NASA Hidupkan Penyelidikan Kepler

NASA Hidupkan Penyelidikan Kepler
Pict from voaindonesia


NASA berusaha menghidupkan kembali penyelidikan atas kendaraan antariksa Kepler, yang kini dalam situasi darurat lebih dari 120 juta kilometer dari Bumi.

Badan antariksa AS itu mengatakan kontak terakhirnya dengan pesawat pendeteksi planet yang mulai usang itu adalah sepekan lalu. Para petugas kontrol di darat ketika itu berupaya mengarahkan Kepler ke tengah Galaksi Bima Sakti. Dikatakan pemeriksaan ketika itu tidak menunjukkan tanda-tanda adanya masalah.

Sejak itu, NASA mengatakan Kepler telah menjalani apa yang dikatakannya “kegiatan operasional terendah,” dan mengatakan prioritas utama tim Kepler adalah memanfaatkannya kembali secara optimal.

NASA meluncurkan Kepler pada tahun 2009. Kendaraan antariksa itu telah mendeteksi lebih dari 1,000 planet di luar tata surya.

Misi utama Kepler, yaitu mendeteksi planet, berakhir pada tahun 2012. Meskipun pernah rusak beberapa kali, NASA selalu berhasil menghidupkannya kembali dan terus mengoperasikannya.

Voaindonesia.

Danau Terakhir Diplanet Mars Ditemukan NASA

Inilah Danau Terakhir Diplanet Mars Ditemukan NASA
Brian Hynek/Laboratory for Atmospheric and Space Physics

 
Hasil riset terbaru yang dipublikasikan di jurnal Geology pada 5 Agustus 2015 lalu mengungkap danau terakhir di Mars. Danau itu berada di dekat lokasi pendaratan wahana Opportunity milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Eagle Crater.

Brian Hyek dari University of Colorado-Boulder, seorang geolog, melakukan analisis mineral dengan wahana NASA yang mengorbit Mars menggunakan teknik digital mapping. Hasil analisis menunjukkan bahwa danau yang luasnya diperkirakan 46 kilometer persegi itu berusia 3,6 miliar tahun. Waktu 3,6 miliar tahun lalu adalah saat ketika Mars mengering.

"Danau ini berumur panjang, dan kami mampu menetapkan batasan umur maksimumnya," kata Hynek seperti dikutip situsIFLScience.com, Rabu (12/8/2015). "Kami bisa cukup yakin bahwa danau ini merupakan salah satu danau terakhir yang dimiliki oleh Mars."

Menurut Hynek, danau itu terbentuk ketika sebuah lembah terbentuk, dikelilingi perbukitan dan dialiri air. Air mulai mengumpul, membentuk kolam, dan akhirnya semakin banyak sehingga menjadi danau. Namun, air kemudian menguap dan mengering. Akhirnya, yang tersisa adalah endapan garam.

Berdasarkan analisis endapan, Hynek mengungkapkan bahwa danau itu miskin garam. Kandungan garam danau itu hanya 8 persen dari kandungan danau lautan di Bumi. Karenanya, Hynek mengatakan bahwa danau terakhir di planet merah itu mungkin bisa mendukung kehidupan.

15 Tahun Lagi NASA Bakal Temukan Bumi Baru untuk Manusia



Setelah berhasil menemukan 8 planet layak huni, NASA semakin yakin jika ada kehidupan lain di luar galaksi. Mereka mengklaim mampu menemukan bumi alternatif untuk menampung manusia.

 
 
15 Tahun Lagi NASA Bakal Temukan Bumi Baru untuk Manusia
 
 
 
Ilmuwan NASA, yang bertugas untuk memburu planet layak huni, mengatakan jika target mereka adalah menemukan planet dengan lautan, mirip bumi. Target tersebut akan bisa dicapai dalam kurun 15 tahun ke depan.

"Bisa 15 tahun lagi, mungkin saja. Namun, untuk mengunjunginya dibutuhkan keahlian manusia untuk menguasai hukum relativitas Einstein, tujuannya untuk mengalahkan teori itu sendiri," ujar Dr John Mather, astrofisikawan dari NASA Goddards Space Flight Center di Maryland, dilansir melalui Daily Mail, Jumat 9 Januari 2015. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan senior untuk proyek teleskop antariksa James Webb.

Menurut dia, manusia terlalu berharap banyak terhadap kecerdasan buatan. Pasalnya, sangat penting untuk bisa menanggulangi keterbatasan manusia menghadapi kecepatan cahaya dan ruang antariksa. Itulah saatnya manusia membutuhkan bantuan robot.

Teori realtivitas Einstein mengatakan jika tidak ada yang bisa mengalahkan kecepatan cahaya. Oleh karena itulah, bagi Einstein, menerobos lubang waktuinterstellar adalah hal yang tidak mungkin bagi manusia.

"Robot akan membantu kita. Jika mereka cukup pintar, mereka akan memberitahu kita bagaimana caranya menerobos Interstellar. Ini memang hal yang mungkin terjadi, meski sulit. Itulah yang saya pikirkan," kata Mather.

Pelajari Atmosfer Mars, NASA Luncurkan Maven

Pelajari Atmosfer Mars, NASA Luncurkan Maven
Peluncuran Maven, misi NASA untuk menyelidiki atmosfer Mars, Senin (18/11/2013).


Lembaga antariksa Amerika (NASA), Senin (18/11/2013), meluncurkan pesawat antariksa tak berawak Maven ke Mars. Maven punya misi mempelajari atmosfer planet merah tersebut untuk mencari tahu mengapa tetangga bumi itu kehilangan kehangatan dan air dari waktu ke waktu.

Maven adalah kependekan dari Mars Atmosphere and Volatile Evolution. Dia diterbangkan menumpang roket putih Atlas V401 pada pukul 13.28 waktu setempat atau Selasa (19/11/2013) pukul 01.28 WIB.

"Semua terlihat baik," kata misi kontrol NASA tentang peluncuran pesawat itu. Pesawat dengan biaya perakitan 671 juta dollar AS atau sekitar Rp 7 triliun itu direncanakan menjelajahi permukaan Mars selama 10 bulan.

Roket ini tak akan mendekati wilayah kering Mars tetapi lebih fokus pada misteri atmosfer Mars yang masih minim dipelajari, berbeda dengan misi pesawat antariksa NASA sebelumnya.

Selama menjalankan misi, Maven bakal mengelilingi planet merah, pada jarak sekitar 6.000 kilometer di atas permukaan Mars. Meski demikian, dia akan menjelajahi lima variasi ketinggian dengan rentang sekitar 125 kilometer untuk mendapatkan kumpulan data atmosfer Mars dalam beragam tingkat.

Para peneliti menyebut misi Maven sebagai upaya pencarian bagian yang hilang dari teka-teki tentang atmosfer Mars. Diduga ada peristiwa pada miliaran tahun lalu yang mengubah Mars dari planet dengan air yang memungkinkannya didiami menjadi planet kering berupa gurun tandus sekarang.

"Maven adalah pesawat ruang angkasa pertama yang ditujukan untuk mengeksplorasi dan memahami atmosfer Mars," kata NASA. "Pesawat akan mempelajari bagaimana atmosfer Mars hilang, menentukan sejarah hilangnya air dari Mars."

Peralatan

Alat pertama dari tiga peralatan yang dibawa Maven adalah pengukur angin matahari dan ionosfer yang disebut sebagai paket partikel dan bidang, buatan laboratorium sains antariksa University of California.

Sedangkan alat kedua adalah paket pengindraan jauh buatan laboratorium fisika atmosfer dan antariksa University of Colorado. Alat ini akan dipakai untuk menentukan karakteristik global atmosfer bagian atas dan ionosfer.

Sementara peralatan ketiga adalah spetrometer massa ion dan gas netral yang dibuat Goddard Space Flight Center NASA. Komposisi isotop netral dan ion akan diukur menggunakan alat ini.

"Dengan Maven, kami menjelajahi satu bagian terbesar Mars yang belum dijelajahi sejauh ini," kata peneliti utama NASA, Bruce Jakosky.

Pengiriman Maven ke Mars bukanlah misi pertama NASA ke planet merah. Misi NASA ke Mars mencakup pengiriman pesawat antariksa Curiosity, yang tiba pada tahun lalu. Sementara India juga mengorbitkan pesawat antariksa Deep Space.

Misi India adalah mendapatkan data metana untuk membuktikan ada atau tidaknya kehidupan di Mars pada masa lampau. Sementara itu, misi Amerika adalah mencari jejak perubahan iklim di Mars.

Bila misi Maven berhasil, data yang dihimpunnya akan membantu membuka jalan di masa depan bagi kunjungan manusia ke Mars. NASA memperkirakan, pengiriman manusia ke Mars dapat dilakukan sebelum 2030.
 

Misi Robot NASA Berikutnya Membuat Oksigen di Mars

Misi Robot NASA Berikutnya Membuat Oksigen di Mars
Misi Mars 2020 akan membawa tujuh proyek dan salah satunya peralatan produksi O2.


Pesawat ruang angkasa NASA yang direncanakan mendarat di Mars pada tahun 2021 akan berupaya untuk membuat oksigen di permukaan planet merah itu.

Pesawat Mars 2020 itu akan membawa tujuh proyek yang diarahkan untuk merintis jalan bagi misi berawak ke Mars dengan mencari bukti-bukti kehidupan dan menyimpan sampel yang kelak dibawa kembali ke sana.

Salah satu proyek adalah peralatan yang bisa mengubah CO2, yang banyak di udara Mars yang tipis, menjadi O2, seperti dilaporkan wartawan Sains BBC, Jonathan Webb.

Hal tersebut akan bisa mendukung kehidupan manusia atau membuat bahan bakar untuk roket yang akan membawa pulang awak ruang angkasa.

"Hari ini merupakan hari yang amat gembira bagi kami," kata astronot dan administrator NASA, John Grunsfeld, saat mengumumkan muatan yang dibawa Mars 2020 di Washington DC.

Dengan berat satu ton dan biaya 1,9 miliar dollar AS, pesawat itu akan mengikuti model Curiosity, yang mendarat di Mars pada Agustus 2012.

Fokus eksplorasi

Kemampuan memproduksi oksigen akan membantu ambisi untuk misi berawak ulang alik ke Mars karena membawa bahan bakar amat berat serta membutuhkan biaya yang mahal pula.

Pesawat ruang angkasa NASA lainnya sudah bisa memproduksi O2 dari CO2 namun peralatan baru, MOXIE, untuk pertama kalinya akan menguji kemampuannya di atmosfer Mars.

Salah seorang penguji MOXIE, Profesor Tom Pike dari Imperial College, London, mengatakan perubahan fokus dalam misi ke Mars seperti mengganti persneling.

"Ini lebih seperti Star Trek tua yang lebih berani, dengan fokus utama dari muatannya adalah ekslporasi dan bukan ilmu pengetahuan," jelasnya kepada BBC.

"Tidak banyak tempat yang bisa dituju manusia setelah Bulan. Saya akan mengatakan satu dalam daftar praktisnya, dan itu adalah Mars."
 

Penjelajah NASA Temukan Senyawa Organik, Gas Metana di Mars

Penjelajah NASA Temukan Senyawa Organik, Gas Metana di Mars
Gambaran kendaraan penjelajah NASA, Curiosity, di permukaan Mars.


Studi-studi tambahan diperlukan untuk menentukan apakah senyawa-senyawa organik dan/atau gas metana yang diproduksi dalam kehidupan sebelumnya atau sekarang di Mars.

Kendaraan penjelajah Mars milik NASA, Curiosity, telah menemukan senyawa-senyawa yang mengandung karbon dalam sampel-sampel yang dibor dari batu prasejarah, deteksi definitif pertama dari senyawa-senyawa organik di permukaan planet tetangga Bumi tersebut.

Para ilmuwan NASA mengatakan kendaraan tersebut juga menemukan semprotan gas metana di atmosfer, bahan kimia yang di Bumi terkait kuat dengan kehidupan.

Studi-studi tambahan, yang mungkin di luar kemampuan kendaraan tersebut, diperlukan untuk menentukan apakah senyawa-senyawa organik dan/atau gas metana yang diproduksi dalam kehidupan sebelumnya atau sekarang di Mars atau apakah mereka berasal dari proses-proses geokimia.

"Kita telah memiliki penemuan besar. Kita telah menemukan bahan-bahan organik di Mars," ujar pemimpin tim ilmuwan Curiosity, John Grotzinger, dari California Institute of Technology di Pasadena, California, dalam konferensi pers di San Francisco.

“Mengenai probabilitas hal-hal ini merupakan sumber-sumber (kehidupan)... kita harus menghormati bahwa ada kemungkinan," ujarnya.

NASA Gagal Temukan Asteroid Berbahaya Dekat Bumi

NASA Gagal Temukan Asteroid Berbahaya Dekat Bumi


NASA telah ditugaskan Kongres untuk menemukan 90 persen obyek dekat Bumi yang secara potensial berbahaya dan sejauh ini hanya menemukan 10 persen.

Pejabat badan antariksa Amerika Serikat (NASA) bahwa lembaga itu telah gagal melaksanakan misi yang ditugaskan Kongres untuk mencari 90 persen asteroid yang potensial berbahaya dan terbang dekat Bumi.

Inspektur jenderal NASA, Paul Martin, pada Senin (15/9) mengkritik program Obyek Dekat Bumi NASA sebagai kurang memiliki staf dan dikelola dengan buruk. 

Dalam laporannya, ia mengatakan program itu sejauh ini menemukan hanya 10 persen dari asteroid dan obyek-obyek lain yang lebih besar dari 140 meter terbang di dalam wilayah berjarak 45 juta kilometer dari Bumi.

Program ini bertugas menemukan 90 persen dari obyek-obyek ini. Laporan inspektur jenderal tersebut mengatakan program itu sepertinya akan melewati tenggat 2020.

Sebagian besat obyek dekat Bumi secara tidak berbahaya hancur sebelum menghantam planet ini.

Namun sebuah asteroid yang relatif kecil meledak di atas Chelyabinsk di utara Rusia tahun lalu dengan kekuatan 30 bom atom. Lebih dari 1.000 orang terluka akibat pecahan benda yang beterbangan.

"Riset baru-baru ini menunjukkan bahwa peristiwa sejenis Chelyabinsk dapat terjadi setiap 30 sampai 40 tahun," ujar Kantor Inspektur Jenderal, menambahkan bahwa sebagian besar dampaknya akan terjadi di laut dibandingkan di wilayah-wilayah berpenduduk.

Para ahli sejarah yakin benda selebar 10 kilometer menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu di wilayah yang kini merupakan Meksiko, menewaskan hampir seluruh kehidupan di planet ini dan menyebabkan dinosaurus punah.

Sejak 1998, NASA telah menghabiskan sekitar US$100 juta untuk program-program untuk menemukan, mengevaluasi dan menanggulangi ancaman potensial dari benda antariksa.

Laporan tersebut membuat lima rekomendasi untuk meningkatkan upaya pendeteksian asteroid NASA, termasuk menambah setidaknya empat sampai enam pegawai untuk membantu mengelola program dan mengkoordinasi proyek-proyek dengan badan AS dan internasional dan dengan inisiatif-inisiatif yang didanai swasta.

Wakil Direktur NASA untuk bidang sains, John Grunsfeld mengatakan dalam surat kepada Martin bahwa ia berharap program Obyek Dekat Bumi (NEO) yang baru akan mulai bekerja pada 1 September 2015.

Roket NASA Setinggi 34 Meter Meledak



Virginia - Sebuah roket tanpa awak yang membawa pasokan ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) meledak saat diluncurkan dari Negara Bagian Virginia, Amerika Serikat.

Antares, roket AS dengan tinggi sekitar 34 meter yang dibangun Orbital Sciences Corp itu meledak beberapa detik setelah lepas dari lokasi peluncuran.

"Terjadi kesalahan, meledak 6 detik setelah meluncur," tulis NASA melalui akun Twitternya seperti dimuat CNN.

Orbital Sciences adalah satu dari dua perusahaan swasta yang dikontrak NASA, untuk menerbangkan pesawat kargo ke orbit setelah armada stasiun antariksa itu dipensiunkan tahun 2011.





Saat meledak Antares membawa pesawat ulang alik Cygnus. Di dalam Cygnus terdapat muatan seberat 2.200 kilogram, yang terdiri dari pasokan makanan untuk keenam astronaut yang berada di ISS.

Sejauh ini penyebab ledakan roket itu belum diketahui.

"Semoga kami dapat mengetahui penyebabnya sesegera mungkin," kata wakil direktur eksekutif Orbital Sciences, Frank Culbertson seperti dimuat BBC, Rabu (29/10/2014).

Sementara itu, dilansir dari VOA News, roket milik swasta itu dilaporkan baru saja lepas landas ketika meledak tidak lama setelah matahari terbenam pada Selasa 28 Oktober petang di pulau Wallops, di lepas pantai Atlantik.

"Tidak ada awak dalam roket Antares itu dan tidak ada orang di darat yang mengalami cedera, tetapi ada kerusakan besar terhadap kendaraan dan kargo," ungkap pihak NASA.

Peluncuran roket AS itu sebelumnya telah ditangguhkan dari Senin 27 Oktober, setelah satu perahu kecil berlayar memasuki kawasan keselamatan peluncuran roket itu.

Wartawan sains BBC Jonathan Amos menuturkan, kegagalan peluncuran Antares ke ISS tidak menimbulkan ancaman, dalam hal ketersediaan pasokan bagi astronaut di ISS.

Beginilah Tampilan Makanan Para Astronot NASA di Luar Angkasa

 
 
NASA's Advanced Food Technology Project adalah lembaga pemerintah milik Amerika Serikat yang khusus bertanggungjawab mengatur sistem makanan bagi para astronot. Seperti yang dilansir dari Amusingplanet, Sabtu (10/10/2014), ternyata makanan yang dimakan para astronot tidak jauh beda dengan makanan manusia di bumi pada umumnya. Hanya saja, disajikan dengan memperhatikan standar gizi khusus dan pengemasan yang lebih awet. (Ars).
 

Remaja 13 Tahun Siap Jadi Manusia Pertama ke Mars




Seorang remaja putri asal Baton Rouge, Louisiana, Amerika Serikat (AS), bermimpi ingin menjadi astronaut 10 tahun lalu. Lebih jauh, mimpi besar Alyssa Carson saat usianya tiga tahun adalah menjadi orang pertama yang menjejakkan kaki di Mars.

Mimpinya itu mungkin tidak akan menjadi sekadar harapan setelah meniup lilin kue ulang tahun, karena badan antariksa AS (NASA) berpikir bahwa Alyssa punya kesempatan dan kini sudah menjalani pelatihan untuk misi pertamanya.

Kantor berita Reuters, Rabu 8 Oktober 2014, menyebut Alyssa mempelajari sains dan beberapa bahasa, serta menjadi orang pertama yang menghadiri semua dari tiga kamp ruang angkasa NASA. Dia kini sudah memiliki kode nama panggilan di NASA, yaitu "Bllueberry."

"Saya menghadiri kamp ruang angkasa kedua, mengenakan seragam penerbangan biru dan menjadi yang terkecil dalam kelompok. Sejak itu, saya dipanggil Blueberry," tulis Alyssa dalam blog pribadinya nasablueberry.com.

Pada Juli 2013, Alyssa yang menguasai bahasa Spanyol, Prancis, China, dan Turki selain bahasa Inggris, menjadi orang pertama yang menghadiri tiga kamp ruang angkasa NASA, serta satu-satunya anak Amerika yang mewakili AS.

Alyssa mengaku keinginan menjadi astronaut terinspirasi dari sebuah film musikal pra-sekolah berjudul Backyardigans. Film itu menceritakan lima hewan kecil yang membayangkan pekarangan rumah mereka sebagai arena petualangan.

Demi mendukung cita-citanya, Alyssa berencana mempelajari astrofisika di Universitas Ruang Angkasa Internasional di Prancis atau MIT di Boston. Alyssa telah bertemu dengan para pakar penerbangan ruang angkasa berawak NASA di Washington, 7 Januari lalu.

NASA juga telah mengindikasikan bahwa Alyssa punya peluang besar untuk mewujudkan mimpinya, saat NASA mengirimkan manusia untuk pertama kalinya ke Mars pada 2030. Cukup waktu bagi Alyssa untuk mempersiapkan diri menjadi orang pertama ke Mars pada usia 28 tahun.

Manajemen Buruk, NASA Tidak Bisa Selamatkan Bumi



Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) diprediksi akan gagal memenuhi target penemuan objek terdekat yang mengancam bumi. Target tersebut adalah asteroid dengan diameter lebih dari 140 meter.

Manajemen lembaga yang tidak bagus membuat kegagalan ini akan terjadi. Prediksi kegagalan itu disampaikan seorang inspektur jenderal NASA dalam sebuah laporan kemarin. Demikian mengutip Guardian, Selasa 16 September 2014.

Padahal lembaga pemerintah Amerika itu sudah mendapatkan kenaikan dalam hal pendanaan untuk mendeteksi dan menemukan benda objek dekat bumi. 

Menurut laporan, dalam 5 tahun terakhir, anggaran untuk melacak benda objek dekat bumi telah meningkat 10 kali lipat dari US$4 juta pada 2009 menjadi US$40 juta pada 2014. 

"NASA memperkirakan mereka telah mengidentifikasi sekitar 10 persen dari semua asteroid berdiameter 140 meter dan di atasnya. Dengan mempertimbangkan kecepatan dan sumber daya saat ini, NASA tidak akan memenuhi target temuan 90 persen dari benda objek dekat bumi sampai 2020," tulis Paul Martin, Inspektur Jenderal NASA dalam laporannya. 

Martin menyebutkan faktor kegagalan itu diakibatkan manajemen pengelolaan NASA yang buruk. Lembaga itu dianggap 'terlalu memberikan kelonggaran' dalam penyusunan aktivitas riset. Kebanyakan riset tak terintegrasi dengan program pengawasan, tujuan dan pelacakan untuk kemajuan misi.

Pada Juli 2014, NASA mengklaim telah menemukan sekitar 11.230 objek dekat bumi, termasuk 862 asteroid raksasa. Jumlah temuan itu hanyalah 10 persen dari asteroid terdekat bumi yang berdiameter lebar kurang dari 140 meter. 

NASA bahkan mengklaim telah menemukan sekitar 95 persen objek terbesar, asteroid berdiameter 1 Km atau lebih yang paling berpotensi merusak bumi. 

Mengingat potensi kegagalan program deteksi objek dekat bumi itu, laporan itu merekomendasikan agar NASA segera melakukan langkah perbaikan. Di antaranya dengan menambahkan sedikitnya 4 sampai 6 karyawan untuk mengelola program dan koordinasi proyek dengan badan internasional Amerika dan iniasi lain yang didanai swasta. 

Program deteksi objek dekat bumi akan diperbaharui lagi pada 1 September mendatang.

Panen Asteroid ala NASA



Asteroid yang menghantam Chelyabinsk, Rusia, membuktikan betapa hebatnya kekuatan benda luar angkasa itu. Meski diameternya hanya 20 meter dan bergerak dengan kecepatan 66.000 kilometer per jam, asteroid yang jatuh ke bumi Februari 2013 lalu itu mampu menghancurkan wilayah sekitarnya.

Bahkan dipercaya jika letusan asteroid bisa mencapai 20 sampai 30 kali lipat lebih dahsyat dari bom atom Hiroshima yang dijatuhkan Amerika ke Jepang saat perang dunia ke-2 lalu.

Asteroid merupakan ancaman terbesar bagi kepunahan bumi. Beberapa juta tahun lalu, sebuah asteroid pernah bertabrakan dengan bumi dan memusnahkan kehidupan dinosaurus beserta penghuni lainnya. Ancaman ini telah menjadi perhatian serius PBB. Bahkan mereka menyerukan badan antariksa negara-negara di dunia untuk bisa memikirkan cara menghalau serangan asteroid.

Softpedia menyebutkan, Februari 2014 lalu, PBB memberi mandat ke Badan Antariksa Eropa (ESA) untuk memastikan semua lembaga antariksa di dunia turut dalam inisiatif kerja sama internasional yang tergabung dalam Space Mission Planning and Advisory Group (SMPAG). Saat ini, diperkirakan NASA, ada 600 ribu sampai 1 juta asteroid yang terdapat di alam semesta. Dari angka tersebut, lebih dari 10.000 asteroid masuk dalam kategori NEO (Near Earth Object/ benda terdekat dengan bumi). 

Tahun ini NASA pun berencana untuk mencoba teknologi yang bisa sekaligus dijadikan upaya untuk meneliti asteroid. Jika teknologi ini sukses menangkap asteroid, ini bisa juga menjadi upaya berikutnya dalam melanjutkan misi menempatkan manusia ke Mars. Yang paling penting, penelitian ini akan menjadi upaya untuk mencari cara mencegah asteroid jatuh atau bertabrakan dengan bumi.
Dua Cara Memanen Asteroid


Program untuk memanen dan mengambil sampel asteroid ini disebut Nasa dengan namaAsteroid Redirect Mission (ARM). Target pelaksanaannya adalah akhir dekade ini atau sekitar 2020.

Dalam sebuah sidang dengar pendapat yang bertajuk From Here to Mars, William Gerstenmaier, rekan administrasi NASA, mengatakan terdapat skema menangkal batu antariksa itu dan membuangnya ke Bulan. Setidaknya ada dua proses yang diusulkan bisa digunakan, yakni dengan menggunakan robot penjepit atau dengan robot gelembung.

Opsi pertama, ARM mengambil sampel bongkahan batu-batuan pada asteroid raksasa, sedangkan opsi kedua, ARM menangkap asteroid dalam ukuran besar dengan menggunakan layar gelembung. Pada dua skema itu, setelah sampel asteroid bisa diambil, maka ARM akan membawa sampel ke orbit stabil bulan, dan di sana astronot akan 'memanen' sampel batu antariksa untuk dibawa ke bumi.

Untuk opsi pertama ini, ARM akan mendatangi asteroid besar setelah sebelumnya mengawasi asteroid dari jarak 1 kilometer. Selanjutnya ARM akan mendarat ke permukaan asteroid untuk mengangkut bongkahan batu astroid dengan menggunakan kaki penjepit. Proses pengangkutan bongkahan batu diperkirakan memakan waktu 30 menit saja. Setelah itu ARM akan membawa batu astroid itu ke orbit stabil bulan untuk diambil sampelnya.

Sementara untuk opsi kedua, ARM akan menangkap asteroid besar dengan memanfaatkan gelembung layar raksasa. Begitu melihat target asteroid, layar akan dikembangkan dan menangkap asteroid. Setelah asteroid tertangkap, layar gelembung akan mengunci batu antariksa itu, layar akan menyusut dan tali penghubung akan memastikan layar sudah mencengkeram kuat asteroid. Kemudian ARM akan membawa ke orbit bulan yang aman.

Begitu sampel sudah didapatkan dan ARM menuju orbit aman bulan, NASA meluncurkan pesawat berawak, Orion, yang akan menjemput sampel di orbit bulan. Nantinya pesawat Orion akan mendekati ARM, dengan menghubungkan sebuah pipa hidrolik. Setelah itu dua astronot bakal keluar dari Orion dan mendekati gelembung ARM. Keduanya akan memanen sampel batu dan membawa masuk ke Orion. Setelah itu pesawat Orion akan meluncur kembali ke bumi.

Untuk pengiriman pesawat Orion, NASA bakal menggunakan roket Space Launch System (SLS). Roket ini dlengkapi dengan tenaga pendorong canggih, Solar Electric Propulsion (SEP) yang merupakan tenaga pendorong ion. SEP mampu menciptakan daya dorong yang didukung satuan tenaga surya. SEP mengubah sinar matahari menjadi medan elektromagnetik yang mempercepat dan mengeluarkan atom bermuatan (ion). 

Pemanfaatan ion merupakan cara yang efisien untuk mentenagai pesawat antariksa dan secara signifikan menghemat jumlah bahan bakar. Studi terkini NASA juga tengah meneliti skema SEP apakah bisa digunakan untuk mentenagai misi ARM.
Pijakan ke Mars


Misi ini kelihatannya sangat penting. Pasalnya, jika berhasil, NASA bisa mempercepat target mereka membawa manusia pindah ke Mars, atau untuk bolak-balik Bumi-Mars dan kembali dengan selamat. Oleh karena itu NASA akan melibatkan astronot untuk melakukan perjalanan ke batu asteroid yang telah ‘dipanen’ itu. Perjalanan astronot ini akan menumpang pesawat kru Orion Multi-Purpose.

Dari penelitian asteroid ini, seperti dikutip dari Daily Mail, NASA bisa memprediksi seberapa lama proses pulang pergi bisa dilakukan, berapa biaya yang dibutuhkan dan teknologi apa yang mampu membuat mereka bisa bertahan melayang di angkasa selama yang diinginkan. Jika semua estimasi itu telah didapat maka secara tidak langsung, NASA bisa memperkirakan teknologi dan estimasi berikutnya untuk menuju Mars.

“Setelah misi asteroid selesai, Orion akan kembali ke bumi melalui cara yang sama dengan saat mereka menuju asteroid itu, termasuk berputar di sekitar Bulan, untuk kemudian menyentuh laut seperti Pasifik, 10 hari kemudian,” ujar peneliti NASA dalam laman resmipenerbangan antariksa Amerika itu.

Sedangkan untuk menyelamatkan bumi, kata peneliti NASA dalam makalah yang berjudul ‘The Asteroid Redirect Mission and Sustainable Human Exploration’, banyak cara yang bisa digunakan untuk mencegah potensi ancaman asteroid terhadap bumi. Bahkan ARM bisa digunakan untuk menguji coba teknologi pertahanan bumi dari ancaman planet. Beberapa teknik di antaranya adalah Ion Beam Deflection, Enhanced Gravity Tractor, dan tabrakan meteor secara kinetis.

Ion Beam Deflection adalah menahan ekor asteroid untuk mendorongnya secara perlahan ke wilayah yang lebih luas. Sebuah tembakan pendorong ke arah berlawanan akan diperlukan untuk menjaga pesawat luar angkasa pada jarak yang konstan dari asteroid.

Sedangkan pendekatan dengan Enhanced Gravity Tractor dengan melibatkan pesawat luar angkasa yang mendekati asteroid. Pesawat akan mengorbit di lingkaran halo di sekitar garis vektor kecepatan asteroid. Massa asteroid dengan massa pesawat luar angkasa akan meningkatkan daya gravitasi antara keduanya. Formasi yang dekat ini akan berlangsung selama beberapa bulan dan memperkecil gaya gravitasi sehingga berpotensi mengubah lintasan asteroid.

Cara yang paling mudah adalah dengan menciptakan tabrakan secara kinetis. Impaktor Kinetis ini bisa juga diluncurkan sebagai daya angkut cadangan yang datang bersama pesawat luar angkasa atau terpisah. Impaktor itu akan ditabrakkan dengan asteroid yang ditarget sehingga tidak sempat tabrakan dengan bumi.
Asteroid-Asteroid Pengancam Bumi


NASA telah mendeteksi banyak asteroid pengancam bumi. Yang terbaru adalah 2014 RC yang berjarak 25.000 mil (40.000 kilometer) dari Bumi. Tahun sebelumnya, bumi sempat terancam tabrakan dengan asteroid 2013 LR6 dengan jarak 104.607 kilometer dari Samudera Selatan. Sebelumnya, asteroid QE2 juga sempat melintas dekat dengan bumi di jarak 5,8 juta kilometer.

2012 lalu, ada asteroid dengan kode nama 2012 XE54 berjarak 140 ribu mil dari bumi. Ada juga Toutatis 4179, jaraknya 4,4 juta mil atau 18 kali lipat jarak Bumi dengan Bulan. Atau 2012 DA14 dengan diameter 45 meter dan berjarak 36 ribu kilometer dari bumi. Asteroid 2012 TC4 melintas dengan jarak 59.000 mil

NASA juga memprediksi jika asteroid Apophis atau ‘Setan Mesir’ akan melintas sangat dekat dengan bumi, atau 31 ribu kilometer dari bumi, pada 2036 nanti. Isu lainnya, pada 2040 ada asteroid 2011 AG5 dengan diameter 140 meter dan jarak 890 ribu kilometer dari bumi berpotensi membuat kiamat di bumi.

Yang paling dahsyat adalah isu mengenai asteroid raksasa yang diramalkan akan menghantam bumi pada 2880. Asteroid dengan kode 1950 DA ini berdiameter dua per tiga mil atau 1.07 kilometer dari bumi dengan kecepatan gerak 38.000 mil per jam. Kekuatan ledakannya setara dengan 44.800 megaton TNT.


Pesawat NASA Temukan Partikel yang Mungkin dari Luar Tata Surya Kita



Para ilmuwan mengatakan 7 partikel kecil yang dikumpul oleh pesawat antariksa NASA pengejar komet “Stardust” tampaknya berasal dari luar tata-surya kita.

Mereka mengatakan pengetesan tambahan dibutuhkan sebelum menyimpulkan apakah ke-7 butir debu itu benar-benar datang dari luar tata-surya kita, tetapi ini dapat menjadi pengambilan sampel yang pertama di dunia debu antar-bintang kontemporer.

Jurnal “Science” melaporkan hari Kamis (14/8) mengenai temuan itu.

NASA meluncurkan Stardust tahun 1999 untuk mengumpulkan kepingan dari “Comet Wild-2.”

Pengumpul debu itu terbuka bagi apa yang diyakini arus debu antar-bintang pada awal tahun 2000-an dan kemudian kembali ke Bumi tahun 2005.

NASA Siapkan Pesawat Antariksa untuk Jarak Jauh



Sistem peluncuran antariksa atau SLS itu dirancang untuk membawa astronot ke luar orbit bumi menuju sebuah asteroid dan kelak ke Mars sebelum 2030-an.

Badan antariksa Amerika NASA mengatakan sistem roketnya untuk antariksa yang jauh telah lulus dari peninjauan kembali yang penting tetapi peluncuran uji coba yang pertama telah ditangguhkan satu tahun hingga pada 2018.

Sistem peluncuran antariksa atau SLS itu dirancang untuk membawa astronot ke luar orbit bumi menuju sebuah asteroid dan kelak ke Mars sebelum 2030-an.

Para pejabat NASA tidak mengatakan mengapa peluncuran percobaan itu ditunda.

Penerbangan percobaan pertama roket SLS akan mengirim kapsul Orion tak berawak melampaui orbit rendah Bumi. NASA mengatakan pembuatan roket itu akan menelan biaya lebih dari US$7 milyar antara 2014 dan peluncuran.

Roket pertama akan mampu membawa 77 ton awak dan kargo ke orbit. NASA berharap roket-roket masa depan akan sangat besar, mampu mengangkut 143 ton sampai ke Mars dan bulan-bulannya.

Murid yang Magang di NASA Jelajahi Karir Bidang Antariksa



Siswa magang mendapatkan antusiasme dan perspektif yang baru mengenai tempat di mana banyak siswa ingin dipekerjakan, sebagai generasi berikut ilmuwan NASA.

Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, di luar kota Washington DC, bukan hanya merancang peralatan dan ilmu teknologi guna mempelajari tata surya dan antariksa, namun juga menyiapkan ilmuwan masa depan melalui sejumlah program edukatif pendidikan.

Program magang selama 10 minggu pada musim panas, menyediakan kesempatan bagi siswa sekolah menengah atas dan perguruan tinggi untuk melakukan beraneka ragam proyek yang berkaitan dengan antariksa, mulai dari ilmu komputer dan robotik, hingga ilmu teknologi mekanik dan antariksa. 

Dibutuhkan seorang ilmuwan robotik untuk merancang dan membuat robot antariksa, dan Louis Parent adalah seorang calon ilmuwan seperti itu. 

“Saya sangat senang ilmu robotik karena bisa membuat sebuah mesin melakukan tugas yang mudah Anda lakukan sendiri, dan Anda bisa melihat, rumitnya membuat mesin melakukan fungsi itu. Lalu, jika hal ini berjalan dengan baik, maka mesin itu akan melakukan tugas itu lebih baik dari yang diharapkan," ujarnya.

Mahasiswa jurusan teknik mesin Universitas Illinois ini akan segera merampungkan masa magang selama 10 minggu di Goddard. 

“Ini adalah pekerjaan magang terbaik yang pernah saya peroleh karena saya mengerjakan sebuah proyek yang nyata dan sangat berguna, dan menangani data yang penting untuk pekerjaan yang dilaksanakan di sini dan benar-benar berkontribusi bagi sains dan teknonologi," ujarnya.

Interaksi dengan mentor dan rekan-rekan sesama magang memberinya pemahaman yang lebih baik atas apa yang dibutuhkannya guna mengejar karir dalam bidang ini.

“Saya sangat membutuhkan pengetahuan ilmu komputer yang luas, yang sebelumnya tidak ingin saya tekuni karena bukan pelajaran favorit saya, namun akhirnya saya mengerti bahwa ilmu ini dibutuhkan. Setelah melihat penerapannya di sini, saya ingin berbuat lebih banyak lagi," ujarnya.

Pengalaman yang mengubah pandangan seperti ini adalah penting dalam program magang NASA, kata Rick Obenschain, wakil direktur Goddard.

“Jika Anda melatih seseorang dengan baik di sini, maka Anda akan memberinya pengalaman, dan antusiasme, yang akan mereka bawa, apakah mereka tetap bekerja untuk NASA, di pemerintah atau dalam industri ini," ujarnya.

Obenschain juga pernah magang pada 1962 ketika pusat penerbangan antariksa ini baru dibuka di Greenbelt, Maryland. Program magang ini sudah banyak berubah sejak itu.

“Kami telah memiliki lebih dari 400 siswa magang di sini. Ini termasuk siswa sekolah menengah atas, perguruan tinggi, maupun program S2," ujarnya.

Mablelene Burrell, yang memimpin program magang musim panas di Goddard, mengatakan 40 persen peserta program tersebut kali ini adalah perempuan.

“Sebagian besar magang ini belajar di bidang ilmu pasti. Mereka adalah calon insinyur yang mencakup bidang yang luas mulai dari mesin hingga listrik. Ada insinyur sipil, antariksa, dan matematika. Ada juga mahasiswa fisika. Mereka berbeda dengan mahasiswa yang kami terima sebelumnya. Mereka lebih peka terhadap keadaan sosial sekarang," ujarnya.

Ilmuwan dari Goddard memainkan peranan yang penting dalam perekrutan siswa magang, kata Robert Gabrys, Kepala Kantor Urusan Pendidikan.

NASA Gagal Temukan Asteroid Berbahaya Dekat Bumi



NASA telah ditugaskan Kongres untuk menemukan 90 persen obyek dekat Bumi yang secara potensial berbahaya dan sejauh ini hanya menemukan 10 persen.


Pejabat badan antariksa Amerika Serikat (NASA) bahwa lembaga itu telah gagal melaksanakan misi yang ditugaskan Kongres untuk mencari 90 persen asteroid yang potensial berbahaya dan terbang dekat Bumi.

Inspektur jenderal NASA, Paul Martin, pada Senin (15/9) mengkritik program Obyek Dekat Bumi NASA sebagai kurang memiliki staf dan dikelola dengan buruk. 

Dalam laporannya, ia mengatakan program itu sejauh ini menemukan hanya 10 persen dari asteroid dan obyek-obyek lain yang lebih besar dari 140 meter terbang di dalam wilayah berjarak 45 juta kilometer dari Bumi.

Program ini bertugas menemukan 90 persen dari obyek-obyek ini. Laporan inspektur jenderal tersebut mengatakan program itu sepertinya akan melewati tenggat 2020.

Sebagian besat obyek dekat Bumi secara tidak berbahaya hancur sebelum menghantam planet ini.

Namun sebuah asteroid yang relatif kecil meledak di atas Chelyabinsk di utara Rusia tahun lalu dengan kekuatan 30 bom atom. Lebih dari 1.000 orang terluka akibat pecahan benda yang beterbangan.

"Riset baru-baru ini menunjukkan bahwa peristiwa sejenis Chelyabinsk dapat terjadi setiap 30 sampai 40 tahun," ujar Kantor Inspektur Jenderal, menambahkan bahwa sebagian besar dampaknya akan terjadi di laut dibandingkan di wilayah-wilayah berpenduduk.

Para ahli sejarah yakin benda selebar 10 kilometer menghantam Bumi sekitar 66 juta tahun yang lalu di wilayah yang kini merupakan Meksiko, menewaskan hampir seluruh kehidupan di planet ini dan menyebabkan dinosaurus punah.

Sejak 1998, NASA telah menghabiskan sekitar US$100 juta untuk program-program untuk menemukan, mengevaluasi dan menanggulangi ancaman potensial dari benda antariksa.

Laporan tersebut membuat lima rekomendasi untuk meningkatkan upaya pendeteksian asteroid NASA, termasuk menambah setidaknya empat sampai enam pegawai untuk membantu mengelola program dan mengkoordinasi proyek-proyek dengan badan AS dan internasional dan dengan inisiatif-inisiatif yang didanai swasta.

Wakil Direktur NASA untuk bidang sains, John Grunsfeld mengatakan dalam surat kepada Martin bahwa ia berharap program Obyek Dekat Bumi (NEO) yang baru akan mulai bekerja pada 1 September 2015.

NASA Pasok Printer 3D ke Luar Angkasa



Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) akan kedatangan printer 3D pertamanya minggu ini. Printer tersebut diberikan ke ISS dari Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).

Jika terealisasi maka alat elektronik tersebut maka akan menjadi akases printer yang pertama yang ada di ISS. Direncanakan, printer 3D bernama Zero-G printer itu akan dimanfaatkan sebagai salah satu perlengkapan yang akan menunjang kegiatan di ruang angkasa.

"Memenuhi permintaan kebutuhan di ruang angkasa dapat merevolusi pasokan peralatan kita yang terbatas dan ini (Zero-G printer) penting untuk misi eksplorasi ruang angkasa (ke depannya)," kata Niki Werkheiser seorang manajer NASA dilansirMashable, Senin, 22 September 2014.

Zero-G printer dirancang khusus untuk membantu penelitian dan mempelajari tentang bagaimana proses kinerja di gravitasi nol. Dalam pembuatannya, NASA bekerjasama dengan startup Made in Space untuk proyek tersebut.

Pasokan printer 3D untuk kebutuhan para astronaut itu telah dijadwalkan meluncur pada hari Sabtu kemarin. Namun, peluncuran itu diundur karena kondisi cuaca di hari tersebut yang tidak memungkinkan.

Diketahui, Zero-G printer itu menjadi jawaban dari permasalahan untuk mengatasi limbah plastik yang banyak digunakan para astronaut dalam menjalankan misinya. Dengan adanya printer 3D, para astronaut bisa mendaur ulang limbah itu untuk dimanfaatkan kembali.

Pihak Made in Space sendiri mengatakan di masa mendatang, printer canggih itu akan digunakan lebih banyak lagi yang berkemampuan membantu misi ruang angkasa.


Boeing-Nasa Bikin Roket ke Mars US$2,8 Miliar



Ini bisa jadi merupakan roket terbesar yang pernah dibuat Nasa. Dengan harga US$2,8 miliar, Boeing setuju untuk membuat roket raksasa untuk mendukung misi ke bulan dan Mars.

Roket ini disebut yang terbesar karena tingginya akan mencapai 384 kaki. Kesepakatan ini terjadi setelah Nasa menyelesaikan tahap awal perencanaan berupa Critical Design Review (CDR). Ini merupakan kelanjutan sejarah Nasa untuk pesawat eksplorasi sejak 1961, berupa Roket Saturn V.

Roket ini dijadwalkan akan melakukan uji coba pertamanya pada 2017 nanti. Sistem peluncurannya didesain fleksibel dan mampu mengangkut keperluan kargo dan kru misi yang beragam. Uji coba pertamanya ditargetkan akan mampu membawa kapasitas 77 ton. Setelah melewati dua tahap konfigurasi, kemampuan angkutnya akan dinaikkan dua kali lipat menjadi 143 ton.

"Tim kami telah mendedikasikan diri untuk membuat Sistem peluncuran pesawat luar angkasa (SLS) yang paling besar yang pernah ada. Kami akan membangunnya dengan aman, terjangkau dan tepat waktu," ujar Virginia Barnes, VP dan Program Manager Boeing SLS, seperti dikutip dari Daily Mail, Jumat, 4 Juli 2014.

Roket ini didesain untuk bisa multi-fungsi. Tidak hanya mendukung misi eksplorasi manusia ke luar angkasa, tapi juga misi sains lainnya yang melibatkan asteroid dan Mars. 

"Ketika kebanyakan orang berpikir SLS adalah untuk eksplorasi manusia, ternyata itu salah. Aplikasi roket ini bisa lebih luas lagi di semua area eksplorasi, termasuk menelusuri sains luar angkasa," ujar Asisten Manajer Program untuk Strategi dan Kemitraan SLS, Steve Creech.

Ditambahkan Creech, SLS akan membuat misi sains itu lebih memungkinkan ketimbang teknologi sebelumnya. Seperti pengiriman pesawat luar angkasa yang lebih besar, jarak tempuh lebih jauh, dan mengurangi waktu transit di ISS.

Berkat adanya rencana pembuatan roket besar ini, Nasa dan para ilmuwan lain mengevaluasi kemungkinan peluncuran pesawat robot seperti Europa Clipper untuk ditempatkan di Jupiter.

Saat ini, lanjut Creech, Nasa hanya bisa mengirimkan perangkat misi seukuran kotak pesawat luar angkasa yang ada. "Sedangkan dengan SLS, kotaknya akan dibuat lebih besar lagi. Bahkan, kita bisa meluncurkan teleskop Hubble yang ukurannya sebesar bis sekolah," ujarnya.

Spesifikasi SLS

Nantinya akan ada dua jenis roket SLS yang dibuat Boeing sesuai pesanan Nasa. Satu versi kecil dan lainnya lebih besar.

Roket yang kecil memiliki daya angkut 70 metrik ton dan memiliki ukuran tinggi 321 kaki. Daya dorongnya harus mencapai 8,4 juta pon saat meluncur nanti. Beratnya hanya 5,5 juta pon dan mampu membawa 154.000 pon muatan. Kemungkinan versi ini yang akan digunakan dalam uji coba.

Sedangkan yang versi besar memiliki konfigurasi 130 metrik ton. Tingginya 384 kaki dan memiliki daya dorong 9,2 juta pon saat meluncur. Untuk urusan berat, sekitar 6,5 juta pon dan bisa membawa muatan seberat 286.000 pon.

Roket versi besar ini dianggap paling cocok untuk digunakan dalam misi. Pasalnya, selain besar, roket ini juga sudah sesuai dengan perhitungan desain untuk mensukseskan misi.

Nasa Gelar Sayembara Berhadiah US$4 Juta



Tampaknya Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) terus menginovasi teknologi keantariksaannya. Dalam sebuah laporan, NASA dikabarkan sedang membuka kontes bagi peserta yang ingin membuat kapal udara raksasa yang digadang-gadang akan menggantikan satelit di masa depan.

Dilansir Daily Mail, Kamis 28 Agustus 2014, NASA memilih kapal udara sebagai kendaraan luar angkasa di masa depan, karena mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan kendaraan ruang angkasa lainnya.

"Kapal udara memiliki manuver yang baik, bobotnya juga lebih ringan, bisa menawarkan keuntungan yang signifikan dalam mengamati langit dan cakupan tanah, kemampuan data downlink, dan kontinuitas pengamatan atas pilihan suborbital yang ada, dengan harga yang kompetitif," ujar NASA.

NASA menantang para pencipta kapal udara untuk mendesain perangkat yang bisa melayang di atas ketinggian sekitar 65 ribu kaki, yang akan difungsikan sebagai pusat pengawasan dan ruang teleskop.

Kendaraan itu juga harus dilengkapi teknologi ramah lingkungan, yakni adanya energi yang mengandalkan cahaya Matahari melalui panel surya yang terpajang di atas kapal udara tersebut.

"Peserta harus (memiliki kapal terbang) yang bisa berada dalam kondisi diam di 20 km (65.000Z) altitude selama lebih dari 20 jam dengan muatan 20 kg. Jadi, desain harus bisa tahan lebih lama dengan muatan lebih besar," ungkap NASA.

Bagi yang berhasil memenuhi hasrat keinginan NASA itu, maka ganjarannya akan dikenai hadiah sebesar US$4 juta, atau setara dengan Rp46 miliar.

Mendengar kabar sayembara dari NASA tersebut, para ahli pun bergembira menyambutnya. Astrofisikawan Universitas California, Sarah Miller, mengatakan kapal udara yang baik adalah kapal udara stratosfir.

Hampir selama dua dekade terakhir, banyak yang minat dalam mengembangkan teknologi ketinggian. Stratosfir lebih ringan dari udara, sehingga dapat bermanuver dan tetap stabil pada posisi yang diinginkan, selama berminggu-minggu, bulan, bahkan bertahun-tahun.

Orang yang telah berhasil dalam mengembangkan kapal udara tersebut yaitu Steve Smith pada 2005. Smith yang tak lain adalah insinyur luar angkasa itu sukses menjadi orang yang pertama kali merancang kapal udara stratosfir, bernama Hi-Sentinel 20.

Pada saat itu, kapal udara diterbangkan di New Mexico, Amerika Serikat dan berada di udara selama delapan jam.

Minim Dana, Nasa Optimistis Bangun Roket Mars



Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) membuktikan keseriusannya untuk mengantarkan manusia menuju Mars. Kali ini, untuk memenuhi hasrat tersebut, NASA akan membangun proyek roket terbesar yang pernah ada di dunia.

Meskipun untuk mewujudkannya Nasa masih diselimuti kekhawatiran, terkait kemampuan membayar mega proyek itu. Namun, para pejabat NASA mengatakan mereka telah menyelesaikan kajian ketat pada Space Launch System (SLS), yang tak lain adalah roket raksasa tersebut.

Roket yang menjulang tinggi itu akan dibuat berukuran 384 meter dan berat sekitar 6,5 juta pon, atau 294.835,041 kilogram.

"Kami berada di perjalanan eksplorasi ilmiah dan berkomitmen untuk membangun kendaraan peluncuran, serta sistem pendukungnya yang akan membawa kita pada perjalanan itu (ruang angkasa)," ujar Administrator NASA, Charles Bolden seperti yang diberitakan Daily Mail, Kamis 28 Agustus 2014.

Menurut NASA, roket raksasa itu akan memiliki kapasitas angkat awal sekitar 70 metrik ton dan akan ditingkatkan menjadi 130 metrik ton. Hal itu akan memungkinkan untuk menjalankan misi yang lebih jauh lagi, menjelajahi tata surya seperti asteroid dan Mars.

Pembuatan SLS itu muncul, setelah melewati kajian menyeluruh di Key Decision Point C (KDP-C), yang menyediakan biaya dasar untuk pengembangan verin 70 ton metrik sekitar US$7,021 triliun, atau Rp82 triliun sejak Februari 2014. SLS itu sendiri dijadwalkan akan ke ruang angkasa paling lambat November 2018.

Roket raksasa ini sudah menjadi perhatian NASA selama tiga tahun terakhir, agar tercapainya proyek ambisius mereka.

"Setelah diperiksa ketat, kita hari ini akan memikirkan pendanaan dan kesiapan tanggal untuk pengiriman manusia ke Mars tahun 2030-an. Kami berusaha untuk mewujudkan komitmen itu," ungkap Asosiasi Administrator Robert Lightfoot, yang mengawasi proses pemeriksaan tersebut.

Sebelumnya, NASA menguji SLS ke dalam skala lebih kecil untuk mengantisipasi segala kemungkinan terburuk. Hal ini, disebabkan roket raksasa itu berpotensi merusak bangunan di dekatnya. Bahkan, efek terburuk lainnya bakal dirasakan pada pendengaran astronot yang terganggu ketika lepas landas.

"Sebuah model skala lima persen, termasuk motor roket padat. SLS dinyalakan untuk menguji seberapa rendah, atau tinginya gelombang frekuensi yang akan mempengaruhi roket di landasan peluncuran," kata NASA.

Bila itu sudah terlaksana,tidak dipungkiri lagi SLS akan menjadi roket terbesar yang pernah dibuat. Diperkirakan ukurannya melebihi roket yang pernah membawa manusia ke bulan yang menjadikannya pembuka misi ke planet merah itu.

Flag Country

free counters