Bisa Planet Bumi Kedua, Planet Gliese 581g Ternyata Tidak Ada

 Bisa Planet Bumi Kedua, Planet Gliese 581g Ternyata Tidak Ada


Tahun 2010, dunia astronomi dihebohkan oleh penemuan planet yang begitu mirip dengan Bumi dari jarak dengan bintangnya, suhu, dan ukurannya. Planet yang mengorbit bintang Gilese 581 yang berjarak 22 tahun cahaya dari tempat tinggal manusia itu bernama Gliese 581g.

Penemuan planet itu dianggap sebagai sebuah terobosan. Gliese 581g membangkitkan harapan banyak pihak untuk bisa menemukan tempat tinggal lain bagi manusia. Planet itu menguatkan dugaan bahwa dunia seperti Bumi umum di alam semesta.

Namun, penemuan planet tersebut berakhir antiklimaks. Sebuah studi lanjutan tentang Gliese 581g ternyata menyatakan bahwa Gliese 581g sebenarnya tidak eksis. Obyek yang ditemukan pada 2010 lalu sebenarnya hanya ledakan magnetik dari sebuah bintang.

Paul Robertson, astronom dari Pennsylvania State University, menganalisis lagi data yang digunakan Paul Butler dan Steven Vogt, dua astronom yang memublikasikan penemuan Gliese 581g pada 2010.

Tak hanya menganalisis data planet tersebut, Robertson juga melihat kembali data yang dipakai untuk menemukan planet lain di bintang Gliese 581, yaitu Gliese 581b, Gliese 581c, Gliese 581d, dan Gliese 581e.

Untuk mengonfirmasi, Robertson melihat emisi hidrogen alfa dan sodium dari Gliese 581g. Dari data tersebut, ia bisa memperkirakan periode rotasi bintang dan efek aktivitas bintang pada kecepatan radial bintang tersebut.

Dengan mengetahui kecepatan radial, ilmuwan bisa membuat persamaan untuk mengetahui efek aktivitas bintang pada "goyangan bintang". Butler dan Vogt sebelumnya menemukan Gleise 581g dengan melihat "goyangan bintang" akibat gaya gravitasi planet yang ada di sekitarnya.

Robertson membandingkan hasil analisisnya dengan data Butler dan Vogt. Diberitakan IBTimes, 3 Juli 2014, menurut risetnya, Gliese 581d dan Gliese 581g sebenarnya tidak eksis, hanya ledakan magnetik. Sementara itu, Gliese 581 dinyatakan memang planet.

Bagaimana Butler dan Vogt bisa mengatakan Gliese 581g planet? Diberitakan National Geographic, 3 Juli 2014, dua peneliti itu mungkin dibingungkan oleh ledakan magnetik yang dihasilkan.

Ledakan magnetik itu menyajikan data yang mirip dengan "goyangan bintang" serupa seperti yang dihasilkan oleh adanya planet. Alhasil, Butler dan Vogt membuat kesimpulan bahwa mereka menemukan planet, padahal planet itu tak ada. 

Sumber : Kompas

15 Tahun Lagi NASA Bakal Temukan Bumi Baru untuk Manusia



Setelah berhasil menemukan 8 planet layak huni, NASA semakin yakin jika ada kehidupan lain di luar galaksi. Mereka mengklaim mampu menemukan bumi alternatif untuk menampung manusia.

 
 
15 Tahun Lagi NASA Bakal Temukan Bumi Baru untuk Manusia
 
 
 
Ilmuwan NASA, yang bertugas untuk memburu planet layak huni, mengatakan jika target mereka adalah menemukan planet dengan lautan, mirip bumi. Target tersebut akan bisa dicapai dalam kurun 15 tahun ke depan.

"Bisa 15 tahun lagi, mungkin saja. Namun, untuk mengunjunginya dibutuhkan keahlian manusia untuk menguasai hukum relativitas Einstein, tujuannya untuk mengalahkan teori itu sendiri," ujar Dr John Mather, astrofisikawan dari NASA Goddards Space Flight Center di Maryland, dilansir melalui Daily Mail, Jumat 9 Januari 2015. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan senior untuk proyek teleskop antariksa James Webb.

Menurut dia, manusia terlalu berharap banyak terhadap kecerdasan buatan. Pasalnya, sangat penting untuk bisa menanggulangi keterbatasan manusia menghadapi kecepatan cahaya dan ruang antariksa. Itulah saatnya manusia membutuhkan bantuan robot.

Teori realtivitas Einstein mengatakan jika tidak ada yang bisa mengalahkan kecepatan cahaya. Oleh karena itulah, bagi Einstein, menerobos lubang waktuinterstellar adalah hal yang tidak mungkin bagi manusia.

"Robot akan membantu kita. Jika mereka cukup pintar, mereka akan memberitahu kita bagaimana caranya menerobos Interstellar. Ini memang hal yang mungkin terjadi, meski sulit. Itulah yang saya pikirkan," kata Mather.

Ilmuwan: Hujan Komet Berujung Kehancuran Bumi


Ilmuwan Hujan Komet Berujung Kehancuran Bumi


Hujan meteor yang selama ini kita lihat merupakan pemandangan alam yang indah. Namun ke depan, bumi akan dihujani komet dan bisa menjadi sebuah malapetaka bagi bumi.

Jika prediksi ilmuwan Jerman itu benar, hujan komet akan bisa meluluhlantakkan bumi. Pasalnya akan ada sekelompok besar komet yang akan memasuki sistem tata surya dan mengancam bumi.

Menurut astrofisikawan dari Max Planck Institute untuk astronomi, ribuan komet itu akan memasuki sistem tata surya dan bertabrakan dengan bumi. Hasilnya akan menimbulkan kehancuran bagi bumi.

"Invasi komet ini bisa menghapus kehidupan di bumi secara keseluruhan dengan menciptakan ketidakseimbangan gravitasi dari sistem tata surya," tulis ilmuwan yang bernama Dr Coryn Bailer-Jones dalam laporannya, seperti dikutip dari IB Times, Senin 22 Desember 2014.

Laporan yang dipublikasikan oleh institusi Jerman itu juga mengungkapkan jika sejumlah asteroid dan komet yang pernah mengorbit di Neptunus berpotensi menjadi ancaman pada sistem tata surya kita.

"Bintang yang lewat hampir dekat dengan matahari akan mengganggu awan Oort. Mereka menyebabkan sejumlah komet masuk ke dalam sistem tata surya yang berpotensi tabrakan dengan bumi," kata Bailer-JOnes.

Dia tidak sembarangan menulis laporan seperti ini. Sebelumnya, ia telah melakukan penelitian dengan mencermati sekitar 50.000 matahari yang mengorbit di sekitar galaksi.

"Penelitian ini menggunakan simulasi Monte Carlo dengan membandingkan beberapa data kovarians. Ini bertujuan untuk menentukan ketidakjelasan waktu, jarak dan kecepatan dari pertemuan komet dengan bumi secara tepat," tulisnya dalam laporan tersebut.

Dalam laporannya, Bailer-Jones juga mengungkap jika Gliese 710 juga berpotensi mengganggu awan Oort. Ini juga bisa berujung pada serangkaian hujan komet mematikan ke dalam sistem tata surya.

Namun begitu, para penduduk bumi tidak perlu khawatir dengan bencana yang akan terjadi ini. Pasalnya, ini tidak akan muncul dalam waktu dekat. Hujan komet kemungkinan baru akan terjadi 500.000 tahun lagi.

Perisai Bumi ala Film Star Trek Itu Nyata

Perisai Bumi ala Film Star Trek Itu Nyata


Sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh pakar University of Colorado Boulder menemukan perisai pelindung Bumi. Ini sama dengan apa yang diperlihatkan pada film Star Trek.

Perisai Bumi itu tidak memiliki bentuk dan tidak bisa terlihat kasat mata. Meski jaraknya sekitar 7.200 mil dari atas Bumi, dipercaya tudung transparan itu mampu melindungi planet ini dari apa yang namanya "elektron pembunuh".

Elektron tersebut, yang berjalan dengan kecepatan hampir sama dengan cahaya, mampu merusak benda elektronik yang ada di luar angkasa. Bahkan, astronot bisa berada dalam bahaya.

Perisai pelindung tersebut terbuat dari partikel bergerak yang membentuk semacam pembatas, digambarkan sebagai materi yang transparan. Perisai ini ditemukan di sabuk radiasi Van Allen di atas Bumi.

Menurut Profesor Daniel Baker, Direktur Laboratorium Fisika Atmosfer dan Luar Angkasa di UC-Boulder, sabuk radiasi itu berdiam di medan magnetik Bumi. Bentuknya mirip dua lingkaran donat yang dipersenjatai dengan energi proton dan elektron tingkat tinggi.

"Elektron-elektron ini seperti bergerak-gerak di dalam dinding kaca di luar angkasa. Perisai ini mirip seperti yang ada di filmStar Trek, yang biasa digunakan untuk melumpuhkan senjata alien yang ingin menyerang Bumi. Ini merupakan fenomena yang sangat menarik," ujar Baker, seperti dikutip melalui Fox News, Selasa 2 Desember 2014.

Ilmuwan menemukan batasan yang sangat tajam di tepi bagian dalam sabuk radiasi luar. Sepertinya, ini yang berfungsi sebagai pemblokir "elektron pembunuh" agar tidak bisa menembus perisai dan masuk ke atmosfer Bumi.

Tim ilmuwan awalnya mengira jika elektron ini bisa masuk ke atmosfer tertinggi Bumi dan bisa hilang diterpa molekul udara. Namun, hal ini tidak terbukti.

Sabuk radiasi ini dinamai setelah nama penemunya, James Van Allen, fisikawan dari University of Iowa ini menemukan sabuk di alam semesta itu pada 1958. Van Allen, yang dinobatkan sebagai peneliti pionir bidang magnetospheric luar angkasa, meninggal pada 2006 saat berusia 91 tahun.

Asteroid Seukuran Gunung Mengintai Bumi

Asteroid Seukuran Gunung Mengintai Bumi


Bumi kembali harus waspada dengan adanya temuan asteroid raksasa. Seorang ilmuwan Moscow State University, Rusia, Vladimir Lipunov, mengaku menemukan asteroid seukuran gunung yang melewati orbit bumi dalam periode tiga tahunan.

Untungnya, asteroid dengan ukuran 400 meter itu diprediksi tak akan menghantam ke permukaan bumi dalam waktu dekat, melansir Daily Mail, Rabu 10 Desember 2014.

Jika itu menghantam permukaan bumi, akibatnya bisa fatal. Ilmuwan memperkirakan, kekuatan asteroid yang bernama 2014 UR116 itu seribu kali dari kekuatan meteor yang menembus atmosfer bumi di Chelyabinsk, Rusia pada 2013 lalu.

Meteor seukuran bus di Rusia saja, saat itu melukai 1.600 orang di wilayah tersebut. Hantaman asteroid 2014 UR116 juga diperkirakan 20 kali dari bom atom Hiroshima, Jepang.

Namun demikian, meski diprediksi tak membahayakan bumi, tetapi Lipunov meminta para astronom untuk senantiasa mewaspadai asteoid yang ditemukan 27 Oktober 2014 dari MASTER-II observatory di Kislovodsk, Russia. Sebab, lintasan asteroid 2014 UR116 sulit dikalkulasi, mengingat secara konstan berubah oleh tarikan gravitasi planet lain. 

"Kita butuh secara permanen melacak asteroid ini, sebab kesalahan kecil mengalkulasi dapat menyebabkan konsekuensi serius," kata dia mengingatkan. 

Lipunov menambahkan, jalur pasti asteroid ini tak mungkin ditentukan, tetapi secara teori batu antariksa itu bisa saja menghantam Bumi, Mars, dan Venus. 

Sementara itu, Badan Antariksa Nasional AS (NASA) turut angkat bicara. NASA mengatakan asteroid itu tak akan menabrak bumi. 

"Asteroid itu memiliki periode orbit tiga tahun di sekitar matahari dan secara periodik kembali ke tetangga bumi. Ini tak mewakili sebuah ancaman, sebab jalur orbitnya tak cukup dekat dengan orbit bumi," ujar NASA. 

Namun, ilmuwan Tim Spahr, Direktur Pusat Planet Kecil dari Cambridge Massachusetts memperkirakan. asteroid ini akan menjadi ancaman bagi bumi setidaknya dalam 150 tahun ke depan. 

Prediksi itu disampaikan, setelah Spahr memasukkkan simulas asterodi 2014 UR116 dalam skenario komputasi di kantor program Objek Dekat Bumi NASA di Jet Propulsion Laboratory, AS.

Astronom memperkirakan, setidaknya ada 100 ribu objek dekat bumi yang bisa melintasi orbit bumi dan masuk dalam kategori objek besar yang berbahaya. Namun, dari jumlah itu, sejauh ini hanya 11 ribu saja yang telah terlacak dan terkatalogkan. 

Untuk itu, para astronom gencar menyerukan upaya negara dunia untuk mengantisipasi bahaya dari batu antariksa di masa depan. 

Setidaknya, belum lama ini 100 ilmuwan mendeklarasikan gerakan 100X Asteroid Deklarasi itu untuk menyerukan kepedulian dunia, menemukan teknologi menangkal asteroid. Di antara iniasitor gerakan tersebut, yaitu tokoh astronom asal Inggris, Royal Lord Martin Rees, pakar biologi evolusii Richard Dawkins sampai astronom Kanada, Chris Hadfield dan presenter TV, Brian Cox.

Asal-usul Air Bumi dari Komet Makin Buram


Asal-usul Air Bumi dari Komet Makin Buram


Teka-teki asal usul air di bumi makin buram. Anggapan air bumi di masa lalu berasal dari komet telah terbantahkan. 

Kesimpulan ini disampaikan setelah pesawat Badan Antariksa Eropa (ESA), Roseeta yang mengorbit komet komet 67P/Churyumov-Gerasimenko menemukan air yang berbeda dengan air yang ada di bumi, melandir Daily Mail, Kamis 11 Desember 2014.

Sebagaimana diketahui, Rosetta meneliti permukaan komet yang dikenal dengan nama komet 67P itu melalui robot peneliti Philae, yang mendarat ke permukaan pada November lalu. Ternyata temuan menunjukkan komposisi air komet sangat berbeda dari bumi.

Hasil air yang ditemukan mengandung senyawa yang lebih berat, yaitu adanya isotop hidrogen yang disebut deuterium. Karakteristik air itu berbeda dengan yang ada di bumi.

"Pertanyaannya adalah siapa yang membawa air ke bumi? Apakah itu komet atau karena sebab lainnya?" kata Kathrin Altwegg, peneliti Universitas Bern, Swiss yang merupakan penulis utama studi terheran. 

Ia menduga jika bukan komet, kemungkinan pembawa unsur kehidupan di bumi itu adalah asteroid. Tapi anggapan ini banyak ditentang oleh ilmuwan lain. 

Selama ini diyakini sumber air di bumi pada masa lalu berasal dari komet. Air terbawa ke bumi pada 4 miliar tahun lalu. Untuk itulah pesawat antariksa Rosetta meneliti permukaan komet 67P. 

Banyak ilmuwan meyakini bermiliaran tahun lalu, saat pertama kali terbentuk, bumi memang sudah memiliki air. Namun saat itu situasi bumi sangat panas sekali, untuk itu adanya air dianggap tak mungkin berasal dari pembentukan bumi secara mandiri. Peneliti menduga air itu berasal dari sumber luar bumi, yang kemudian merujuk pada komet. 

Meski sampel yang didapatkan dari komet 67P tak menunjukkan titik terang asal usul air bumi, tapi hasil itu bahan untuk mempelajari komet secara lebih dalam. 

Gagal di komet 67P, peneliti masih bisa mendalami komet lain untuk mengetahui asal usul air. Sampai saat ini tiga calon lokasi sumber air bumi bisa diduga berasal dari komet dari Oort Cloud, yang mengelilingi Tata Surya, komet dari Kuiper Belt, yang mengorbit matahari melalui Neptunus dan Pluto serta asteroid dari sabuk antariksa antara Mars dan Jupiter. 

Upaya meneliti air di komet sudah dilakukan hampir tiga dekade lalu, tepatnya 1986. Saat itu pesawat antariksa telah mendekati komet Halley, dari kelompok komet Oort Cloud, dari jarak 400 mil. Saat itu peneliti menganalisa air komet Halley dan menemukan air dari komet ini lebih berat dari air bumi. 

Sementara tiga tahun lalu, teka-teki air bumi menunjukkan hasil yang menggembirakan, peneliti mendalami air di komet Hartley 2 dari kategori komet Kuiper Belt, dan hasilnya paling mendekati air bumi. Temuan ini makin menguatkan hipotesa air berasal dari komet Kuiper Belt. 

Namun sayangnya, pada analisa air terakhir di komet 67P menunjukkan hasil yang berbeda. Padahal diketahui komet 67P merupakan kategori komet dari Kuiper Belt, yang sama dengan komet Hartley 2. Dengan hasil berbeda dari komet yang sama, makin mempersulit untuk menemukan asal usul air bumi. 

Tapi bagi astronom University of Maryland, Michael A'Hearn, perbedaan temuan itu tak lantas mengakhiri peluang asal-usul air di komet. Menurutnya bisa saja air bumi bisa berasal dari komet Kuiper Belt.

Sementara pendapat berbeda disampaikan Manajer Program Objek Dekat Bumi NASA, Donald Yeomans. Ia meyakini sumber air berasal dari asteroid.

Hasil analisa ini telah diterbitkan dalam Jurnal Science.

2 Badai Matahari Menuju Bumi

2 Badai Matahari Menuju Bumi


Para pakar meramalkan sebagian komunikasi radio dan peralatan untuk mengetahui lokasi di Bumi atau GPS dapat terganggu.

Para ilmuwan di Dinas Ramalan Cuaca Antariksa Amerika disiagakan untuk dua badai matahari yang datang berturut-turut yang diperkirakan akan melanda Bumi dalam beberapa hari mendatang.

Para pakar mengatakan badai kuat demikian adalah biasa, tetapi dua badai berturut-turut adalah sangat jarang. Badai matahari terjadi karena ledakan-ledakan pada matahari melemparkan partikel-partikel matahari yang bermuatan magnet ke medan magnet Bumi.

Para pakar meramalkan sebagian komunikasi radio dan peralatan untuk mengetahui lokasi di Bumi atau GPS dapat terganggu.

Mereka mengatakan mereka tidak memperkirakan terputusnya penyaluran atau transmisi listrik di seluruh dunia, tetapi mereka mengatakan mereka akan mengawasi keadaan dengan seksama.

NASA Gagal Temukan Asteroid Berbahaya Dekat Bumi

NASA Gagal Temukan Asteroid Berbahaya Dekat Bumi


NASA telah ditugaskan Kongres untuk menemukan 90 persen obyek dekat Bumi yang secara potensial berbahaya dan sejauh ini hanya menemukan 10 persen.

Pejabat badan antariksa Amerika Serikat (NASA) bahwa lembaga itu telah gagal melaksanakan misi yang ditugaskan Kongres untuk mencari 90 persen asteroid yang potensial berbahaya dan terbang dekat Bumi.

Inspektur jenderal NASA, Paul Martin, pada Senin (15/9) mengkritik program Obyek Dekat Bumi NASA sebagai kurang memiliki staf dan dikelola dengan buruk. 

Dalam laporannya, ia mengatakan program itu sejauh ini menemukan hanya 10 persen dari asteroid dan obyek-obyek lain yang lebih besar dari 140 meter terbang di dalam wilayah berjarak 45 juta kilometer dari Bumi.

Program ini bertugas menemukan 90 persen dari obyek-obyek ini. Laporan inspektur jenderal tersebut mengatakan program itu sepertinya akan melewati tenggat 2020.

Sebagian besat obyek dekat Bumi secara tidak berbahaya hancur sebelum menghantam planet ini.

Namun sebuah asteroid yang relatif kecil meledak di atas Chelyabinsk di utara Rusia tahun lalu dengan kekuatan 30 bom atom. Lebih dari 1.000 orang terluka akibat pecahan benda yang beterbangan.

"Riset baru-baru ini menunjukkan bahwa peristiwa sejenis Chelyabinsk dapat terjadi setiap 30 sampai 40 tahun," ujar Kantor Inspektur Jenderal, menambahkan bahwa sebagian besar dampaknya akan terjadi di laut dibandingkan di wilayah-wilayah berpenduduk.

Para ahli sejarah yakin benda selebar 10 kilometer menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu di wilayah yang kini merupakan Meksiko, menewaskan hampir seluruh kehidupan di planet ini dan menyebabkan dinosaurus punah.

Sejak 1998, NASA telah menghabiskan sekitar US$100 juta untuk program-program untuk menemukan, mengevaluasi dan menanggulangi ancaman potensial dari benda antariksa.

Laporan tersebut membuat lima rekomendasi untuk meningkatkan upaya pendeteksian asteroid NASA, termasuk menambah setidaknya empat sampai enam pegawai untuk membantu mengelola program dan mengkoordinasi proyek-proyek dengan badan AS dan internasional dan dengan inisiatif-inisiatif yang didanai swasta.

Wakil Direktur NASA untuk bidang sains, John Grunsfeld mengatakan dalam surat kepada Martin bahwa ia berharap program Obyek Dekat Bumi (NEO) yang baru akan mulai bekerja pada 1 September 2015.

Nampak seperti surga, kembaran Bumi ini lebih mirip neraka



Venus kerap dianggap sebagai planet kembaran Bumi karena ukurannya yang sama. Tetapi sejatinya planet tetangga bumi ini lebih cocok disebut 'nerakanya' Bumi. Mengapa?

Apabila dilihat lewat teleskop dari Bumi, Venus terlihat seperti versi cerah dari Bumi. Bahkan, tidak sedikit yang awalnya menyebut planet kedua dari matahari itu sebagai sebuah surga yang kelak menjadi tempat tinggal manusia berikutnya. Sayangnya hal tersebut salah total, karena berdasarkan penelitian Uni Soviet (sekarang Rusia) Venus adalah planet paling berbahaya di tata surya.

Salah satu pesawat luar angkasa Uni Soviet tersukses, Venera 13, yang berhasil mendarat dengan selamat di permukaan Venus pada tahun 1981 nyatanya hanya mampu bertahan sekitar 127 jam sebelum akhirnya hancur, atau lebih tepatnya meleleh. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang aneh, sebab suhu rata-rata dari permukaan Venus ternyata mencapai 462 derajat Celsius, empat kali lipat dari suhu air mendidih di Bumi!

Panas permukaan Venus pun tercatat lebih menyengat dari pada permukaan planet Merkurius yang sejatinya adalah planet terdekat dengan matahari.

Tingginya suhu Venus disebabkan oleh lapisan tebal atmosfernya yang dipenuhi oleh gas-gas rumah kaca sehingga panas yang masuk ke Venus justru terperangkap di dalamnya, mirip sebuah oven raksasa. Tidak hanya itu, atmosfer dari planet ini juga sangat beracun karena dipenuhi oleh asam sulfat, zat yang biasa dipakai untuk cairan aki motor yang jika disentuh bisa membuat kulit melepuh dan merusak logam. Kombinasi suhu tinggi dan udara asam membuat manusia meleleh dalam hitungan menit.

Menurut Zoe Baily, salah satu ilmuwan National Space Centre, tekanan yang dihasilkan oleh atmosfer Venus bisa meremukkan tubuh manusia dengan kekuatan 90 kali lipat dari tekanan udara di Bumi. Berjalan di Venus akan terasa seperti berjalan di kedalaman 900 meter di bawah air!

Fakta ini sejatinya cukup ironis, sebab sebelumnya para ilmuwan menduga bila Venus menjadi tempat tinggal para alien. Sebelum misi Venera, ahli astronomi memang tidak bisa melihat menembus atmosfer Venus akibat cahaya dari matahari dipantulkan kembali ke angkasa. Namun, setelah Venera mendarat di dalamnya, terlihat bila Venus lebih mirip neraka ketimbang surga.

Begini Dampaknya Jika Asteroid Hantam Bumi




Sebuah batu meteor kecil menghantam wilayah di Nicaragua. Meski kecil, meteor itu bisa membuat lubang kawah berukuran 20 meter. Meteor itu dipercaya berasal dari serpihan Asteroid RC 2014 yang melintas dekat dengan bumi. Jika meteor kecil saja bisa membuat lubang besar, bagaimana jika asteroid induknya yang menghantam bumi?

Sebuah proyek bernama The Killer Asteroid dibuat oleh National Science Foundation di Washington bersama dengan NASA. Proyek itu bisa mendemonstrasikan efek dan kekuatan ledakan, serta seberapa besar kerusakan yang terjadi saat asteroid menghantam bumi.

Dengan menggunakan plugin Google Earth, kalkulator Asteroid itu memungkinkan pengguna memilih jenis penghancur bumi, baik komet maupun asteroid, berikut dengan pilihan ukuran, mulai dari kecil, medium hingga besar. "Kalkulator" itu akan memprediksikan ledakan dan dampak kerusakan sesuai dengan ukuran benda langit yang dipilih.

Untuk memudahkan pengenalan secara umum, proyek ini menamakan asteroid-asteroid itu sesuai dengan ukuran. Asteroid kecil disamakan dengan ukuran sebesar bus dengan lebar sekitar 2,4 meter dan terbuat dari baja. Sedangkan ukuran medium disamakan dengan tiga kali ukuran lapangan bola dengan lebar 329 meter. Untuk asteroid ukuran lebar berukuran 1.931 meter dengan kecepatan 20 kilometer per detik.

Dalam simulasi itu juga ada komet es kecil dengan ukuran 109 meter dan berjalan 50 kilometer per detik. Komet ukuran medium, yang juga terbuat dari es dan bergerak 50 kilometer per detik, memiliki lebar 965 meter. Sedangkan komet es besar dalam proyek itu berukuran lebar 9.656 meter.

Dilansir melalui Daily Mail, Rabu, 10 September 2014, pengguna bisa memilih satu di antara asteroid atau komet tersebut. setelah itu tentukan sendiri lokasi perhentian benda luar angkasa itu secara sembarang. Usai memilih lokasi pendaratan, tekan tombol "Go" maka sebuah animasi akan menampilkan simulasi ledakan dan dampak yang ditimbulkan dari hantaman asteroid.

Estimasi asteroid RC 2014 hantam bumi

Sebagai contoh, jika ada komet besar yang menghantam wilayah Atlanta maka akan banyak serpihan yang terlempar di udara dan cukup membuat langit di wilayah itu gelap. Peta ini juga menunjukkan bila komet besar bisa membuat kepunahan di bumi. Komet inilah yang telah memusnahkan dinosaurus. Untungnya, fenomena ini hanya terjadi miliaran tahun sekali.

Simulasi lain, dengan menggunakan asteroid kecil yang menghantam London, memunculkan kawah seukuran taman Saint James di wilayah barat dan sekitarnya.

Semua estimasi ini didasari perhitungan yang dirancang oleh Prof. Robert Marcus dan tim peneliti lainnya di Purdue University, London. Perangkat kalkulasi ini memungkinkan pengguna memilih ukuran dan kecepatan benda luar angkasa.

Simulai itu pun mempertunjukkan adanya ledakan dahsyat saat asteroid 2014 RC menghantam bumi. Jika disesuaikan dengan hitungan kecepatan, sudut dan kepadatan saat menuju bumi maka asteroid itu akan hancur di ketinggian 63.100 meter dari permukaan bumi.

Ledakan itu akan memenuhi lapisan awan di ketinggian 23.100 meter. Semua menjadi gelap. Dampak ledakan itu akan memenuhi udara dalam waktu 1.17 menit. Intensitas suara ledakan pun akan mencapai 51dB.


Manajemen Buruk, NASA Tidak Bisa Selamatkan Bumi



Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) diprediksi akan gagal memenuhi target penemuan objek terdekat yang mengancam bumi. Target tersebut adalah asteroid dengan diameter lebih dari 140 meter.

Manajemen lembaga yang tidak bagus membuat kegagalan ini akan terjadi. Prediksi kegagalan itu disampaikan seorang inspektur jenderal NASA dalam sebuah laporan kemarin. Demikian mengutip Guardian, Selasa 16 September 2014.

Padahal lembaga pemerintah Amerika itu sudah mendapatkan kenaikan dalam hal pendanaan untuk mendeteksi dan menemukan benda objek dekat bumi. 

Menurut laporan, dalam 5 tahun terakhir, anggaran untuk melacak benda objek dekat bumi telah meningkat 10 kali lipat dari US$4 juta pada 2009 menjadi US$40 juta pada 2014. 

"NASA memperkirakan mereka telah mengidentifikasi sekitar 10 persen dari semua asteroid berdiameter 140 meter dan di atasnya. Dengan mempertimbangkan kecepatan dan sumber daya saat ini, NASA tidak akan memenuhi target temuan 90 persen dari benda objek dekat bumi sampai 2020," tulis Paul Martin, Inspektur Jenderal NASA dalam laporannya. 

Martin menyebutkan faktor kegagalan itu diakibatkan manajemen pengelolaan NASA yang buruk. Lembaga itu dianggap 'terlalu memberikan kelonggaran' dalam penyusunan aktivitas riset. Kebanyakan riset tak terintegrasi dengan program pengawasan, tujuan dan pelacakan untuk kemajuan misi.

Pada Juli 2014, NASA mengklaim telah menemukan sekitar 11.230 objek dekat bumi, termasuk 862 asteroid raksasa. Jumlah temuan itu hanyalah 10 persen dari asteroid terdekat bumi yang berdiameter lebar kurang dari 140 meter. 

NASA bahkan mengklaim telah menemukan sekitar 95 persen objek terbesar, asteroid berdiameter 1 Km atau lebih yang paling berpotensi merusak bumi. 

Mengingat potensi kegagalan program deteksi objek dekat bumi itu, laporan itu merekomendasikan agar NASA segera melakukan langkah perbaikan. Di antaranya dengan menambahkan sedikitnya 4 sampai 6 karyawan untuk mengelola program dan koordinasi proyek dengan badan internasional Amerika dan iniasi lain yang didanai swasta. 

Program deteksi objek dekat bumi akan diperbaharui lagi pada 1 September mendatang.

Bumi Dihujani Meteor Orionid pada 21 Oktober




Bulan Oktober ini akan diwarnai oleh dua fenomena alam. Satu fenomena Blood Moon dan hujan meteor Orionid.

Blood Moon akan berlangsung pada 8 Oktober nanti, dimana bulan akan tampak berwarna kemerahan saat gerhana matahari total. Setelah Bulan Merah ini, menyusul hujan meteor.

"Hujan meteor orionid tersebut akan terjadi pada tanggal 21 Oktober," ungkap Profesor Thomas Djamaluddin selaku Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan) kepada VIVAnews, Selasa 7 Oktober 2014.

Thomas melanjutkan, fenomena alam tersebut merupakan peristiwa tahunan yang sering terjadi pada akhir Oktober. Kata dia, hujan meteor orionid tersebut berasal dari gugusan komet halley yang melintasi bumi.

Diperkirakan ada sekitar 15 meteor per jam yang akan tampak di langit-langit malam. Perisitiwa tersebut, ungkap ahli astronomi itu, sudah mulai terlihat sejak pukul 22.00 WIB malam sampai subuh nanti.

"Tapi yang paling bagus untuk melihat hujan metor orionid itu adalah dini hari atau sekitar jam 12 malam hingga menjelang subuh," ungkap dia.

Ketika ditanya, apakah Indonesia bisa menikmati pertunjukkan alam tersebut, Thomas mengatakan di seluruh Indonesia bisa melihat fenomena tersebut.

"Asal kondisi langit malam waktu nanti dalam kondisi cerah. Kita bisa melihatnya tepat di atas kepala kita karena lokasi negara kita termasuk ada di belahan bumi bagian utara," jelasnya.


Astronot AS dan 2 Kosmonot Rusia Kembali di Bumi





Oleg Artemiev, Alexander Skvortsov dan Steven Swanson, terjun dengan parasut dan mendarat dengan selamat di padang rumput Kazakhstan Kamis pagi (11/9)

Dua orang Rusia dan seorang Amerika kembali di Bumi setelah hampir enam bulan tingal di dalam Stasiun Antariksa Internasional, ISS.

Seuah kapsul Soyuz Rusia, yang membawa Oleg Artemiev, Alexander Skvortsov dan Steven Swanson, terjun dengan parasut dan selamat mendarat di padang rumput Kazakhstan Kamis pagi (11/9), beberapa jam setelah mengakhiri periode dalam ISS. 

Mereka telah digantikan oleh tiga orang awak baru, yaitu kosmonot Max Suraev, astronot Amerika Reid Wiserman dan Alexander Gerst dari Jerman, seorang anggota Badan Antariksa Eropa.

Tiga orang awak lagi akan tiba di stasiun antariksa yang mengorbit itu nanti bulan ini. Awak tersebut, antara lain Elena Serova, perempuan Rusia keempat yang terbang ke antariksa dan yang pertama sejak 1997.

2 Badai Matahari Menuju Bumi



Para pakar meramalkan sebagian komunikasi radio dan peralatan untuk mengetahui lokasi di Bumi atau GPS dapat terganggu.


Para ilmuwan di Dinas Ramalan Cuaca Antariksa Amerika disiagakan untuk dua badai matahari yang datang berturut-turut yang diperkirakan akan melanda Bumi dalam beberapa hari mendatang.

Para pakar mengatakan badai kuat demikian adalah biasa, tetapi dua badai berturut-turut adalah sangat jarang. Badai matahari terjadi karena ledakan-ledakan pada matahari melemparkan partikel-partikel matahari yang bermuatan magnet ke medan magnet Bumi.

Para pakar meramalkan sebagian komunikasi radio dan peralatan untuk mengetahui lokasi di Bumi atau GPS dapat terganggu.

Mereka mengatakan mereka tidak memperkirakan terputusnya penyaluran atau transmisi listrik di seluruh dunia, tetapi mereka mengatakan mereka akan mengawasi keadaan dengan seksama.

NASA Gagal Temukan Asteroid Berbahaya Dekat Bumi



NASA telah ditugaskan Kongres untuk menemukan 90 persen obyek dekat Bumi yang secara potensial berbahaya dan sejauh ini hanya menemukan 10 persen.


Pejabat badan antariksa Amerika Serikat (NASA) bahwa lembaga itu telah gagal melaksanakan misi yang ditugaskan Kongres untuk mencari 90 persen asteroid yang potensial berbahaya dan terbang dekat Bumi.

Inspektur jenderal NASA, Paul Martin, pada Senin (15/9) mengkritik program Obyek Dekat Bumi NASA sebagai kurang memiliki staf dan dikelola dengan buruk. 

Dalam laporannya, ia mengatakan program itu sejauh ini menemukan hanya 10 persen dari asteroid dan obyek-obyek lain yang lebih besar dari 140 meter terbang di dalam wilayah berjarak 45 juta kilometer dari Bumi.

Program ini bertugas menemukan 90 persen dari obyek-obyek ini. Laporan inspektur jenderal tersebut mengatakan program itu sepertinya akan melewati tenggat 2020.

Sebagian besat obyek dekat Bumi secara tidak berbahaya hancur sebelum menghantam planet ini.

Namun sebuah asteroid yang relatif kecil meledak di atas Chelyabinsk di utara Rusia tahun lalu dengan kekuatan 30 bom atom. Lebih dari 1.000 orang terluka akibat pecahan benda yang beterbangan.

"Riset baru-baru ini menunjukkan bahwa peristiwa sejenis Chelyabinsk dapat terjadi setiap 30 sampai 40 tahun," ujar Kantor Inspektur Jenderal, menambahkan bahwa sebagian besar dampaknya akan terjadi di laut dibandingkan di wilayah-wilayah berpenduduk.

Para ahli sejarah yakin benda selebar 10 kilometer menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu di wilayah yang kini merupakan Meksiko, menewaskan hampir seluruh kehidupan di planet ini dan menyebabkan dinosaurus punah.

Sejak 1998, NASA telah menghabiskan sekitar US$100 juta untuk program-program untuk menemukan, mengevaluasi dan menanggulangi ancaman potensial dari benda antariksa.

Laporan tersebut membuat lima rekomendasi untuk meningkatkan upaya pendeteksian asteroid NASA, termasuk menambah setidaknya empat sampai enam pegawai untuk membantu mengelola program dan mengkoordinasi proyek-proyek dengan badan AS dan internasional dan dengan inisiatif-inisiatif yang didanai swasta.

Wakil Direktur NASA untuk bidang sains, John Grunsfeld mengatakan dalam surat kepada Martin bahwa ia berharap program Obyek Dekat Bumi (NEO) yang baru akan mulai bekerja pada 1 September 2015.

Nasa Klaim Selangkah Lagi Temukan Bumi Alternatif




Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) tak henti berinovasi menemukan tempat layak huni selain bumi. Mereka percaya bahwa bumi bukanlah satu-satunya tempat yang bisa menjadi predikat planet layak huni.


Kini, usaha NASA mulai membuahkan hasil. Mereka mengklaim telah lebih dekat ke tanda-tanda kehidupan lain. Saat ini, NASA mencari teknologi yang mumpuni untuk menjawab segala keraguan sebagai pembuktiannya terhadap penemuan mereka.


"Kami percaya, NASA sangat dekat dalam hal teknologi dan ilmu pengetahuan untuk benar-benar menemukan tempat lain selain bumi. Itu, untuk menemukan tanda-tanda kehidupan di dunia lain," kata Sara Seager, profesor ilmu planet dan fisika di Institut Teknologi Massachusetts, Amerika Serikat, dilansir CNN, Selasa 16 September 2014.


Salah satu teknologi NASA, yakni memperbaiki Hubble Space Telescope yang dibuat pada 2009. Teleskop ini bisa mendeteksi planet layak huni lainnya lebih jelas dan akurat lagi dari sebelumnya.


"Kita menyadari bahwa galaksi kita ini setidaknya mempunyai 100 miliar planet, dan hal itu kami ketahui sejak lima tahun lalu," ujar Matt Mauntain, Direktur dari Space Telescope Science Institute di Maryland, Amerika Serikat.


Ia lalu mencontohkan, seperti planet yang telah ditemukan menggunakan Kepler Space Telescope yang menemukan pertama kali. Setidaknya, ada planet layak huni mempunyai karakteristik seperti bumi yang mengorbit di sekitar galaksi.


Kedua teleskop tersebut mempunyai fungsi sebagai pengetahuan bagi para ilmuwan untuk mengintip ke masa lalu, jauh sebelum galaksi Bima Sakti terbentuk. John Mather seorang ilmuwan senior dari NASA mengatakan
usia bumi mungkin relatif tua sekitar 4,5 miliar tahun silam. Namun, menurutnya itu masih sepertiga dari usia alam semesta.


"Dan galaksi kita selalu berkembang dengan sekitar lima, atau 10 bintang baru yang lahir per tahunnya di galaksi Bima Sakti," ungkapnya.


Selain, Hubble dan Kepler, terdapat pula teleskop Webb yang akan dibangun pada tahun 2018 mendatang, sebagai upaya pendukung kepada teleskop yang sudah ada sebelumnya.


"Kita memiliki kesempatan untuk yang pertama kalinya dalam memiliki mampu menemukan tanda-tanda kehidupan di planet lain," kata Seager.


Para ilmuwan tersebut, tak bosan-bosannya meyakini perburuan planet layak huni lainnya selain bumi. Hal itu akan menjadi tantangan mereka untuk selalu menginovasi pengetahuan dan teknologi dalam mendeteksi planet yang diduga bisa menjadi tempat tinggal manusia di masa depan.

Adakah Hujan Meteor seperti Perseid di Planet Selain Bumi?



Hujan meteor rutin terjadi di Bumi. Salah satunya adalah hujan meteor Perseid yang memuncak pada Selasa (12/8/2014) malam ini.

Namun, bagaimana dengan di planet selain Bumi? Apakah ada juga hujan meteor macam Perseid di sana?

Jawabannya, ada. Namun, menurut astronom amatir Ma'rufin Sudibyo, hingga saat ini manusia baru mengetahui bahwa, selain di Bumi, hujan meteor cuma bisa terjadi di Mars.

Ma'rufin mengatakan, hujan meteor masih bisa terjadi di Mars karena atmosfernya masih relatif tebal, yaitu 100.000 kilometer.

Bagaimana dengan Merkurius dan Venus atau planet-planet gas yang berjarak jauh dari Matahari seperti Jupiter dan Neptunus? Mungkinkah hujan meteor terjadi di sana?

Ma'rufin mengatakan, "Merkurius tampaknya tidak, atmosfernya terlalu tipis, tebalnya hanya sedikit lebih tebal dari atmosfer Bulan."

Sementara untuk Venus, manusia belum bisa memastikannya. Venus memang punya atmosfer, tetapi tidak tembus pandang sehingga manusia sulit menyelidikinya.

Untuk Jupiter, belum pasti. Hingga kini, manusia tak punya orbiter pemantau di Jupiter. "Jadi enggak bisa kita ketahui," katanya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (12/8/2014).

Meskipun demikian, wahana Voyager 1 dan 2 serta Galileo pernah merekam adanya meteor yang melintas dalam atmosfer Jupiter. Ada pula bola api yang terekam di Jupiter.

Fenomena hujan meteor di luar Bumi akan terjadi pada 19 Oktober 2014 nanti, yakni di Mars.

Hujan meteor itu terjadi lantaran komet Siding Spring melintas dekat dengan planet merah. Debu-debunya akan masuk atmosfer Mars dan terbakar.

Dalam peristiwa hujan meteor itu, jumlah meteor yang jatuh bisa puluhan hingga ratusan ribu per jam. Fenomena itu lebih dikenal dengan badai meteor.

Badai meteor itu akan menjadi yang terdahsyat di Tata Surya tahun ini. Namun, badai meteor itu juga mengancam wahana antariksa yang mengorbit Mars.

Alamat Bumi di Alam Semesta Kian Lengkap



Rumah besar Galaksi Bimasakti, yaitu Supergugus Galaksi Laniakea, berhasil didefinisikan awal September lalu. Temuan itu membuat posisi Bumi di jagat raya semakin jelas. Meski demikian, supergugus galaksi yang diperkirakan memiliki 100.000 galaksi dan terbentang sejauh 520 juta tahun cahaya itu tetaplah secuil bagian dari alam semesta.

Struktur Laniakea berhasil didefinisikan peneliti Institut Astronomi, Universitas Hawaii, Amerika Serikat, R Brent Tully dan rekan, setelah mengamati gerak lebih dari 8.000 galaksi. Hasilnya, Bimasakti hanya satu titik di pinggiran Laniakea yang berkumpul bersama grup dan gugus galaksi lain serta bergerak bersama menuju ”Great Attractor”, sang penarik besar, yaitu kawasan dengan tarikan gravitasi masif di arah Gugus Galaksi Centaurus.

”Struktur Laniakea yang didefinisikan berdasarkan kecepatan gerak galaksi, bukan hanya distribusi atau jaraknya, adalah metode baru pendefinisian struktur skala besar alam semesta,” kata Tully, Rabu (3/9/2014).

Alamat kosmik

Meski batas Laniakea belum jelas sepenuhnya, mantan peneliti pada Institut Astronomi Max-Planck Heidelberg, Jerman, Dading Nugroho, Selasa (16/9/2014), mengatakan, keberhasilan pemodelan Laniakea membuat manusia makin mengenali ”rumahnya” di semesta.

Seandainya manusia bisa melakukan perjalanan antargalaksi atau bisa berkomunikasi dengan kehidupan cerdas di luar Bimasakti, manusia dapat menyebut alamatnya lebih rinci, yaitu Bumi, Tata Surya, Bimasakti, Grup Galaksi Lokal, Gugus Galaksi Virgo, dan terakhir Supergugus Galaksi Laniakea.

Sama seperti alamat rumah kita, setiap keterangan tempat berikutnya tentu memiliki batas wilayah, populasi, dan tetangga di sekitarnya. Marilah kita tengok wilayah dan tetangga kosmik kita satu per satu.

Sebagai anggota Tata Surya, Bumi memiliki tujuh planet tetangga, beberapa planet katai, ratusan satelit planet, ratusan ribu asteroid, dan ribuan komet. Anggota Tata Surya yang belum diketahui jauh lebih banyak lagi. Batas akhir pengaruh Matahari yang menandai tepi Tata Surya berjarak 1,87 tahun cahaya dari sang bintang induk.

Satu tahun cahaya adalah waktu yang dibutuhkan cahaya untuk bergerak dengan kecepatan 300.000 kilometer per detik. Itu berarti satu tahun cahaya setara dengan 9,5 triliun kilometer.

Bintang terdekat Matahari adalah Proxima Centauri, bintang katai merah yang berjarak 4,24 tahun cahaya dari Matahari. Proxima Centauri adalah bagian dari sistem bintang triple yang kita kenal sebagai sistem bintang Alfa Centauri.

Matahari dan Alfa Centauri adalah bagian Galaksi Bimasakti yang beranggotakan 400 miliar bintang berbagai ukuran dan terbentang sejauh 120.000 tahun cahaya. Matahari ada pada salah satu lengan Bimasakti dan berjarak 27.000 tahun cahaya dari inti Bimasakti, yaitu Lubang Hitam Sagitarius A.

Bimasakti anggota Grup Galaksi Lokal yang terbentang 10 juta tahun cahaya. Selain Bimasakti, grup ini juga punya dua galaksi utama lain, yaitu Andromeda dan Triangulum. Grup juga berisikan puluhan satelit galaksi dan puluhan galaksi katai.

Bagian lebih besar dari Grup Galaksi Lokal adalah Gugus Galaksi Virgo yang beranggotakan 1.200-2.000 galaksi. Ia terbentang sejauh 15 juta tahun cahaya. Nama Virgo diberikan karena gugus ini jika dilihat dari Bumi berada di arah rasi Virgo.

Selanjutnya, Gugus Galaksi Virgo adalah bagian Supergugus Galaksi Laniakea. Sebelumnya, ia anggota Supergugus Galaksi Virgo beranggota 47.000 galaksi berdiameter 110 tahun cahaya.

Keberhasilan penentuan struktur Laniakea membuat Supergugus Galaksi Virgo hanya jadi bagian Laniakea. Demikian pula Supergugus Galaksi Norma-Hydra, Centaurus, dan Pavo-Indus yang kini semuanya jadi bagian Laniakea.

”Pemahaman manusia tentang supergugus galaksi terus berkembang,” ujar Dading.

Berdasarkan definisi baru supergugus galaksi, tetangga Laniakea antara lain Supergugus Galaksi Shapley, Coma, dan Perseus-Pisces. Berbagai supergugus galaksi itulah struktur terbesar di alam semesta yang diketahui. Potensi untuk menemukan struktur yang lebih besar disadari Tully sangat besar, khususnya jika faktor lain yang memengaruhi gerak galaksi diperhitungkan.

Dading menambahkan, secara teoretis, manusia seharusnya bisa melihat bagian lain semesta yang terbentang hingga 14,7 miliar tahun cahaya. Untuk itu, meski Laniakea adalah struktur terbesar yang diketahui di semesta, ia tetap hanya bagian kecil dari alam semesta.

Punya Bebatuan, Planet Godzilla Dinilai Mirip Bumi



PARA Ilmuwan menemukan sebuah planet yang dinilai punya kemiripan dengan Bumi. Planet yang diberi nama Godzilla itu punya daratan yang terbentuk dari bebatuan.

Planet ini diberi nama Godzilla karena memiliki ukuran yang sangat besar, yakni 17 kali lebih besar dibanding Bumi. Godzilla juga sudah sangat berumur, yakni 11 miliar lebih tua dibanding Bumi.

"Ini adalah Godzilla dari Bumi. Tapi tidak seperti raksasa yang ada di film, Kepler-10c (Godzilla Planet) memiliki implikasi positif bagi kehidupan," kata Dr Dimitar Sasselov, dari Harvard Smithsonian Centre for Astrophysics (CFA) seperti dilansir Daily Mail, Selasa (3/6).

Namun jangan berharap bisa tinggal di planet ini. Pasalnya, Kepler-10c terlalu dekat dengan bintang induknya.

Selain itu gravitasi di Planet Godzilla juga cukup tinggi. Jika dibandingkan dengan Bumi, gravitasi di planet dua kali lebih besar. Ilmuwan juga menemukan bahwa planet ini mengelilingi bintang induknya (seperti Bumi mengelilingi Matahari) di konstelasi Draco, setiap 45 hari.

Planet ini awalnya ditemukan oleh pesawat ruang angkasa Kepler NASA. Dengan mengukur jumlah peredupan, astronom dapat menghitung ukuran fisik planet.

Tapi pengamatan yang dilakukan dari Teleskop Galileo Nasional Italia di Kepulauan Canary menegaskan bahwa Kepler-10 c memiliki 17 kali massa Bumi. Ini membuktikan bahwa Planet Godzilla terbuat dari batuan padat, seperti Bumi .

"Kami sangat terkejut saat menyadari apa yang kita telah menemukan," kata astronom Dr Xavier Dumusque, yang juga merupakan peneliti dari Harvard Smithsonian Centre for Astrophysics.


Bumi Punya Cadangan Air Tiga Kali Lautan



Peneliti Northwestern University, Amerika Serikat, menemukan cadangan besar air tersembunyi di bawah permukaaan Bumi. Besarnya cadangan air itu disebutkan tiga kali dari volume lautan yang ada di permukaan Bumi. 

Melansir Guardian, Jumat 13 Juni 2014, temuan itu berhasil usai peneliti bekerja keras mendalami selama satu dekade terakhir. Penantian peneliti terbayarkan dengan temuan tersebut. 

Disebutkan, cadangan air raksasa itu terjebak dalam ratusan mil di bawah permukaan Bumi. Temuan ini membuka wawasan baru atas pemahaman bagaimana Bumi terbentuk di masa lalu. 

Peneliti mengatakan, cadangan air itu terjebak dalam sebuah mineral yang disebut  ringwoodite yang berada di kedalaman 660 kilometer di bawah kerak Bumi. 

Pakar geofisika universitas itu, Steve Jacobsen, yang juga memimpin studi mengatakan, penemuan itu menunjukkan air Bumi kemungkinan muncul ke permukaan didorong oleh aktivitas geologi. Teori ini berbeda dengan asumsi air di permukaan Bumi muncul dari simpanan beberapa komet es licin yang menabrak pembentukan Bumi. 

"Proses geologi pada permukaan Bumi, misalnya gempa bumi atau letusan gunung berapi merupakan ekspresi bagian dalam Bumi, yang tak terlihat lagi oleh kita," jelas Jacobsen.

Jacobsen merasa puas riset timnya akhirnya mampu membuktikan adanya siklus seluruh air Bumi. Temuan itu juga dapat menjelaskan bagaimana cadangan air raksasa yang ada di permukaan planet yang dapat dihuni. 

Temuan soal cadangan besar itu sebenarnya diawali oleh temuan sebuah wilayah luas di bawah tanah yang membentang di dalam perut Bumi di Amerika Serikat. 

Atas fenomena itu, tim Jacobsen kemudian ingin membuktikan langsung ada air dalam area mantel Bumi yang disebut zona transisi. Ringwoodite berfungsi bunga karang karena struktur kristal mampu menarik hidrogen dan menjebak air.

Ditambahkan Jacobsen, satu persen bobot mantel batuan yang terletak di zona transisi merupakan air, dan itu setara hampir tiga kali dari jumlah air yang ada di lautan permukaan Bumi. 

Untuk kedalaman cadangan air besar memang berada di kedalaman lebih dari 600 km. Itu kolaborasi data dari USArray, jaringan pengukuran seismometer untuk gempa di seluruh wilayah AS dengan data laboratorium pengujian simulasi batuan bertekanan tinggi besutan Jacobsen. 

Data itu menghasilkan bukti pencairan dan gerakan batuan dalam zona transisi menyebabkan air menyatu dan terjebak dalam batu. 

Temuan ini telah memberi terobosan, sebab sebelumnya diyakini pencarian batuan terjadi pada kedalaman 80 km. 

Mengenai fungsi air cadangan di bawah permukaan Bumi, menurut Jacobsen, berfungsi sebagai penyangga lautan di permukaan. Itulah sebabnya, alasan cadangan air berada di dalam perut Bumi dalam jutaan tahun.

Flag Country

free counters