosentris dengan paham baru yang disebut paham  heliosentris. Menurut paham heliosentris,  yang menjadi pusat jagat raya bukanlah  bumi, melainkan matahari. Matahari berada pada pusat alam semesta, sedangkan  bumi beserta planet-planet yang lainnya  bergerak mengelilingi matahari pada  orbitnya masing-masing. Paham heliosentris mendapat dukungan dari Kepler.   Pada tahun 1609 Kepler mendukung gagasan tersebut dengan mengemukakan  tiga hukumnya yang selain menyebutkan bahwa  matahari sebagai pusat dari tata  surya, juga memperbaiki orbit planet menjadi elips. Pada tahun yang sama Galileo  menemukan teleskop. Melalui pengamatan dengan teleskop Ia menarik kesimpulan bahwa yang menjadi pusat tata surya bukan bumi, melainkan matahari. Penemuan  teleskop oleh Galileo tidak hanya menguatkan paham heliosentris dari Cpernicus,  tetapi membuka lembaran baru dalam perkembangan ilmu astronomi. 


Flag Country

free counters