Pelajari Atmosfer Mars, NASA Luncurkan Maven

Pelajari Atmosfer Mars, NASA Luncurkan Maven
Peluncuran Maven, misi NASA untuk menyelidiki atmosfer Mars, Senin (18/11/2013).


Lembaga antariksa Amerika (NASA), Senin (18/11/2013), meluncurkan pesawat antariksa tak berawak Maven ke Mars. Maven punya misi mempelajari atmosfer planet merah tersebut untuk mencari tahu mengapa tetangga bumi itu kehilangan kehangatan dan air dari waktu ke waktu.

Maven adalah kependekan dari Mars Atmosphere and Volatile Evolution. Dia diterbangkan menumpang roket putih Atlas V401 pada pukul 13.28 waktu setempat atau Selasa (19/11/2013) pukul 01.28 WIB.

"Semua terlihat baik," kata misi kontrol NASA tentang peluncuran pesawat itu. Pesawat dengan biaya perakitan 671 juta dollar AS atau sekitar Rp 7 triliun itu direncanakan menjelajahi permukaan Mars selama 10 bulan.

Roket ini tak akan mendekati wilayah kering Mars tetapi lebih fokus pada misteri atmosfer Mars yang masih minim dipelajari, berbeda dengan misi pesawat antariksa NASA sebelumnya.

Selama menjalankan misi, Maven bakal mengelilingi planet merah, pada jarak sekitar 6.000 kilometer di atas permukaan Mars. Meski demikian, dia akan menjelajahi lima variasi ketinggian dengan rentang sekitar 125 kilometer untuk mendapatkan kumpulan data atmosfer Mars dalam beragam tingkat.

Para peneliti menyebut misi Maven sebagai upaya pencarian bagian yang hilang dari teka-teki tentang atmosfer Mars. Diduga ada peristiwa pada miliaran tahun lalu yang mengubah Mars dari planet dengan air yang memungkinkannya didiami menjadi planet kering berupa gurun tandus sekarang.

"Maven adalah pesawat ruang angkasa pertama yang ditujukan untuk mengeksplorasi dan memahami atmosfer Mars," kata NASA. "Pesawat akan mempelajari bagaimana atmosfer Mars hilang, menentukan sejarah hilangnya air dari Mars."

Peralatan

Alat pertama dari tiga peralatan yang dibawa Maven adalah pengukur angin matahari dan ionosfer yang disebut sebagai paket partikel dan bidang, buatan laboratorium sains antariksa University of California.

Sedangkan alat kedua adalah paket pengindraan jauh buatan laboratorium fisika atmosfer dan antariksa University of Colorado. Alat ini akan dipakai untuk menentukan karakteristik global atmosfer bagian atas dan ionosfer.

Sementara peralatan ketiga adalah spetrometer massa ion dan gas netral yang dibuat Goddard Space Flight Center NASA. Komposisi isotop netral dan ion akan diukur menggunakan alat ini.

"Dengan Maven, kami menjelajahi satu bagian terbesar Mars yang belum dijelajahi sejauh ini," kata peneliti utama NASA, Bruce Jakosky.

Pengiriman Maven ke Mars bukanlah misi pertama NASA ke planet merah. Misi NASA ke Mars mencakup pengiriman pesawat antariksa Curiosity, yang tiba pada tahun lalu. Sementara India juga mengorbitkan pesawat antariksa Deep Space.

Misi India adalah mendapatkan data metana untuk membuktikan ada atau tidaknya kehidupan di Mars pada masa lampau. Sementara itu, misi Amerika adalah mencari jejak perubahan iklim di Mars.

Bila misi Maven berhasil, data yang dihimpunnya akan membantu membuka jalan di masa depan bagi kunjungan manusia ke Mars. NASA memperkirakan, pengiriman manusia ke Mars dapat dilakukan sebelum 2030.
 

Misi Robot NASA Berikutnya Membuat Oksigen di Mars

Misi Robot NASA Berikutnya Membuat Oksigen di Mars
Misi Mars 2020 akan membawa tujuh proyek dan salah satunya peralatan produksi O2.


Pesawat ruang angkasa NASA yang direncanakan mendarat di Mars pada tahun 2021 akan berupaya untuk membuat oksigen di permukaan planet merah itu.

Pesawat Mars 2020 itu akan membawa tujuh proyek yang diarahkan untuk merintis jalan bagi misi berawak ke Mars dengan mencari bukti-bukti kehidupan dan menyimpan sampel yang kelak dibawa kembali ke sana.

Salah satu proyek adalah peralatan yang bisa mengubah CO2, yang banyak di udara Mars yang tipis, menjadi O2, seperti dilaporkan wartawan Sains BBC, Jonathan Webb.

Hal tersebut akan bisa mendukung kehidupan manusia atau membuat bahan bakar untuk roket yang akan membawa pulang awak ruang angkasa.

"Hari ini merupakan hari yang amat gembira bagi kami," kata astronot dan administrator NASA, John Grunsfeld, saat mengumumkan muatan yang dibawa Mars 2020 di Washington DC.

Dengan berat satu ton dan biaya 1,9 miliar dollar AS, pesawat itu akan mengikuti model Curiosity, yang mendarat di Mars pada Agustus 2012.

Fokus eksplorasi

Kemampuan memproduksi oksigen akan membantu ambisi untuk misi berawak ulang alik ke Mars karena membawa bahan bakar amat berat serta membutuhkan biaya yang mahal pula.

Pesawat ruang angkasa NASA lainnya sudah bisa memproduksi O2 dari CO2 namun peralatan baru, MOXIE, untuk pertama kalinya akan menguji kemampuannya di atmosfer Mars.

Salah seorang penguji MOXIE, Profesor Tom Pike dari Imperial College, London, mengatakan perubahan fokus dalam misi ke Mars seperti mengganti persneling.

"Ini lebih seperti Star Trek tua yang lebih berani, dengan fokus utama dari muatannya adalah ekslporasi dan bukan ilmu pengetahuan," jelasnya kepada BBC.

"Tidak banyak tempat yang bisa dituju manusia setelah Bulan. Saya akan mengatakan satu dalam daftar praktisnya, dan itu adalah Mars."
 

Pesawat Ruang Angkasa Baru Amerika Uji Terbang

Pesawat Ruang Angkasa Baru Amerika Uji Terbang
Foto yang dikeluarkan oleh NASA ini memperlihatkan pemandangan dari pesawat ruang angkasa Orion saat mengorbit pada uji coba penerbangan 5/12/2014

Sebuah pesawat ruang angkasa baru yang dimaksudkan untuk membawa para astronot Amerika kembali ke bulan telah diluncurkan dalam suatu uji terbang.

Kapsul Orion semula dijadwalkan diluncurkan pada hari Kamis dari kompleks peluncuran Cape Canaveral, Florida, tetapi berbagai masalah menyebabkan peluncurannya ditunda. Masalah tersebut antara lain kerusakan katup roket, kecepatan angin dan sebuah kapal berlayar di kawasan terlarang di lepas pantai kompleks tersebut.

Pesawat tanpa awak itu akan dua kali mengorbit bumi pada ketinggian lebih dari 14 kali ketinggian Stasiun Antariksa Internasional. Setelah penerbangan empat setengah jam, Orion akan kembali memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan 32 ribu kilometer per jam, sebelum mencebur ke Samudra Pasifik di lepas pantai Baja California.

Badan antariksa Amerika NASA menyatakan misi berawak pertama Orion tidak akan dilakukan sebelum tahun 2021. Segera setelah beroperasi penuh, Orion akan mengangkut dari empat hingga enam astronot ke mana saja dalam berbagai misi antariksa ke bulan, asteroid dan akhirnya ke Mars.

Uji Coba Pesawat Ruang Angkasa AS Berhasil

Uji Coba Pesawat Ruang Angkasa AS Berhasil
Roket Berat Delta IV dengan pesawat ruang angkasa Orion diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, 5/12/2014. Uji penerbangan pesawat ruang angkasa tersebut berhasil.


Sebuah pesawat ruang angkasa baru yang dimaksudkan untuk membawa para astronot Amerika kembali ke bulan dan tempat-tempat yang lebih jauh lagi telah kembali dari uji terbang, mencebur di Samudera Pasifik di lepas pantai Baja California.

Pesawat tanpa awak itu mengorbit bumi dua kali pada ketinggian lebih dari 14 kali ketinggian Stasiun Antariksa Internasional. Setelah penerbangan empat setengah jam, Orion kembali memasuki atmosfer Bumi dengan kecepatan 32 ribu kilometer per jam, dengan laju yang dikurangi oleh tiga parasut berwarna merah dan putih menjelang akhir pendaratannya. NASA menyebut cuaca yang cerah sebagai “kondisi yang tepat bagi kepulangan Orion.”

Kapsul Orion semula dijadwalkan diluncurkan pada hari Kamis dari kompleks peluncuran Cape Canaveral, Florida, tetapi berbagai masalah menyebabkan peluncurannya ditunda. Masalah tersebut antara lain adalah kerusakan katup roket, kecepatan angin dan sebuah kapal yang berlayar di kawasan terlarang di lepas pantai kompleks tersebut.

Badan antariksa Amerika NASA menyatakan misi berawak pertama Orion tidak akan dilakukan sebelum tahun 2021. Setelah beroperasi penuh, Orion akan mengangkut empat hingga enam astronot ke mana saja dalam berbagai misi antariksa ke bulan, asteroid dan nantinya ke Mars.


Foto Uji Coba Pesawat Antariksa Orion Berhasil Gemilang


Roket Delta IV Heavy membawa pesawat antariksa Orion terbang dari Stasiun Angkatan Udara Cape Canaveral, Florida, AS (512).
Roket Delta IV Heavy membawa pesawat antariksa Orion terbang dari Stasiun Angkatan Udara Cape Canaveral, Florida, AS (5/12).

Roket Delta IV Heavy membawa pesawat antariksa Orion terbang dari Stasiun Angkatan Udara Cape Canaveral, Florida, AS (512) 2

Roket Delta IV Heavy membawa pesawat antariksa Orion terbang dari Stasiun Angkatan Udara Cape Canaveral, Florida, AS (512) 3

Direktur NASA Charles Bolden (kiri) dan istrinya Jackie menyaksikan roket Delta IV Heavy dengan pesawat antariksa Orion meluncur dari Cape Canaveral (512).
Direktur NASA Charles Bolden (kiri) dan istrinya Jackie menyaksikan roket Delta IV Heavy dengan pesawat antariksa Orion meluncur dari Cape Canaveral (5/12).


Foto dari NASA-TV memperlihatkan pesawat antariksa Orion di atas roket United Launch Alliance Delta 4-Heavy rocket saat naik ke orbit dalam penerbangan uji coba pertama (512).
Foto dari NASA-TV memperlihatkan pesawat antariksa Orion di atas roket United Launch Alliance Delta 4-Heavy rocket saat naik ke orbit dalam penerbangan uji coba pertama (5/12).
Foto dari NASA-TV memperlihatkan pesawat antariksa Orion turun sebelum mencebur ke Samudera Pasifik (512).
Foto dari NASA-TV memperlihatkan pesawat antariksa Orion turun sebelum mencebur ke Samudera Pasifik (512).
Astronot-astronot NASA, dari kiri ke kanan  Rex Walheim, Jack Fischer dan Cady Coleman, bersorak sambil menyaksikan pendaratan pesawat antariksa Orion di ruang pers Pusat Antariksa Kennedy (512). (APJohn Raoux)
Astronot-astronot NASA, dari kiri ke kanan  Rex Walheim, Jack Fischer dan Cady Coleman, bersorak sambil menyaksikan pendaratan pesawat antariksa Orion di ruang pers Pusat Antariksa Kennedy (512). (APJohn Raoux)

Foto dari NASA-TV menunjukkan kapsul Orion mengapung setelah mencebur ke Samudera Pasifik (5/12).
Foto dari NASA-TV menunjukkan kapsul Orion mengapung setelah mencebur ke Samudera Pasifik (5/12).








Tersedia Layanan Tabur Abu Jenazah dari Antariksa

Tersedia Layanan Tabur Abu Jenazah dari Antariksa


Ritual membakar jenazah memang telah dilakukan oleh beberapa masyarakat tertentu. Abu hasil pembakaran mayat itu biasanya dibuang ke laut lepas atau sungai. Ritual ini diyakini sebagai simbol melepaskan roh dari belenggu duniawi. 
Namun ada cara lain untuk menghormati abu jenazah yang bisa membuat kita mengernyitkan dahi. Alih-alih membuang abu di laut atau sungai, secara ekstrim perusahaan asal Kentucky, Amerika Serikat, Mesoloft, menyediakan layanan penaburan abu jenazah dari luar bumi alias dari antariksa.

Melansir Daily Mail, Senin 15 Desember 2014, layanan ini menjanjikan penaburan abu jenazah dengan menggunakan balon udara. Balon itu akan terbang pada ketinggian 22 Km dari atas pemukaan bumi, begitu mencapai titik itu, balon akan secara otomatis membuka dan abu jenazah ditaburkan.

"Saat balon mencapai ketinggian yang seharusnya, bagian bawah balon akan membuka muatan. Karena ini berada di wilayah kedap, maka akan menarik melihat abu keluar," jelas perusahaan itu. 

Mengingat ketinggian itu sudah berada di luar atmosfer, maka kemungkinan abu akan berada di antariksa selama berbulan-bulan sebelum sampai ke permukaan bumi.

Perjalanan abu ini berbeda dengan abu letusan gunung vulkanik, yang bisa mencapai daratan dalam hitungan hari bahkan jam. Sebab abu vulkanik melambung di bawah lapisan atmosfer. 

"Para ilmuwan tak tahu berapa lama abu akan berada di ketinggian seperti kita melihat abu letusan vulkanik. Mungkin butuh waktu berbulan-bulan untuk sampai ke bumi," tulis perusahaan tersebut.


Layanan penaburan abu di antariksa itu juga bakal makin jadi momentum tak terlupakan. Sebab perusahaan juga menyertakan kamera GoPro, untuk mengabadikan langsung detik-detik penaburan abu dari antarksa. 
Dengan demikian, kerabat dan keluarga almarhum bisa menyaksikan momentum ini dari daratan melalui perangkat komputasi. 

Penaburan abu yang tak lazim ini menawarkan pilihan harga. Paket mulai dari US$2800 (Rp35,4 juta) untuk peluncuran balon dari wilayah Indiana, Colorado dan New Mexico, AS dan paket lain seharga US$7500 (Rp94,9 juta) untuk opsi peluncuran dari lokasi manapun sesuai keinginan.

Kisah Pria Banting Setir dari Dunia Antariksa ke Bisnis e-Commerce

Kisah Pria Banting Setir dari Dunia Antariksa ke Bisnis e-Commerce



Tak semua orang merasa nyaman berkarir dalam dunia keantariksaan. Riset dan misi yang berjangka panjang dirasakan bukan sebagain tantangan pribadi. Hal ini dirasakan oleh bos e-commerce Foodpanda Indonesia, Sander van der Veen, yang ternyata pernah bergelut di keantariksaan selama beberapa bulan di Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA).

"Ya, saya pernah berada selama lima bulan di JAXA sebagaiengineering dari Februari hingga Juni tahun 2010," ujar van der Veen yang menjabat Managing Director Foodpanda Indonesia, kepada VIVAnews di Jakarta, Selasa, 16 Desember 2014.

Kemudian ia menceritakan kisah perjalanan selama bekerja di badan antariksa milik negara Matahari Terbit itu. Di sana, kata Van der Veen, dia membuat program simulasi untuk pesawat ruang angkasa berukuran kecil milik JAXA.

"Nantinya pesawat itu akan digunakan untuk misi Mars pada tahun 2024," ungkapnya.

Ketika disinggung kenapa banting setir dari mengurusi pesawat antariksa menjadi mengurusi bisnis e-commerce, pria asal Belanda itu menuturkan ada persoalan pribadi di belakangnya.

"Saya lebih suka pekerjaan duduk diam dan saya kurang menyukai dengan pekerjaan yang misinya butuh waktu lama seperti antariksa. Maka dari itu saya merambah dunia e-commerce di Indonesia," kata dia.

Sebelum menjajal dunia e-commerce, pria lulusan University of Twente, Belanda, ini pernah mencicipi karir di Shell Global Solution selama kurun waktu September 2010 hingga Juli 2011.

Selain itu juga, Van der Veen pernah bekerja di Strategy Consultant yang berbasis di Amsterdam, Belanda. Di sana, ia bekerja dari November 2011 sampai November 2013.


Pesawat Antariksa Eropa Philae Kirimkan Data Komet Berlapis Es

Pesawat Antariksa Eropa Philae Kirimkan Data Komet Berlapis Es


Ratusan juta kilometer dari bumi, pesawat antariksa Eropa hari Rabu membuat sejarah dengan berhasil mendarat di permukaan komet yang berlapis es, berdebu dan sedang melaju kencang, aksi berani pertama yang dirancang untuk menjawab pertanyaan besar tentang alam semesta.

Namun, hari Sabtu (15/11), Badan Antariksa Eropa (ESA) mengatakan baterai Philae, penyelidik komet itu, habis, tetapi tidak sebelum mengirim bertumpuk-tumpuk data tentang sekitarnya ke Bumi.

ESA mengatakan Philae diangkat hari Jumat (14/11) sekitar 4 sentimeter dan memutar 35 derajat dalam upaya menariknya keluar dari tempat gelap sehingga panel suryanya bisa mengisi ulang baterainya yang habis. Belum jelas apakah rotasi yang sulit itu berhasil membawa panel-panel itu keluar dari tempat gelap.

Bahkan jika rotasi itu berhasil, mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan sebelum Philae dapat mengirim sinyal baru. Pemeriksaan rutin sinyal akan berlanjut. Sinyal terakhir diterima Sabtu pagi.

Pesawat Antariksa Eropa Berhasil Mendarat di Komet

Pesawat Antariksa Eropa Berhasil Mendarat di Komet


Badan Antariksa Eropa (ESA) berhasil mendaratkan robot penyelidik di sebuah komet yang sedang melaju cepat setengah miliar kilometer dari Bumi.


Badan Ruang Angkasa Eropa ESA berhasil mendaratkan sebuah robot untuk menyelidiki sebuah komet berkecepatan tinggi yang meluncur dan berjarak 500 juta kilometer dari bumi. Eksplorasi ruang angkasa pertama yang bersejarah ini merupakan upaya menjawab pertanyaan tentang asal usul alam semesta.

Robot pendarat “Philae” hari Rabu (12/11) mendarat di komet yang dikenal sebagai “Komet 67P – Churyumov-Gerasimenko”, tujuh jam setelah berpisah dari pesawat antariksa Rosetta – kapal induk yang membawa robot “Philae” untuk mencapai tempat-tempat terjauh dalam tata surya.

Ketika memastikan keberhasilan pendaratan itu, Manajer Pusat Antariksa Jerman Stephan Ulamec menggambarkan kepada orang-orang yang berada di markas ESA bagaimana robot “Philae” menggunakan semacam harpun atau alat pencakar untuk menambatkan dirinya pada permukaan komet.
Robot pendarat Philae berhasil mendarat pada sebuah komet yang meluncur dengan kecepatan tinggi (foto: ilustrasi).

“Philae menyampaikan informasi pada kami. Pertama, Philae menyampaikan bahwa harpun-harpunnya sudah ditembakkan dan piranti pendaratan sudah dimasukkan kedalam pesawat, sehingga posisi Philae kini tepat di atas permukaan komet, dan Philae terus mengirim lebih banyak data kepada kami,” papar Stephan Ulamec.

Pendaratan itu merupakan puncak perjalanan selama 10 tahun dari bumi. Pesawat antariksa Rosetta telah mengorbit komet sejak benda angkasa itu masih berada sekitar enam milyar kilometer dari bumi, sejak bulan Agustus lalu. Kini setelah mendarat, Philae akan memulai serangkaian eksperimen ilmiah untuk mengetahui komposisi organik dan non-organik komet tersebut.

Misi itu dinilai beresiko karena belum diketahuinya kondisi permukaan komet dan adanya masalah dengan roket pendorong yang seharusnya menjaga supaya Philae tidak terpantul ke antariksa.

Foto-foto yang dikirim dari Rosetta ke bumi menunjukkan bongkahan-bongkahan kasar batu dan es di permukaan “Komet 67P – Churyumov-Gerasimenko”.

Para ilmuwan berharap Rosetta – nama yang diambil dari batu bertulis yang membantu ilmuwan membaca bahasa Mesir kuno – akan memberi lebih banyak petunjuk tentang komet-komet yang merupakan sisa-sisa pembentukan sistem tata surya kita.

Paolo Ferri – Kepala Misi Operasi Badan Ruang Angkasa Eropa – mengatakan pendaratan “Komet 67P – Churyumov-Gerasimenko” di sasarannya tampaknya mulus.

Badan Ruang Angkasa Eropa ESA merayakan pencapaian kosmik itu setelah bekerja keras melalui masa tegang selama tujuh jam, yang berawal ketika pendarat Philae dilepaskan dari Rosetta, sementara keduanya – Rosetta dan Philae – serta komet tersebut meluncur di antariksa dengan kecepatan 66 ribu km per jam.

Para pejabat ESA bertepuk tangan dan berpelukan di ruang misi tersebut di Darmstadt ketika memperoleh kepastian bahwa pesawat antariksa tidak berawak Rosetta berhasil melepas pendarat Philae yang seukuran mesin cuci, dengan berat mencapai sekitar 100 kilogram.


Kepala ESA menggarisbawahi rasa bangga Eropa yang berhasil mendarat di sebuah lebih dulu dari Amerika. Rosetta dan Philae kini meluncur bersama komet itu untuk melintasi matahari dan mulai meningkat kegiatannya dalam suhu yang semakin hangat.

Ilmuwan Eropa Pertimbangkan Pendaratan Pesawat Ruang Angkasa di Komet


Ilmuwan Eropa Pertimbangkan Pendaratan Pesawat Ruang Angkasa di Komet



WASHINGTON DC—Ilmuwan-ilmuwan ruang angkasa Eropa harus segera memutuskan apakah akan berupaya melakukan pendaratan pesawat ruang angkasa di sebuah komet untuk pertama kalinya.

Setelah melakukan penerbangan selama sepuluh tahun – pesawat ruang angkasa berbobot 100 kilogram itu yang dilengkapi dengan kamera dan instrumen-instrumen ilmiah, bersiap-siap melakukan operasi yang bisa berbahaya, tetapi jika berhasil bisa memberi petunjuk baru tentang asal usul sistem tata surya kita.

Pesawat pendarat Rosetta – yang bernama Philae – menghadapi sejumlah kendala, termasuk fakta bahwa komet “Churyumov-Gerasimenko”berada lebih dari 450 juta kilometer dari bumi. Ketika Rosetta untuk pertama kalinya mengirim foto-foto komet dari jarak dekat bulan Agustus lalu – setelah melakukan perjalanan selama hampir sepuluh tahun – para ilmuwan melihat bongkahan batu dan es, kata Direktur Penerbangan Andrea Accomazzo.

“Permukaan komet itu sangat kasar, dan tidak berbentuk. Kami telah melihat semua foto yang dikirimnya. Jika pesawat pendarat itu menyentuh sebuah batu besar – misalnya – atau mendarat di sebuah lereng berukuran dua atau tiga meter, pesawat pendarat itu bisa terguling. Ini sesuatu yang tidak bisa kita kontrol. Kita perlu nasib baik karena resikonya begitu besar,” papar Andrea.
Komet Churyumov-Gerasimenko yang berjarak 450 juta kilometer dari planet bumi (foto: dok).

Komet merupakan obyek antariksa yang sangat menarik karena merupakan sisa-sisa pembentukan planet pada tahap awal. Karena sebagian besar komet terdiri dari es, para ilmuwan mengatakan sangat mungkin komet membawa air ke bumi – bahkan benih-benih kehidupan.Data dari permukaan komet itu akan merupakan tambahan informasi menarik atas apa yang sudah diamati para ilmuwan dari jarak dekat, ujar Paolo Ferri – kepala misi operasi Badan Ruang Angkasa Eropa.

“Kita tidak mau hanya melakukan pengukuran, memotret, mengukur gas dan debu dari jarak jauh. Kita ingin sampai di permukaan dan mengatakan kepada Rosetta : inilah tampilan sesungguhnya. Ini merupakan hasil ilmiah yang luar biasa,” jelas Ferri.

Jika berhasil melakukan pendaratan, pesawat ruang angkasa Philae akan memulai sembilan percobaan ilmiah untuk mengetahui komposisi organik dan non-organik komet tersebut.

Harald Krueger, kepala tim penyelidik eksperimen yang akan mengetahui struktur internal komet lewat gelombang suara, menjelaskan, “Alat ini memancarkan gelombang akustik lewat satu kaki dan gelombang itu bisa dideteksi pantulannya lewat kaki lainnya. Dengan begitu kita bisa mengetahui susunan bahan-bahan yang terdapat dalam inti komet itu”.


Para ilmuwan memperkirakan prosedur pendaratan akan memakan waktu sekitar tujuh jam, dan selama itu Philae bisa mengirim data ilmiah dan foto-foto yang lebih tajam ke bumi.

Astronot Amerika dan Rusia Tiba di Stasiun Antariksa

Astronot Amerika dan Rusia Tiba di Stasiun Antariksa


Pesawat antariksa Soyuz Rusia diluncurkan dari sarana Baikonur di Kazakhstan Kamis malam (25/9), membawa ke orbit Alexander Samokutyaev dan Elena Serova dari Rusia dan astronot Amerika Barry Wilmore.

Para astronot dari Rusia dan Amerika Serikat telah tiba dengan selamat di Stasiun Antariksa Internasional, ISS, hari Jumat (26/9).

Pesawat antariksa Soyuz Rusia diluncurkan dari sarana Baikonur di Kazakhstan Kamis malam (25/9), membawa ke orbit Alexander Samokutyaev dan Elena Serova dari Rusia dan astronot Amerika Barry Wilmore.

Serova adalah wanita Rusia yang baru ke-4 terbang ke antariksa dan yang pertama melakukannya sejak tahun 1997.

Awak yang baru ini akan tinggal di ISS selama enam bulan, bergabung dengan sebuah tim 3 astronot lannya yang sudah berada dalam ISS tersebut.


China Luncurkan Pesawat Tak Berawak untuk Orbiti Bulan

China Luncurkan Pesawat Tak Berawak untuk Orbiti Bulan


Program delapan hari itu dimaksudkan untuk mencoba teknologi yang akan digunakan dalam misi yang direncanakan pada 2017 untuk mengumpulkan sampel dari permukaan bulan.


China telah meluncurkan pesawat antariksa tak berawak untuk pertama kalinya dalam program antariksa negara itu, yang akan terbang mengitari bulan dan kembali ke Bumi.

Pesawat tak berawak itu diluncurkan Jumat pagi (24/10) dari pusat peluncuran satelit Xichang di provinsi Sichuan, China barat daya.

Program delapan hari itu dimaksudkan untuk mencoba teknologi yang akan digunakan dalam misi yang direncanakan pada 2017 untuk mengumpulkan sampel dari permukaan bulan.

Kantor berita resmi Xinhua mengatakan misi terbaru ini akan “memperoleh data eksperimen dan menguji coba teknologi memasuki kembali atmosfer Bumi.”

China telah meluncurkan dua pesawat yang mengorbiti bulan. Tahun lalu, China mendaratkan sebuah kendaraan di permukaan bulan. Kedua misi itu tidak dirancang untuk kembali ke Bumi.

Beijing berharap kelak akan dapat bersama Amerika Serikat dan Rusia sebagai negara-negara yang telah mengirim manusia ke bulan.

Beijing juga berencana mendirikan stasiun antariksa yang permanen sebelum 2020.


Pesawat Eksperimennya Meledak, Virgin Tetap Yakin Terbang Maret 2015



Tampaknya Virgin Galactic tak kenal menyerah untuk melancarkan ambisinya sebagai pesawat komersil yang membawa penumpangnya wisata ke ruang angkasa. Padahal sebelumnya, uji coba penerbangan SpaceShipTwo meledak di angkasa di gurun Mojave, California, Amerika Serikat.

Chief Executive Officer (CEO) Virgin Galactic, George Whitesides, mengungkapkan perusahaannya kini telah mempersiapkan pesawat baru yang akan mengudara tahun depan. Ini akan dilakukan setelah penyelidikan insiden kecelakaan SpaceShipTwo selesai.

"Pesawat ruang angkasa kedua semakin dekat dengan kesiapannya," ujar Whitesides kepada Daily Mail edisi Selasa 4 November 2014.

Lebih lanjut lagi, Whitesides mengatakan, pesawat baru tersebut sudah hampir selesai dirampungkan, yang dimana menunggu izin dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat.

Hal senada pun terlontar dari empunya Virgin Galactic yakni Richard Branson bahwa misi tersebut harus tetap terlaksana. Yang diharapkan, calon penumpang pesawat wisata ruang angkasa itu dapat segera merasakan sensasi berada di ruang hampa, seperti ruang angkasa, pada tahun depan.

"Kami benar-benar berpikir pada bulan Maret tahun depan kami akan berada di sana (ruang angkasa)," kata Branson.

Mengenai insiden kecelakaan SpaceShipTwo, Branson akan mencoba untuk menelurusi yang dianggap tidak beres dan segera memperbaikinya.

"Kami berhutang kepada pilot kita. Kami akan mencari tahu apa yang salah. Jika kita bisa mengatasinya, kita akan benar-benar yakin bahwa mimpi akan terus berlanjut," ungkapnya.

Pada uji coba pertama penerbangan SpaceShipTwo, co-pilot Michael Alsbury tewas, sedangkan pilotnya Peter Siebold mengalami luka berat yang kini masih dirawat di rumah sakit setempat.

Jumat pekan lalu, SpaceShipTwo meledak di udara yang menyebabkan puing-puingnya berserakan hingga 5 mil atau 8 kilomter di gurun Mojave, California. Gurun Mojave berjarak sekitar 95 mil atau 150 kilometer dari di utara Los Angeles, Amerika Serikat.

Sebanyak 700 calon penumpang yang dikabarkan telah memiliki tiket yang masing-masingnya senilai Rp3 miliar. Beberapa calon penumpang tersebut merupakan selebriti dunia seperti Katty Perry, Lady Gaga, dan Justin Bieber.

Pesawat Virgin Meledak, Penyelidik: Mungkin Salah Kopilot

Pesawat Virgin Meledak, Penyelidik: Mungkin Salah Kopilot


Teka-teki meledaknya pesawat SpaceShiptTwo pada Jumat pekan lalu, lambat laun terkuak. Dewan Keselamatan Transportasi Nasional Amerika Serikat (NTSB) mengatakan, kopilot yang tewas tersebut diduga salah dalam mengendalikan pesawat.

Dilansir Los Angeles Times, Selasa 4 November 2014, kopilot SpaceShipTwo yakni Michael Alsbury, diduga terlalu awal dalam membuka kontrol aerodinamis pada pesawat ruang angkasa tersebut.

"Dia (Alsbury) duduk di kursi yang tepat. Namun, dia membuka tuas yang mungkin telah menyebabkan ekor pesawat ruang angkasa itu naik dan menciptakan hambatan, yang dikenal dengan feathering," ungkap ketua investigator dari NTSB, Christopher Hart.

Menurut NTSB, tindakan prematur tersebut dilakukan sebelum SpaceShipTwo meledak di angkasa dan puing-puingnya berserakan di gurun Mojave, California.

"Kesalahan pilot mungkin menjadi penyabab utama kecalakaan itu," kata Hart.

Untuk melengkapi dugaan tersebut, NTSB akan menyelediki pilot SpaceShipTWo yang selamat dari tragedi nahas tersebut, yaitu Peter Siebold. Namun, untuk saat ini pihak penyelidik belum bisa mewawancarai Siebold yang masih dirawat secara intensif di rumah sakit setempat akibat luka parah yang dideritanya.

NTSB pun ikut melibatkan pihak lain yang tergabung dalam kelompok kinerja manusia untuk menyelidiki kecelakaan tersebut. Diperkirakan lembaga tersebut membutuhkan waktu setidaknya satu tahun lamanya untuk menyelesaikan penyelidikan.

Namun, CEO Galactic George Whitesides sedikit mengabaikannya dengan mengaku telah merancang sebuah pesawat baru yang akan rampung pada akhir tahun dan disiapkan dapat mengudara pada Maret 2015.

Dalam program yang diagendakan Virgin Galactic dengan pengalaman wisata ke ruang angkasa tersebut, setidaknya ada sekitar 700 calon penumpang yang telah mengantre dengan nilai tiket sebesar Rp3 miliar. Diantara calon penumpang tersebut, terdapat para pesohor dunia macam Katty Perry, Lady Gaga, dan Justin Bieber.

NASA Siapkan Pesawat Antariksa untuk Jarak Jauh



Sistem peluncuran antariksa atau SLS itu dirancang untuk membawa astronot ke luar orbit bumi menuju sebuah asteroid dan kelak ke Mars sebelum 2030-an.

Badan antariksa Amerika NASA mengatakan sistem roketnya untuk antariksa yang jauh telah lulus dari peninjauan kembali yang penting tetapi peluncuran uji coba yang pertama telah ditangguhkan satu tahun hingga pada 2018.

Sistem peluncuran antariksa atau SLS itu dirancang untuk membawa astronot ke luar orbit bumi menuju sebuah asteroid dan kelak ke Mars sebelum 2030-an.

Para pejabat NASA tidak mengatakan mengapa peluncuran percobaan itu ditunda.

Penerbangan percobaan pertama roket SLS akan mengirim kapsul Orion tak berawak melampaui orbit rendah Bumi. NASA mengatakan pembuatan roket itu akan menelan biaya lebih dari US$7 milyar antara 2014 dan peluncuran.

Roket pertama akan mampu membawa 77 ton awak dan kargo ke orbit. NASA berharap roket-roket masa depan akan sangat besar, mampu mengangkut 143 ton sampai ke Mars dan bulan-bulannya.

Murid yang Magang di NASA Jelajahi Karir Bidang Antariksa



Siswa magang mendapatkan antusiasme dan perspektif yang baru mengenai tempat di mana banyak siswa ingin dipekerjakan, sebagai generasi berikut ilmuwan NASA.

Pusat Penerbangan Antariksa Goddard NASA, di luar kota Washington DC, bukan hanya merancang peralatan dan ilmu teknologi guna mempelajari tata surya dan antariksa, namun juga menyiapkan ilmuwan masa depan melalui sejumlah program edukatif pendidikan.

Program magang selama 10 minggu pada musim panas, menyediakan kesempatan bagi siswa sekolah menengah atas dan perguruan tinggi untuk melakukan beraneka ragam proyek yang berkaitan dengan antariksa, mulai dari ilmu komputer dan robotik, hingga ilmu teknologi mekanik dan antariksa. 

Dibutuhkan seorang ilmuwan robotik untuk merancang dan membuat robot antariksa, dan Louis Parent adalah seorang calon ilmuwan seperti itu. 

“Saya sangat senang ilmu robotik karena bisa membuat sebuah mesin melakukan tugas yang mudah Anda lakukan sendiri, dan Anda bisa melihat, rumitnya membuat mesin melakukan fungsi itu. Lalu, jika hal ini berjalan dengan baik, maka mesin itu akan melakukan tugas itu lebih baik dari yang diharapkan," ujarnya.

Mahasiswa jurusan teknik mesin Universitas Illinois ini akan segera merampungkan masa magang selama 10 minggu di Goddard. 

“Ini adalah pekerjaan magang terbaik yang pernah saya peroleh karena saya mengerjakan sebuah proyek yang nyata dan sangat berguna, dan menangani data yang penting untuk pekerjaan yang dilaksanakan di sini dan benar-benar berkontribusi bagi sains dan teknonologi," ujarnya.

Interaksi dengan mentor dan rekan-rekan sesama magang memberinya pemahaman yang lebih baik atas apa yang dibutuhkannya guna mengejar karir dalam bidang ini.

“Saya sangat membutuhkan pengetahuan ilmu komputer yang luas, yang sebelumnya tidak ingin saya tekuni karena bukan pelajaran favorit saya, namun akhirnya saya mengerti bahwa ilmu ini dibutuhkan. Setelah melihat penerapannya di sini, saya ingin berbuat lebih banyak lagi," ujarnya.

Pengalaman yang mengubah pandangan seperti ini adalah penting dalam program magang NASA, kata Rick Obenschain, wakil direktur Goddard.

“Jika Anda melatih seseorang dengan baik di sini, maka Anda akan memberinya pengalaman, dan antusiasme, yang akan mereka bawa, apakah mereka tetap bekerja untuk NASA, di pemerintah atau dalam industri ini," ujarnya.

Obenschain juga pernah magang pada 1962 ketika pusat penerbangan antariksa ini baru dibuka di Greenbelt, Maryland. Program magang ini sudah banyak berubah sejak itu.

“Kami telah memiliki lebih dari 400 siswa magang di sini. Ini termasuk siswa sekolah menengah atas, perguruan tinggi, maupun program S2," ujarnya.

Mablelene Burrell, yang memimpin program magang musim panas di Goddard, mengatakan 40 persen peserta program tersebut kali ini adalah perempuan.

“Sebagian besar magang ini belajar di bidang ilmu pasti. Mereka adalah calon insinyur yang mencakup bidang yang luas mulai dari mesin hingga listrik. Ada insinyur sipil, antariksa, dan matematika. Ada juga mahasiswa fisika. Mereka berbeda dengan mahasiswa yang kami terima sebelumnya. Mereka lebih peka terhadap keadaan sosial sekarang," ujarnya.

Ilmuwan dari Goddard memainkan peranan yang penting dalam perekrutan siswa magang, kata Robert Gabrys, Kepala Kantor Urusan Pendidikan.

Manusia Bisa Tinggal di Kota Luar Angkasa pada 2100



Jika memang terlalu lama mencari planet hunian alternatif yang mirip Bumi, mungkin membuat kota buatan di luar angkasa usulan yang bagus. Diperkirakan pada 2100 nanti, manusia sudah bisa tinggal di kota buatan tersebut.

Menurut Dr. Al Globus, solusi yang paling logis dalam waktu dekat adalah untuk berpindah dan berdiam di orbit Bumi. Dia memperkirakan, jika bahaya ancaman asteroid bisa dihindari, manusia bisa mulai berpindah ke orbit yang mengitari planet pada akhir abad ini.

Dr. Globus adalah seorang ilmuwan di pusat riset Nasa Ames. Bertahun-tahun, ia telah mengerjakan banyak proyek Nasa, mulai dari teleskop Hubble, ISS, pesawat luar angkasa dan banyak lagi.

Dalam beberapa dekade ini, dia tertarik untuk membuat kediaman di luar angkasa. Hal ini membuatnya menggarap ide tentang kontes Space Settlement. Kontes ini menantang para mahasiswa untuk mendesain tempat koloni manusia di luar angkasa.

"Jika ditanya apakah bisa terwujud, tentu saja bisa. Jika kita sebagai manusia mau mengambil keputusan, kita bisa melakukannya. Kita punya kemampuan, ilmu pengetahuan, uang. Apalagi? Jika tidak ada bencana besar yang mengubah Bumi dalam beberapa abad ke depan, kita bisa," kata Dr. Al Globus, seperti dikutip melalui Daily Mail, Jumat 19 September 2014.

Menurut dia, manusia bisa memiliki tempat tinggal di luar angkasa dalam hitungan beberapa dekade. Bahkan, kemungkinan dalam hitungan kurang dari satu abad.

Dr. Al Globus menjelaskan jika tempat tinggal di luar angkasa yang dimaksud bukanlah planet seperti yang selama ini dicari, melainkan mirip sebuah kota yang ada di Bumi. Sebuah kota buatan yang bisa mengorbit di samping Bumi.

"Ini merupakan tempat tinggal kita, untuk membesarkan anak-anak, di mana Anda bisa terbang mengunjungi sanak saudara yang masih tinggal di Bumi," paparnya.

Apa Itu Space Settlement?

Menurut Dr. Al Globus, Space Settlement mirip dengan sebuah kota kecil yang dibangun di luar angkasa berlokasi di orbit Bumi. Tidak seperti ISS yang hanya bisa menampung 6 orang, Space Settlement harus bisa menampung ratusan bahkan hingga ribuan orang.

Kota kecil di luar angkasa itu harus memiliki gravitasi buatan dengan cara berputar mengelilingi porosnya.

Memang tidak mudah membuat kota kecil di angkasa. Banyak kendala yang harus dihadapi, terutama terkait dengan dana, khususnya biaya untuk terbang ke luar angkasa dengan roket.

Biaya penerbangan mau tidak mau harus diturunkan agar pulang pergi dari Bumi ke luar angkasa bisa dilakukan berkali-kali.

Kendala lainnya adalah dukungan kehidupan. Koloni di luar angkasa pada masa depan membutuhkan segalanya sama dengan Bumi. Oleh karena itu, harus dibuat pertanian dalam ruangan dan juga dukungan energi solar.

Tantangan terberat adalah membuat pelindung radiasi untuk mengamankan warga yang tinggal di kota buatan itu bebas dari paparan kosmis dan radiasi solar.

Badan Antariksa Eropa Targetkan Pendaratan di Komet



Bila NASA berupaya mencari planet yang diduga cocok untuk dihuni manusia di masa depan, Badan Antariksa Eropa (ESA) akan melakukan langkah cukup gila, yakni mendarat di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko (komet 67P/CG)

Saat ini, para insiyur dan ilmuwan ESA merencanakan strategi tepat untuk mendarat di komet tersebut. Hal ini dikarenakan batu angkasa itu memiliki permukaan yang tidak rata sehingga dibutuhkan langkah yang tepat untuk mendarat.

"Kami telah menemukan komet 67P/CG sejauh ini. Sebuah komet yang fantastis untuk dikunjungi," kata Dr. Christopher Carr, seorang peneliti utama pada instrumen Rosetta Plasma Konsorsium, dilansir BBC edisi Senin 15 September 2014.

ESA sendiri direncanakan akan memberangkatkan kendaraan ruang angkasanya pada 11 November mendatang. Kendaraan berbentuk robot itu menyerupai laba-laba dan difungsikan untuk menjelajah komet tersebut.

Jika program tersebut berhasil maka itu akan menjadi sejarah keberhasilan eksplorasi ruang angkasa.

"Tidak ada pesawat ruang angkasa yang pernah mengorbit di sebuah komet aktif sebelumnya. Jadi, ini yang pertama kalinya," jelas Carr.

Selain menjadi yang pertama, tujuan pendaratan di komet itu sebagai pelajaran untuk memahami batu ruang angkasa.

Carr mengatakan, pihaknya sedang mempelajari gambar mengenai komet tersebut untuk mengetahui pendaratan yang tepat nantinya.

Dan juga ESA mempelajari sifat komet, berusaha untuk mencari tahu bagaimana objek tersebut dibangun dan komposisi material dan senyawa yang ada di dalamnya.

Karakter Debu Antariksa Teridentifikasi



Untuk pertama kali, para ahli meneliti debu antariksa yang dibawa pulang wahana milik NASA, Stardust. Dengan mengetahui komposisi debu antarbintang, mereka berharap bisa menjelaskan asal-usulnya. 

Stardust diluncurkan pada 1999 untuk mengumpulkan partikel debu Komet 81P/Wild atau Wild 2 dan kapsulnya kembali ke Bumi pada 2006. Sebagian debu dikumpulkan dari komet itu, sebagian berasal dari aliran debu antarbintang dari berbagai bintang di Galaksi Bimasakti. 

Debu antarbintang rata-rata berukuran 0,4 per sejuta meter, berasal dari proses evolusi bintang mulai dari kelahiran hingga kematian bintang yang terlempar ke ruang antarbintang, mengalami kondensasi jadi batuan kecil dingin, dan membentuk lingkungan kosmik kini. 

Adapun debu komet lebih tua karena dari sisa pembentukan tata surya, sebelum Matahari terbentuk, dan memanas, meleleh, serta terbentuk saat mendekati Matahari. 

Menurut analisis sementara Andrew Westphal dari Laboratorium Sains Antariksa, Universitas California, materi antarbintang terdiri dari beragam ukuran, komposisi kimia, dan struktur. 

”Ini berbeda dengan pandangan sebelumnya bahwa semua debu antariksa serupa,” kata Westphal, Kamis (14/8/2014).

Program Antariksa AS Diminta Fokus pada Mars




Laporan Dewan Riset Nasional AS, yang ditugasi oleh NASA, merekomendasikan pendekatan batu loncatan ke arah Mars. Amerika Serikat seharusnya meninggalkan "pendekatan fleksibel" untuk misi manusia di luar Bumi, menetapkan Mars sebagai tujuan akhir dan membuka pintu kepada China sebagai salah satu mitra potensial, menurut sebuah kajian program penerbangan antariksa manusia, Rabu (4/6).

Laporan Dewan Riset Nasional AS, yang ditugasi oleh badan antariksa Amerika NASA, merekomendasikan pendekatan batu loncatan menuju Mars yang membangun pengetahuan teknologi melalui serangkaian misi-misi awal yang terdefinisikan dengan baik.

Semua opsi dimulai dengan Stasiun Antariksa Internasional, sebuah kompleks riset berbiaya US$100 miliar yang melayang 400 kilometer di atas Bumi, menurut laporan setebal 286 halaman yang dirilis Washington, D.C.

Salah satu jalurnya termasuk rencana NASA baru-baru ini untuk menangkap asteroid dengan robot, mengalihkannya ke orbit tinggi sekitar bulan dan mengirim astronot ke sana untuk menjelajah. Laporan itu menyarankan langkah itu dilanjutkan dengan misi-misi ke bulan-bulan Mars, lalu ke orbit Mars dan akhirnya ke permukaan planet merah itu.

NASA dapat mengikuti program Stasiun Antariksa Internasional, yang saat ini menghabiskan anggaran AS sebanyak $3 miliar per tahun, dengan serangkaian program ke bulan sebelum ke Mars, menurut laporan tersebut.
  
NASA mengatakan mendukung penemuan-penemuan panel tersebut.

"Ada konsensus bahwa tujuan kita haruslah sebuah misi manusia ke Mars," ujar badan tersebut dalam pernyataan tertulis.

Panel tersebut tidak memberikan estimasi spesifik mengenai biaya misi Mars, namun berdasarkan inisiatif-inisiatif luar angkasa sebelumnya, publik akan mendukung upaya itu. (Reuters)

Flag Country

free counters