Ilmuwan: Hujan Komet Berujung Kehancuran Bumi


Ilmuwan Hujan Komet Berujung Kehancuran Bumi


Hujan meteor yang selama ini kita lihat merupakan pemandangan alam yang indah. Namun ke depan, bumi akan dihujani komet dan bisa menjadi sebuah malapetaka bagi bumi.

Jika prediksi ilmuwan Jerman itu benar, hujan komet akan bisa meluluhlantakkan bumi. Pasalnya akan ada sekelompok besar komet yang akan memasuki sistem tata surya dan mengancam bumi.

Menurut astrofisikawan dari Max Planck Institute untuk astronomi, ribuan komet itu akan memasuki sistem tata surya dan bertabrakan dengan bumi. Hasilnya akan menimbulkan kehancuran bagi bumi.

"Invasi komet ini bisa menghapus kehidupan di bumi secara keseluruhan dengan menciptakan ketidakseimbangan gravitasi dari sistem tata surya," tulis ilmuwan yang bernama Dr Coryn Bailer-Jones dalam laporannya, seperti dikutip dari IB Times, Senin 22 Desember 2014.

Laporan yang dipublikasikan oleh institusi Jerman itu juga mengungkapkan jika sejumlah asteroid dan komet yang pernah mengorbit di Neptunus berpotensi menjadi ancaman pada sistem tata surya kita.

"Bintang yang lewat hampir dekat dengan matahari akan mengganggu awan Oort. Mereka menyebabkan sejumlah komet masuk ke dalam sistem tata surya yang berpotensi tabrakan dengan bumi," kata Bailer-JOnes.

Dia tidak sembarangan menulis laporan seperti ini. Sebelumnya, ia telah melakukan penelitian dengan mencermati sekitar 50.000 matahari yang mengorbit di sekitar galaksi.

"Penelitian ini menggunakan simulasi Monte Carlo dengan membandingkan beberapa data kovarians. Ini bertujuan untuk menentukan ketidakjelasan waktu, jarak dan kecepatan dari pertemuan komet dengan bumi secara tepat," tulisnya dalam laporan tersebut.

Dalam laporannya, Bailer-Jones juga mengungkap jika Gliese 710 juga berpotensi mengganggu awan Oort. Ini juga bisa berujung pada serangkaian hujan komet mematikan ke dalam sistem tata surya.

Namun begitu, para penduduk bumi tidak perlu khawatir dengan bencana yang akan terjadi ini. Pasalnya, ini tidak akan muncul dalam waktu dekat. Hujan komet kemungkinan baru akan terjadi 500.000 tahun lagi.

Asal-usul Air Bumi dari Komet Makin Buram


Asal-usul Air Bumi dari Komet Makin Buram


Teka-teki asal usul air di bumi makin buram. Anggapan air bumi di masa lalu berasal dari komet telah terbantahkan. 

Kesimpulan ini disampaikan setelah pesawat Badan Antariksa Eropa (ESA), Roseeta yang mengorbit komet komet 67P/Churyumov-Gerasimenko menemukan air yang berbeda dengan air yang ada di bumi, melandir Daily Mail, Kamis 11 Desember 2014.

Sebagaimana diketahui, Rosetta meneliti permukaan komet yang dikenal dengan nama komet 67P itu melalui robot peneliti Philae, yang mendarat ke permukaan pada November lalu. Ternyata temuan menunjukkan komposisi air komet sangat berbeda dari bumi.

Hasil air yang ditemukan mengandung senyawa yang lebih berat, yaitu adanya isotop hidrogen yang disebut deuterium. Karakteristik air itu berbeda dengan yang ada di bumi.

"Pertanyaannya adalah siapa yang membawa air ke bumi? Apakah itu komet atau karena sebab lainnya?" kata Kathrin Altwegg, peneliti Universitas Bern, Swiss yang merupakan penulis utama studi terheran. 

Ia menduga jika bukan komet, kemungkinan pembawa unsur kehidupan di bumi itu adalah asteroid. Tapi anggapan ini banyak ditentang oleh ilmuwan lain. 

Selama ini diyakini sumber air di bumi pada masa lalu berasal dari komet. Air terbawa ke bumi pada 4 miliar tahun lalu. Untuk itulah pesawat antariksa Rosetta meneliti permukaan komet 67P. 

Banyak ilmuwan meyakini bermiliaran tahun lalu, saat pertama kali terbentuk, bumi memang sudah memiliki air. Namun saat itu situasi bumi sangat panas sekali, untuk itu adanya air dianggap tak mungkin berasal dari pembentukan bumi secara mandiri. Peneliti menduga air itu berasal dari sumber luar bumi, yang kemudian merujuk pada komet. 

Meski sampel yang didapatkan dari komet 67P tak menunjukkan titik terang asal usul air bumi, tapi hasil itu bahan untuk mempelajari komet secara lebih dalam. 

Gagal di komet 67P, peneliti masih bisa mendalami komet lain untuk mengetahui asal usul air. Sampai saat ini tiga calon lokasi sumber air bumi bisa diduga berasal dari komet dari Oort Cloud, yang mengelilingi Tata Surya, komet dari Kuiper Belt, yang mengorbit matahari melalui Neptunus dan Pluto serta asteroid dari sabuk antariksa antara Mars dan Jupiter. 

Upaya meneliti air di komet sudah dilakukan hampir tiga dekade lalu, tepatnya 1986. Saat itu pesawat antariksa telah mendekati komet Halley, dari kelompok komet Oort Cloud, dari jarak 400 mil. Saat itu peneliti menganalisa air komet Halley dan menemukan air dari komet ini lebih berat dari air bumi. 

Sementara tiga tahun lalu, teka-teki air bumi menunjukkan hasil yang menggembirakan, peneliti mendalami air di komet Hartley 2 dari kategori komet Kuiper Belt, dan hasilnya paling mendekati air bumi. Temuan ini makin menguatkan hipotesa air berasal dari komet Kuiper Belt. 

Namun sayangnya, pada analisa air terakhir di komet 67P menunjukkan hasil yang berbeda. Padahal diketahui komet 67P merupakan kategori komet dari Kuiper Belt, yang sama dengan komet Hartley 2. Dengan hasil berbeda dari komet yang sama, makin mempersulit untuk menemukan asal usul air bumi. 

Tapi bagi astronom University of Maryland, Michael A'Hearn, perbedaan temuan itu tak lantas mengakhiri peluang asal-usul air di komet. Menurutnya bisa saja air bumi bisa berasal dari komet Kuiper Belt.

Sementara pendapat berbeda disampaikan Manajer Program Objek Dekat Bumi NASA, Donald Yeomans. Ia meyakini sumber air berasal dari asteroid.

Hasil analisa ini telah diterbitkan dalam Jurnal Science.

Pesawat Antariksa Eropa Philae Kirimkan Data Komet Berlapis Es

Pesawat Antariksa Eropa Philae Kirimkan Data Komet Berlapis Es


Ratusan juta kilometer dari bumi, pesawat antariksa Eropa hari Rabu membuat sejarah dengan berhasil mendarat di permukaan komet yang berlapis es, berdebu dan sedang melaju kencang, aksi berani pertama yang dirancang untuk menjawab pertanyaan besar tentang alam semesta.

Namun, hari Sabtu (15/11), Badan Antariksa Eropa (ESA) mengatakan baterai Philae, penyelidik komet itu, habis, tetapi tidak sebelum mengirim bertumpuk-tumpuk data tentang sekitarnya ke Bumi.

ESA mengatakan Philae diangkat hari Jumat (14/11) sekitar 4 sentimeter dan memutar 35 derajat dalam upaya menariknya keluar dari tempat gelap sehingga panel suryanya bisa mengisi ulang baterainya yang habis. Belum jelas apakah rotasi yang sulit itu berhasil membawa panel-panel itu keluar dari tempat gelap.

Bahkan jika rotasi itu berhasil, mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan sebelum Philae dapat mengirim sinyal baru. Pemeriksaan rutin sinyal akan berlanjut. Sinyal terakhir diterima Sabtu pagi.

Pesawat Antariksa Eropa Berhasil Mendarat di Komet

Pesawat Antariksa Eropa Berhasil Mendarat di Komet


Badan Antariksa Eropa (ESA) berhasil mendaratkan robot penyelidik di sebuah komet yang sedang melaju cepat setengah miliar kilometer dari Bumi.


Badan Ruang Angkasa Eropa ESA berhasil mendaratkan sebuah robot untuk menyelidiki sebuah komet berkecepatan tinggi yang meluncur dan berjarak 500 juta kilometer dari bumi. Eksplorasi ruang angkasa pertama yang bersejarah ini merupakan upaya menjawab pertanyaan tentang asal usul alam semesta.

Robot pendarat “Philae” hari Rabu (12/11) mendarat di komet yang dikenal sebagai “Komet 67P – Churyumov-Gerasimenko”, tujuh jam setelah berpisah dari pesawat antariksa Rosetta – kapal induk yang membawa robot “Philae” untuk mencapai tempat-tempat terjauh dalam tata surya.

Ketika memastikan keberhasilan pendaratan itu, Manajer Pusat Antariksa Jerman Stephan Ulamec menggambarkan kepada orang-orang yang berada di markas ESA bagaimana robot “Philae” menggunakan semacam harpun atau alat pencakar untuk menambatkan dirinya pada permukaan komet.
Robot pendarat Philae berhasil mendarat pada sebuah komet yang meluncur dengan kecepatan tinggi (foto: ilustrasi).

“Philae menyampaikan informasi pada kami. Pertama, Philae menyampaikan bahwa harpun-harpunnya sudah ditembakkan dan piranti pendaratan sudah dimasukkan kedalam pesawat, sehingga posisi Philae kini tepat di atas permukaan komet, dan Philae terus mengirim lebih banyak data kepada kami,” papar Stephan Ulamec.

Pendaratan itu merupakan puncak perjalanan selama 10 tahun dari bumi. Pesawat antariksa Rosetta telah mengorbit komet sejak benda angkasa itu masih berada sekitar enam milyar kilometer dari bumi, sejak bulan Agustus lalu. Kini setelah mendarat, Philae akan memulai serangkaian eksperimen ilmiah untuk mengetahui komposisi organik dan non-organik komet tersebut.

Misi itu dinilai beresiko karena belum diketahuinya kondisi permukaan komet dan adanya masalah dengan roket pendorong yang seharusnya menjaga supaya Philae tidak terpantul ke antariksa.

Foto-foto yang dikirim dari Rosetta ke bumi menunjukkan bongkahan-bongkahan kasar batu dan es di permukaan “Komet 67P – Churyumov-Gerasimenko”.

Para ilmuwan berharap Rosetta – nama yang diambil dari batu bertulis yang membantu ilmuwan membaca bahasa Mesir kuno – akan memberi lebih banyak petunjuk tentang komet-komet yang merupakan sisa-sisa pembentukan sistem tata surya kita.

Paolo Ferri – Kepala Misi Operasi Badan Ruang Angkasa Eropa – mengatakan pendaratan “Komet 67P – Churyumov-Gerasimenko” di sasarannya tampaknya mulus.

Badan Ruang Angkasa Eropa ESA merayakan pencapaian kosmik itu setelah bekerja keras melalui masa tegang selama tujuh jam, yang berawal ketika pendarat Philae dilepaskan dari Rosetta, sementara keduanya – Rosetta dan Philae – serta komet tersebut meluncur di antariksa dengan kecepatan 66 ribu km per jam.

Para pejabat ESA bertepuk tangan dan berpelukan di ruang misi tersebut di Darmstadt ketika memperoleh kepastian bahwa pesawat antariksa tidak berawak Rosetta berhasil melepas pendarat Philae yang seukuran mesin cuci, dengan berat mencapai sekitar 100 kilogram.


Kepala ESA menggarisbawahi rasa bangga Eropa yang berhasil mendarat di sebuah lebih dulu dari Amerika. Rosetta dan Philae kini meluncur bersama komet itu untuk melintasi matahari dan mulai meningkat kegiatannya dalam suhu yang semakin hangat.

Ilmuwan Eropa Pertimbangkan Pendaratan Pesawat Ruang Angkasa di Komet


Ilmuwan Eropa Pertimbangkan Pendaratan Pesawat Ruang Angkasa di Komet



WASHINGTON DC—Ilmuwan-ilmuwan ruang angkasa Eropa harus segera memutuskan apakah akan berupaya melakukan pendaratan pesawat ruang angkasa di sebuah komet untuk pertama kalinya.

Setelah melakukan penerbangan selama sepuluh tahun – pesawat ruang angkasa berbobot 100 kilogram itu yang dilengkapi dengan kamera dan instrumen-instrumen ilmiah, bersiap-siap melakukan operasi yang bisa berbahaya, tetapi jika berhasil bisa memberi petunjuk baru tentang asal usul sistem tata surya kita.

Pesawat pendarat Rosetta – yang bernama Philae – menghadapi sejumlah kendala, termasuk fakta bahwa komet “Churyumov-Gerasimenko”berada lebih dari 450 juta kilometer dari bumi. Ketika Rosetta untuk pertama kalinya mengirim foto-foto komet dari jarak dekat bulan Agustus lalu – setelah melakukan perjalanan selama hampir sepuluh tahun – para ilmuwan melihat bongkahan batu dan es, kata Direktur Penerbangan Andrea Accomazzo.

“Permukaan komet itu sangat kasar, dan tidak berbentuk. Kami telah melihat semua foto yang dikirimnya. Jika pesawat pendarat itu menyentuh sebuah batu besar – misalnya – atau mendarat di sebuah lereng berukuran dua atau tiga meter, pesawat pendarat itu bisa terguling. Ini sesuatu yang tidak bisa kita kontrol. Kita perlu nasib baik karena resikonya begitu besar,” papar Andrea.
Komet Churyumov-Gerasimenko yang berjarak 450 juta kilometer dari planet bumi (foto: dok).

Komet merupakan obyek antariksa yang sangat menarik karena merupakan sisa-sisa pembentukan planet pada tahap awal. Karena sebagian besar komet terdiri dari es, para ilmuwan mengatakan sangat mungkin komet membawa air ke bumi – bahkan benih-benih kehidupan.Data dari permukaan komet itu akan merupakan tambahan informasi menarik atas apa yang sudah diamati para ilmuwan dari jarak dekat, ujar Paolo Ferri – kepala misi operasi Badan Ruang Angkasa Eropa.

“Kita tidak mau hanya melakukan pengukuran, memotret, mengukur gas dan debu dari jarak jauh. Kita ingin sampai di permukaan dan mengatakan kepada Rosetta : inilah tampilan sesungguhnya. Ini merupakan hasil ilmiah yang luar biasa,” jelas Ferri.

Jika berhasil melakukan pendaratan, pesawat ruang angkasa Philae akan memulai sembilan percobaan ilmiah untuk mengetahui komposisi organik dan non-organik komet tersebut.

Harald Krueger, kepala tim penyelidik eksperimen yang akan mengetahui struktur internal komet lewat gelombang suara, menjelaskan, “Alat ini memancarkan gelombang akustik lewat satu kaki dan gelombang itu bisa dideteksi pantulannya lewat kaki lainnya. Dengan begitu kita bisa mengetahui susunan bahan-bahan yang terdapat dalam inti komet itu”.


Para ilmuwan memperkirakan prosedur pendaratan akan memakan waktu sekitar tujuh jam, dan selama itu Philae bisa mengirim data ilmiah dan foto-foto yang lebih tajam ke bumi.

Komet Akan Dekati Mars, Peristiwa Sekali dalam Sejuta Tahun

Komet Akan Dekati Mars, Peristiwa Sekali dalam Sejuta Tahun




CAPE CANAVERAL, FLORIDA— Komet Siding Spring akan mendekati Mars dari bawah dan melesat tepat di depan planet itu Minggu sore waktu timur.

Sebuah komet seukuran gunung kecil akan melewati Mars dalam jarak dekat, Minggu (19/10), mendekati dalam jarak sekitar 140.000 kilometer dalam kecepatan 203.000 kilometer per jam.

Peristiwa ini adalah sangat langka, hanya terjadi sekali dalam satu juta tahun.

Lima kendaraan robotik penjelajah NASA di Mars telah diatur untuk menyaksikan komet Siding Spring membuat kunjungan pertama yang diketahui ke sistem tata surya bagian dalam. Demikian juga dengan sebuah pesawat antariksa Eropa dan sebuah pesawat antariksa India akan melingkari planet merah itu.

Pesawat pengorbit itu akan berupaya mengamati bola es yang akan datang itu, lalu bersembunyi di belakang Mars untuk melindungi diri dari potensi pecahan debu berbahaya dari ekor komet.

Terlindung oleh atmosfer Mars, kendaraan Opportunity dan Curiosity mungkin akan mendapatkan pandangan terbaik, meski badai debu di Mars bisa mengaburkan penglihatan.

Dinamai dari observatorium Australia yang mendeteksi komet itu pada Januari 2013, Siding Spring akan mendekati Mars dari bawah dan melesat tepat di depan planet itu Minggu sore waktu timur.

Dari Bumi, pandangan terbaik lewat teropong atau teleskop, akan didapat dari belahan Bumi Selatan, terutama Afrika Selatan dan Australia. Belahan Bumi utara akan sulit melihat Siding Spring meluncur dekat Mars.

Komet tersebut, dengan inti yang diperkirakan memiliki diameter sedikitnya 0,8 kilometer, itu datang dari Awan Oort jauh di pinggir sistem tata surya. Ia dibentuk dalam satu atau dua juta tahun pertama kelahiran tata surya sekitar 4,6 miliar tahun lalu dan, sampai sekarang, tidak pernah bergerak dekat ke matahari, hanya barangkali ke orbit-orbit Yupiter, Saturnus, Uranus atau Neptunus. Ia datang setiap satu juta tahun atau lebih.

Komet ini akan menjadi komet Awan Oort pertama yang dapat diamati secara rinci.


Badan Antariksa Eropa Targetkan Pendaratan di Komet



Bila NASA berupaya mencari planet yang diduga cocok untuk dihuni manusia di masa depan, Badan Antariksa Eropa (ESA) akan melakukan langkah cukup gila, yakni mendarat di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko (komet 67P/CG)

Saat ini, para insiyur dan ilmuwan ESA merencanakan strategi tepat untuk mendarat di komet tersebut. Hal ini dikarenakan batu angkasa itu memiliki permukaan yang tidak rata sehingga dibutuhkan langkah yang tepat untuk mendarat.

"Kami telah menemukan komet 67P/CG sejauh ini. Sebuah komet yang fantastis untuk dikunjungi," kata Dr. Christopher Carr, seorang peneliti utama pada instrumen Rosetta Plasma Konsorsium, dilansir BBC edisi Senin 15 September 2014.

ESA sendiri direncanakan akan memberangkatkan kendaraan ruang angkasanya pada 11 November mendatang. Kendaraan berbentuk robot itu menyerupai laba-laba dan difungsikan untuk menjelajah komet tersebut.

Jika program tersebut berhasil maka itu akan menjadi sejarah keberhasilan eksplorasi ruang angkasa.

"Tidak ada pesawat ruang angkasa yang pernah mengorbit di sebuah komet aktif sebelumnya. Jadi, ini yang pertama kalinya," jelas Carr.

Selain menjadi yang pertama, tujuan pendaratan di komet itu sebagai pelajaran untuk memahami batu ruang angkasa.

Carr mengatakan, pihaknya sedang mempelajari gambar mengenai komet tersebut untuk mengetahui pendaratan yang tepat nantinya.

Dan juga ESA mempelajari sifat komet, berusaha untuk mencari tahu bagaimana objek tersebut dibangun dan komposisi material dan senyawa yang ada di dalamnya.

12 November, Robot Eropa Mendarat di Komet




Misi Rosetta, yang dicanangkan oleh Badan Antariksa Eropa (ESA), semakin serius. Eropa menargetkan akan mendaratkan instrumennya di komet 67P/Churymov-Gerasimenko atau lebih sederhananya, komet 67P/CG.

ESA menetapkan tanggal 12 November nanti akan menjadi sejarah pertama kalinya pendaratan di komet, dalam keadaan mengorbit. Selain itu ESA juga telah menentukan letak posisi yang dinamakan 'J' di komet itu.

Seperti yang diberitakan BBC, Senin 29 September 2014, pada posisi 'J' itu nantinya akan dijatuhkan robot kecil bernama Philae yang berbobot 100 kilogram dari ketinggian 20 kilometer.

Lokasi pendarata itu sendiri jauh dari kata ideal sebagai tempat pendaratan. Pasalnya lokasi itu memiliki tebing-tebing curam. Sayangnya, hanya lokasi tersebut yang merupakan tempat paling memungkinkan untuk dilakukan penelitian. Penelitian akan dilakukan untuk mengkaji bukit es yang ada di komet tersebut.

Namun jika saat mendalami dan menelaah, posisi 'J' dirasa berbahaya maka ESA akan mengalihkan ke tempat lainnya yakni posisi 'C'. Saat ini, ESA sedang melakukan pemetaan pada tempat tersebut sebagai opsi pendaratan lainnya.

Selain itu, Badan Antariksa Eropa itu juga akan menghadapi risiko kegagalan yang cukup tinggi karena misi terbut membutuhkan kehati-hatian dan pengamatan yang seksama. Apalagi untuk mendaratkan sebuah robot di komet 67P/GC yang memiliki lebar 4 kilometer.

Bahkan, bila berhasil mendaratkannya, ESA harus bisa memenuhi sinyal radio yang terkoneksi dengan Philae. Jaraknya akan mencapai 509 juta kilometer dari Bumi.

Disamping risiko-risiko yang dihadapi oleh ESA, robot Philae yang mirip seperti seekor laba-laba ini akan difungsikan untuk melihat komet lebih dekat dengan kamera pengambil gambar, untuk kepentingan penelitian ke depannya.


Bosscha Abadikan Siding Spring, Komet Pemicu Hujan Meteor Dahsyat di Mars



Pada 20 Oktober 2014 nanti, sebuah komet dijadwalkan bakal melintas sangat dekat dengan planet Mars. Begitu dekatnya, debu-debu komet tersebut bakal tersembur ke atmosfer planet merah, berpotensi menimbulkan hujan meteor dahsyat.

Evan I Akbar dari Observatorium Bosscha berhasil memotret komet bernama C/2013 A1 atau Siding Spring tersebut. Evan memotret dengan bantuan teleskop Schmidt Bima Sakti yang terdapat di Observatorium Bosscha.

Dalam foto yang didapatkan lewat pengamatan pada Rabu (24/9/2014) itu, komet tampak terang dengan magnitudo +9,2. Ekor komet tampak jelas, menandakan komet aktif melepaskan gas dan debu. 

Evan mengunggah sejumlah foto hasil pengamatannya di lama Facebook-nya. Ada dua foto yang diunggah. Dalam satu foto, komet tampak jelas. Sedangkan di foto lain, komet tampak agak samar.

Siding Spring ditemukan pada 3 Januari 2013 oleh Robert H McNaught. Nama Siding Spring diambil dari nama observatorium yang dipakai untuk pengamatan, Siding Spring Observatory di Australia.

Pada 20 Oktober 2014 nanti, komet diperkirakan akan mendekati Mars, pada jarak hanya 135.000 kilometer dari inti planet itu. Komet tak akan menumbuk Mars namun gas dan debunya akan menyelubungi planet itu, berpotensi memicu hujan meteor dahsyat.

Ilmuwan: Komet Pertama Jatuh ke Bumi 28 Juta Tahun Lalu




Para peneliti Afrika Selatan mengatakan bukti menunjukkan komet menghantam bumi sekitar 28 - juta tahun lalu, di sebuah padang pasir di Mesir Barat.


Para peneliti Afrika Selatan mengatakan telah menemukan bukti konklusif tentang komet pertama yang pernah diketahui jatuh ke bumi. Mereka mengatakan penemuan yang menarik di daerah pedesaan Mesir itu bisa membantu semakin menjelaskan rahasia alam semesta.

Para ilmuwan menambahkan bahwa bukti menunjukkan komet menghantam bumi sekitar 28 - juta tahun lalu, di sebuah padang pasir di Mesir Barat. Mereka mengatakan partikel kecil dari batu hitam seperti kaca yang ditemukan di sana adalah serpihan komet. Para ilmuwan Afrika Selatan menunjukkan temuan mereka itu bulan lalu di Universitas Witwatersrand di Johannesburg.

David Block adalah seorang profesor di universitas itu. Dia mengatakan jatuhnya meteor dan asteroid ke bumi adalah gejala yang cukup umum. Tapi komet yang mengenai bumi, katanya, langka dan menarik.

“Karena komet adalah bola salju kotor yang tidak hanya terdiri dari batu, tetapi juga bercampur dengan es. Poinnya adalah bahwa atom-atom yang bisa memulai kehidupan seperti karbon, oksigen, nitrogen, argon, neon, kripton, datang dari luar tata surya. Ini adalah butir debu kosmik yang ada sebelum terbentuknya tata surya kita kita. Jadi ini mengandung rahasia unik komposisi kimia dari awan-awan gas dan debu yang hancur untuk membentuk matahari dan planet-planet di sekelilingnya,” papar David Block.

Beberapa ilmuwan mengatakan mungkin jatuhnya komet seperti itulah yang membunuh dinosaurus 65 juta tahun lalu. Tapi, tidak ada bukti yang kuat mengenai ini.

Marco Andreoli bekerja untuk Perusahaan Energi Nuklir Afrika Selatan. Ia mengatakan tidak ada orang yang melihat jatuhnya komet ke bumi dan hidup untuk menceritakan hal itu. Hal ini disebabkan karena komet biasanya membakar semua benda hidup yang dilaluinya hingga menjadi abu.

Namun, menurut Professor Andreoli bukti jatuhnya komet ke bumi ini jelas. "Kami sedang menyelidiki fenomena astronomi," katanya.

Sementara, Jan Kramers dari Universitas Johannesburg mengatakan komunitas ilmuwan terbagi atas temuan-temuan kelompoknya bahwa serpihan batuan itu adalah komet. Para peneliti mengatakan mereka berharap penelitian tambahan dari serpihan-serpihan komet itu akan membantu mereka mempelajari lebih banyak tentang permulaan alam semesta kita.

Komet ISON Hilang Dekat Matahari





Seorang pakar astrofisika yang melacak ISON memberitahu televisi NASA ia tidak melihat apapun datang dari belakang matahari.


Para pakar mengatakan perjalanan 5 juta tahun komet ISON dari tempat yang sangat jauh dalam tata surya tampaknya telah berakhir sebagai perjalanan satu arah mengitari matahari.

Para astronom mengatakan ISON dan ekornya yang panjang dan cerah melintas dengan jarak 1,2 juta kilometer dari permukaan matahari pukul 18.37 Kamis waktu Greenwich. Armada teleskop tidak menemukan jejak komet itu muncul dari balik matahari.

Pada titik terdekatnya dari matahari, ISON -- yang terbang dengan kecepatan 350 kilometer per detik – menghadapi suhu kira-kira 2.700 derajat Celsius. Para ilmuwan mengatakan suhu tersebut cukup panas untuk menguapkan es pada badan komet itu, serta debu dan batunya.

Seorang pakar astrofisika yang melacak ISON dari laboratorium penelitian Angkatan Laut Amerika di Washington memberitahu televisi NASA ia tidak melihat apapun datang dari belakang matahari.

Astronom amatir Rusia tahun lalu menemukan ISON ketika komet itu masih lebih jauh dari Jupiter. Penemuan itu menggemparkan para ilmuwan dan para peneropong bintang di seluruh dunia dengan kemungkinan dapat melihat pertunjukan sinar yang memukau di angkasa di atas Bumi mulai bulan depan.

Ada Apa di Balik Kilau Hijau Komet Ini?



KOMPAS.com — Astronom amatir di beberapa negara, termasuk Indonesia, telah berhasil mengabadikan wajah komet ISON, komet yang akan bersinar terang di siang bolong pada 28 November 2013. 

Dalam beberapa citra hasil jepretan para pencinta astronomi, komet yang berasal dari wilayah yang disebut Awan Oort itu tampak berwarna hijau. Apakah wajar bila komet berwarna hijau? Ada apa di balik warna itu?

Astronom amatir Ma'rufin Sudibyo saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/11/2013), mengungkapkan bahwa warna hijau komet ISON sebenarnya adalah hal yang biasa. Hal itu terkait komponen komet yang baru kali pertama datang ke Tata Surya itu.

Ma'rufin menerangkan, komet ISON terdiri dari es, debu, dan gas. Saat bergerak semakin dekat dengan Matahari, es perlahan menguap, debu berhamburan, demikian juga dengan gas. Penguapan menyebabkan komet tampak punya ekor.

Komet sendiri terdiri dari beragam macam gas. Beberapa gas utama adalah karbon monoksida dan cyanogen. "Warna hijau disebabkan adanya gas cyanogen itu. Ini sebenarnya merupakan gas beracun, tetapi biasa ditemukan di semesta," kata Ma'rufin.

Gas cyanogen yang menguap akan berinteraksi dengan sinar ultraviolet dan partikel bermuatan dari Matahari. Interaksi itu yang menyebabkan komet ISON tampak berkilau hijau. Jadi, kilau hijau komet ISON adalah hal yang wajar, tak ada yang aneh.

Beberapa komet lain juga berkilau hijau. Contohnya, komet Lemmon yang ditemukan pada tahun 2012 dan komet Machholz yang tampak pada 2005. Tingkat hijau satu komet dengan komet lain bisa berbeda, tergantung dari kandungan gasnya.

Komet ISON adalah salah satu komet yang paling ditunggu-tunggu. Komet ini akan mencapai titik terdekatnya dengan Matahari pada 28 November 2013. Saat itu, es dan gas komet akan menguap maksimum, menyebabkan kilau sangat terang sehingga bisa dilihat dari Bumi.

Komet ISON ditemukan oleh astronom asal Rusia, Vitali Nevski dan Artyom Novichonok, pada 24 September 2012. Nama ISON diambil dari nama fasilitas yang digunakan untuk menemukannya, International Scientific Optical Network (ISON).

Komet ISON, Mengapa Punya Dua Buntut?



KOMPAS.com — Fenomena astronomi yang paling dinanti pada tahun 2013 adalah kenampakan komet ISON. Komet yang berasal dari Awan Oort, gudang atau sarang komet di dekat Tata Surya, bisa menyuguhkan pemandangan langka bagi penduduk Bumi.

Diberitakan Kompas.com, Jumat (8/11/2013) lalu, ekor baru kini "tumbuh" dari komet ISON. Satu ekor, seperti dalam foto Damian Peach, tampak jelas lurus mengarah menjauhi komet, sementara satu ekor lain tampak miring.

Anehkah bila ISON memiliki dua ekor? Astronom amatir Ma'rufin Sudibyo mengatakan, komet biasanya memang memiliki dua ekor. Satu ekor merupakan ekor debu sementara ekor lain merupakan ekor gas atau ekor ion.

Ketika bergerak mendekati Matahari, karena suhu yang semakin tinggi, es pada komet menguap. Selainjutnya, debu komet berhamburan "ditiup" oleh angin Matahari, aliran partikel dari bintang induk di Tata Surya. "Inilah yang menyebabkan ekor debu," kata Ma'rufin.

Ekor yang baru "tumbuh" dari komet ISON sendiri merupakan ekor gas atau ekor ion. Ekor ini terjadi karena kandungan beragam senyawa volatil yang menguap kala komet semakin dekat dengan Matahari. Salah satu gas utama penyebab ekor gas adalah karbon monoksida.

Ekor gas dan ekor debu memiliki karakteristik berbeda. Ekor debu biasanya lurus, sementara ekor gas bisa berbentuk tak beraturan karena interaksinya dengan angin Matahari. Ekor debu selalu mengarah menjauhi Matahari, berada di belakang komet. Sementara itu, ekor gas tak selalu demikian.

ISON adalah komet yang ditemukan oleh astronom Rusia, Vitali Nevski dan Artyom Novichonok, dari Rusia, pada 24 September 2012. Nama ISON diambil dari nama fasilitas yang digunakan untuk menemukannya, International Scientific Optical Network (ISON).

Ziarah Penuh Risiko Komet ISON



KOMPAS.com - Satu juta tahun lalu, segumpal debu berlapis es bergerak dari Awan Oort di bagian luar Tata Surya menuju Matahari. Jumat (29/11/2013) dini hari, bongkah yang kini dinamakan Komet ISON itu akan mencapai jarak terdekatnya dengan Sang Penguasa Tata Surya. Ini adalah pertaruhan hidup mati komet, selamat dari cabikan Matahari atau tamat riwayatnya.

Jarak titik terdekat Komet ISON dengan permukaan Matahari hanya 1,2 juta kilometer. Titik balik perjalanan ISON akan dicapai pada Kamis (28/11/2013) pukul 18.38 waktu universal atau Jumat (29/11/2013) pukul 01.38 WIB. Makin dekat dengan Matahari, komet akan semakin cerlang. Namun, jarak yang terlalu dekat dengan Matahari membuat komet itu sulit diamati dengan teleskop optik landas Bumi.

Jika selamat dari gravitasi dan radiasi Matahari, tidak habis menguap, ISON bisa meneruskan perjalanan pulang. Dalam perjalanan balik itu, ISON akan menyajikan atraksi yang menarik di langit subuh di belahan Bumi utara.

”Nasib komet ketika berada di titik terdekat Matahari yang ditunggu-tunggu para astronom,” kata peneliti astronomi dan astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Emanuel Sungging Mumpuni, Selasa (26/11/2013). ISON adalah jenis komet yang lintasannya sangat dekat dengan Matahari dan baru pertama kali diamati warga Bumi.

Kehadiran komet sebenarnya bukanlah hal istimewa. Setiap dekade, banyak komet masuk bagian dalam Tata Surya untuk mengitari Matahari. Saat ini, setidaknya ada tiga komet selain ISON yang bisa disaksikan dari Bumi, yaitu Komet Lovejoy, LINEAR, dan Encke.

Hal yang membuat istimewa Komet ISON adalah ia termasuk salah satu dari sedikit komet yang melintasi korona Matahari. Korona adalah plasma yang mengitari Matahari dan terbentang hingga jutaan kilometer dari permukaan Matahari. Korona terlihat jelas saat terjadi Gerhana Matahari Total.

Hingga kini tidak diketahui pasti dampak gravitasi dan radiasi Matahari terhadap komet. Peneliti Observatorium Lowell, Arizona, Amerika Serikat, Matthew Knight, memaparkan tiga kemungkinan atas nasib ISON.

Skenario pertama, ISON akan bernasib seperti Komet Lovejoy yang terakhir mendekati Matahari pada 2011. Tarikan gravitasi Matahari akan membuat inti komet melar dan meledak ketika melewati korona Matahari. Ledakan akan terjadi jika diameter inti komet kurang dari 2 kilometer. Persoalannya, diameter inti Komet ISON saat ini tepat 2 kilometer.

Kemungkinan kedua, takdir ISON akan seperti Komet Encke. Panas Matahari akan membuat es dan gas ISON menguap hingga komet kehilangan sebagian besar materinya. Walau ini perjalanan pertama ISON menghampiri Matahari, potensi berkurangnya sebagian besar materi komet tetap ada.

Skenario ketiga, ISON akan seperti Komet Ikeya-Seki yang terakhir mendekati Matahari pada 1965. Panas Matahari akan menimbulkan gas pada inti komet sehingga saat komet keluar dari korona Matahari akan menghasilkan ekor komet yang sangat lebar sehingga menghasilkan pemandangan langit yang menakjubkan.

ISON ditemukan oleh Vitali Nevski dan Artyom Novichonok dari Rusia pada 21 September 2012 dalam program International Scientific Optical Network (ISON). Sejak saat itu, astronom seluruh dunia, baik profesional maupun amatir, gencar mengampanyekan observasi ISON. Sejumlah teleskop antariksa pun dikerahkan.

Pengamatan ISON penting karena para ahli meyakini komet yang berasal dari Awan Oort menyimpan material sisa pembentukan Tata Surya pada 4,6 miliar tahun lalu. Awan Oort juga diyakini mengandung zat kimia tertentu yang memicu kehidupan di Bumi kini.

Selain itu, kata Sungging, interaksi komet dengan atmosfer Matahari dapat membantu ilmuwan makin memahami karakter Matahari. ”Kehadiran ISON bisa digunakan ilmuwan untuk memvalidasi pengetahuan tentang Matahari,” ujarnya.

Pengamatan

Ketua Himpunan Astronomi Amatir Jakarta Muhammad Rayhan mengatakan, waktu terbaik mengamati ISON di Jakarta dan kota-kota lain di selatan khatulistiwa adalah 20-23 November lalu. Saat itu, komet terlihat sekitar pukul 04.30 WIB, sesaat sebelum Matahari terbit.

Beberapa hari sebelum dan sesudah mencapai titik terdekat dengan Matahari, ISON akan sulit diamati.

Komet dapat diamati kembali pada pekan pertama Desember. Namun, pendeknya waktu antara terbitnya komet dan terbitnya Matahari membuat pengamat tak leluasa mengamati ISON. Belum lagi, posisinya masih terlalu rendah di dekat horizon sehingga untuk melihatnya butuh pandangan lepas ke langit timur.

Karena itu, waktu pengamatan terbaik komet ISON berikutnya adalah pertengahan Desember hingga awal tahun depan.

Setelah melewati Matahari, komet mudah disaksikan di belahan Bumi utara. Namun, penduduk Bumi selatan masih bisa menyaksikan ekor komet. Posisi Indonesia di khatulistiwa membuat hambatan itu tak berarti.

Rayhan mengingatkan, meski secara teoretis ISON masih bisa diamati dengan mata telanjang menjelang ia mencapai titik terdekatnya dengan Bumi, kondisi lapangan sangat menentukan. Pengamatan ISON membutuhkan langit subuh yang bersih dari awan, apalagi hujan. Cahaya kota juga akan mengurangi kemampuan mata melihat komet sehingga harus dibantu dengan teleskop atau binokuler.

Apakah Benar Komet Bisa Menabrak Planet?





KOMPAS.com - Beragam film, artikel di situs web, dan buku cerita mengisahkan adanya benda langit yang menabrak planet, termasuk Bumi. 

Kevin Adrian, seorang warga Jakarta, menanyakannya kepada situs astronomi Langitselatan, tentang kemungkinan komet, salah satu benda langit, benar-benar menabrak planet.

"Apakah komet dapat menabrak salah satu planet di Tata Surya? Bila bisa, apa yang akan terjadi?" tanyanya.

Nah, benarkah komet bisa menabrak planet? Mungkinkan itu menjadi kenyataan? Berikut uraian dari Langitselatan.


Komet adalah tamu jauh bagi Bumi dan planet-planet dalam di Tata Surya karena ia datang dari dua kawasan luar Tata Surya kita. 

Wilayah paling luar Tata Surya yang berada pada jarak 50000 AU, bernama Awan Oort, mengirimkan komet-komet dengan periode (waktu komet tersebut dalam melakukan satu kali revolusi terhadap Matahari) panjang. Wilayah luar Tata Surya lainnya yang terletak lebih dekat, yakni sekitar 30 – 100 AU, dinamakan Sabuk Kuiper, mengirimkan komet-komet dengan periode pendek.

Perlu diingat bahwa temperatur benda di Tata Surya kita akan turun dengan bertambahnya jarak dari Matahari. 

Oleh sebab jaraknya yang demikian jauh, dua per tiga dari komposisi komet merupakan es dan salju, sedangkan sepertiga lainnya berupa debu batuan. Setiap komet punya inti berupa batuan es yang padat sehingga seing disebut ‘bola salju’ yang datang dari tepi luar Tata Surya.

Dalam perjalanannya, komet akan bergerak mendekati Matahari. Saat mendekati Matahari, maka lapisan es di komet akan mengalami pemanasan dan mulai menguap. Permukaan salju akan berubah menjadi gas dan bersama debu yang ada di komet mereka membentuk lapisan koma, awan yang menyelubungi inti komet. Selain terbentuknya koma, gas dan debu juga membentuk ekor komet yang panjangnya bisa mencapai 100 juta km! 

Semakin dekat dengan Matahari, semakin banyak pula es yang hilang. Jadi, jika sebuah komet sudah melakukan kunjungannya mendekati matahari hingga sekian kali, maka komet bisa saja kehilangan materi untuk membentuk ekor, menyisakan permukaan yang ditutupi debu gelap dan akan tampak seperti asteroid. Tak ada lagi lapisan es di luarnya yang tersisa.

Apakah komet bisa menabrak planet lain? Tentu saja. Dalam perjalanannya komet juga bisa bersinggungan dengan sebuah planet. Jika lintasannya terlalu dekat dengan planet tersebut, komet bisa mengalami gangguan gravitasi yang menyebabkan komet tersebut menabrak planet tadi. Selain itu, bisa juga orbit komet berubah akibat tabrakan dengan benda lain.

Dua abad lalu, planet Neptunus diduga ditabrak sebuah komet es raksasa yang menyebabkan anomali kandungan karbon monoksida di lapisan stratosfer Neptunus. 

Tapi, tabrakan komet dengan planet yang paling terkenal dan bisa diamati manusia di zaman modern ini adalah tabrakan komet Shoemaker-Levy 9 atau komet D/1993 F2 yang terjadi pada bulan Juli 1994. 

Komet yang ditemukan oleh suami istri Carolyn & Eugene M. Shoemaker dengan rekannya David Levy ini merupakan komet yang mengorbit Jupiter bukannya Matahari. Selain komet Shoemaker-Levy 9, pada tanggal 19 Juli 2009 dan 4 Juni 2010, Anthony Wesley dari Australia melaporkan adanya komet lain yang menabrak planet Jupiter. Ada juga ilmuwan yang memperkirakan kalau riak pada cincin Jupiter dan Saturnus juga diakibatkan oleh tabrakan komet dengan materi di cincin kedua planet gas tersebut.

Di tahun 2014 nanti, komet C/2013 A1 (Siding Spring) yang ditemukan pemburu komet dari Australia Robert McNaught diperkirakan akan menabrak planet merah, Mars. Untuk kebenarannya, kita lihat saja nanti.

Komet yang menabrak planet tidak hanya bisa menimbulkan bekas pada permukaan planet seperti terbentuknya kawah pada planet batuan seperti Bumi, tetapi juga bisa memberi pengaruh besar pada peradaban dan sejarah kehidupan sebuah planet.

Komposisi pembentuk komet kuat diduga adalah sisa materi yang juga membentuk Tata Surya pada awalnya. Oleh karena dugaan inilah, peristiwa tabrakan komet dengan sebuah planet, atau lebih tepatnya dengan Bumi, di tahap awal pembentukan Bumi, memegang peran yang sangat penting dalam sejarah evolusi Bumi. 

Para ilmuwan memerkirakan tabrakan komet dengan Bumi-lah yang dahulu membawa air dan molekul organik sehingga membentuk kehidupan di muka Bumi ini. Salah satu pemodelan lain yang dibuat para astronom juga menyebutkan bahwa tabrakan komet-lah yang menghasilkan asam amino yang berperan penting dalam evolusi kehidupan di Bumi. Karena itu jika astronom bisa mempelajari komposisi komet maka pengetahuan astronom tentang proses pembentukan dan evolusi Tata Surya tentu akan bertambah.

Tapi di sisi lain, selain membawa benih penunjang kehidupan, tabrakan komet juga bisa menjadi petaka bagi kehidupan yang ada di sebuah planet. Tabrakan komet yang besar bisa mengakibatkan kepunahan massal, seperti yang diperkirakan pernah terjadi beberapa kali lalu sebelum manusia berpijak di Bumi.

IP tunnel di Packet System



Seperti biasa, tak kenal maka tak akan mengerti. Sebelumnya, ane mau ngejelasin terlebih dahulu apa itu ip tunnel. IP tunnel adalah sebuah terowongan yang menghubungakan sebuah jaringan private/LAN melalui jaringan internet ke jaringan lain. Jadi seandainya IP tunnel sudah kita set, maka kita bisa join dari 1 network yang bersifat private ke sebuah network lain meskipun kita ga punya routing protokol ke jaringan tersebut. Singkat kata, kita bisa koneksi ke jaringan lain hanya dengan 1 HOP saja. Jadi inilah bentuk sederaha dari VPN (Virtual Private Network).


OK sekarang kita masuk ke konfigurasi routernya untuk menset jaringan IP tunnel ini
1.       Pertama – pertama kita set terlebih dahulu jaringan seperti di bawah ini



Sketsa dan Pembagian IP di Setiap Port di Masing-masing Router

2.       Setelah kita menset IP di port setiap router, sekarang saatnya kita buat ip route dynamic di jaringan ini. Kali ini saya memakai ospf sebagai routingan dalam jaringan ini. (Nah untuk para pembaca yang belum tau apa itu ospf, agan-agan sekalian bisa baca di artikel ospf dalam blog ane, :D)
3.       Setelah ospf terpasang, maka langkah selanjutnya yaitu memasang ip tunnel 1 di router 0 dan router 3 yang akan kita buat tunnel.
Berikut saya lampirkan config di router 0:

Router>en
Router#conf t
Router(config)#interface tunnel 1
Router(config-if)#ip address 192.168.100.1 255.255.255.252
Router(config-if)#tunnel source fastEthernet 0/0
Router(config-if)#tunnel destination 192.168.3.2

Penjelasan singkat:
Untuk Tunnel source yaitu, port dari router yang keluar ke perangkat selanjutnya dan mengarah ke router yang kita jadikan tunnel. Dan untuk tunnel destination adalah IP dari port tempat berujungnya jaringan yang akan kita buat tunnel ini dan pastinya berada di router yang akan kita jadikan tunnel

Berikut lampiran untuk config tunnel di router 3

Router>en
Router#conf t
Router(config)#interface tunnel 1
Router(config-if)#ip address 192.168.100.2 255.255.255.252
Router(config-if)#tunnel source fastEthernet 0/0
Router(config-if)#tunnel destination 192.168.1.1

4.       Dan setelah tunnel kita set, kita dapat memping ip tunnel di router 3 dari router 0

Gambar Hasil Test Ping IP Tunnel di Router3 


                                                  Gambar Hasil Test Ping IP tunnel di Router0




Lintasan Komet


periode komet


Ditilik dari periodenya, komet dapat dibagi menjadi dua bagian:

1. Komet periode pendek, memiliki orbit elip dengan periode kurang dari 200 tahun,  dalam beberapa kasus periodenya hanya beberapa tahun.

2. Komet periode panjang, periode lebih  besar dari 200 tahun, orbitnya mungkin  elip, parabola atau hiperbola, penemuannya tidak dapat diprediksi.

Apa Komet itu ?


Komet adalah benda planet berupa bongkah es dan debu, yang meluncur  sangat cepat melintasi tata surya. Orbit komet mengitari matahari berbentuk  elips pipih,tidak seperti orbit planet yang hamper berupa lingkaran. 

Bagian-bagian sebuah komet 

Bagian-bagian komet adalah inti, koma, awan hydrogen dan ekor. Ketika  komer masih jauh dari matahari dan dilihat pertama  kali di langit, bagian yang  tampak adalah inti. Inti ini merupakan bagian padat yang menyerupai bintang yang  sangat kecil. Daerah kabut di sekeliling inti adalah koma. Inti dan koma  membentuk kepala komet.





Komet mempunyai arti “si rambut panjang”. Di Indonesia, komet dikenal dengan sebutan bintang berekor, bintang sapu, atau bintang kemukus, karena sesuai dengan penampakannya. Komet mengedari matahari dengan lintasan peredaran bentuk elips yang pipih. Bagian-bagian sebuah komet adalah inti, koma, awan hidrogen dan ekor. Kita dapat melihat ekor komet, karena gas-gas dan debu yang diangkut oleh komet memantulkan cahaya matahari, dan sebagian gas-gas, debu menyerap sinarultraviolet dan mengeluarkannya dalam bentuk cahaya tampak. Dengan demikian ekor komet adalah gas bercahaya yang terbentuk ketika komet lewat di dekat matahari.

Komet tampak paling terang dengan ekor paling panjang ketika berada di titik terdekat (titik perihelium) dari matahari. Setelah mencapai perihelium, kometbergerak menjauhi matahari. Dalam perjalanannya di ruang angkasa, komet kehilangan sebagian massanya sehingga ekornya semakin pendek dan memudar secara perlahan, akhirnya komet kehilangan sebagian massanya dan menghilang di angkasa (langit) sebagai bongkahan batuan komet. Tetapi bongkah batuan terus berlanjut mengitari matahari. Jadi, ekor komet berubah-ubah panjangnya sesuai dengan jaraknya dari matahari. Salah satu komet yang berukuran besar dan terkenal adalah komet Halley.

Komet ini mengelilingi matahari 76 tahun sekali dan terakhir tampak dari bumi pada tahun 1986. Edmund Halley adalah orang pertama yang membuktikan bahwa komet beredar mengelilingi matahari seperti planet-planet dengan lintasan berupa elips yang sangat pipih.

Flag Country

free counters