Astronot Rusia Jalan di Angkasa, Lepas Satelit Riset



Astronot Rusia keluar dari ISS dan berjalan di angkasa untuk melepas satelit riset Peruvia. Satelit riset ini memiliki misi untuk mengobservasi bumi.

Oleg Artemiev, yang telah lama berada di ISS, melemparkan kotak berukuran 4 inci itu dari tangannya. Ia berada di luar ISS yang saat ini berlokasi 260 mil di atas angkasa. Satelit itu pun dengan lembut melayang dan menempati orbitnya dengan tepat.

Kamera merekam satelit nano bernama Chasqui yang melayang menjauh dari ISS. Mitra astronot Artemiev, Alexander Skvortsov, mencoba mempertahakan posisinya agar kamera di helm astronotnya bisa merekam detik-detik peluncuran satelit itu dengan baik.

Menurut ABCNews, Selasa 19 Agustus 2014, satelit itu memiliki berat sekitar 2 pon. Di dalamnya terdapat perangkat untuk mengukur suhu dan tekanan. Terdapat kamera juga di dalamnya untuk bisa mengambil gambar-gambar bumi dari angkasa.

Butuh waktu sekitar setengah jam bagi satelit nano itu untuk bisa mencapai lokasi yang ditentukan. Setelah selesai menerbangkan satelit Peruvia itu, Artemiev dan Skvortsov melanjutkan pekerjaannya dengan memeriksa sisi-sisi luar ISS, mereka juga mengumpulkan contoh benda-benda yang menempel di jendela kompartemen milik RUsia. Benda ini akan dijadikan sampel untuk memeriksa senyawa dan benda apa saja yang telah 'berkunjung' ke ISS.

Kedua astronot itu menyelesaikan pekerjaan mereka selama 5 jam. Pengendali ISS di bumi pun tidak lupa mengucapkan terima kasih atas upaya mereka.

Sebelumnya, kedua astronot ini juga pernah melakukan perjalanan ke luar ISS. Tepatnya pada bulan Juni, beberapa bulan setelah mereka sampai di ISS. Empat orang lainnya sudah lebih dulu ada di sana. Dua orang dari Amerika dan satu orang Jerman, sedangkan satunya lagi juga seorang kosmonot.

Obyek Angkasa Langka Ditemukan, Bintang yang "Hamil" Bintang




Astronom menemukan bintang yang semula hanya ada dalam teori, sebuah bintang yang "hamil" atau berisi bintang lain.

Bintang yang berisi bintang disebut dengan obyek Thorne Zytkow, atau disebut juga bintang hibrida. Teori tentang adanya bintang ini dikemukakan oleh Kip Thorne dan Anna Zytkow pada 1975.

Bintang yang mengagumkan itu ditemukan dengan teleskop 6,5 meter Magellan Ckay di Las Campanas, Cile.

Tim astronom yang dipimpin oleh Emily Levesque dari University of Colorado Boulder tengah mengamati spektrum cahaya sebuah bintang raksasa merah bernama HV 2112.

Saat pengamatan, keanehan pun terlihat. Nidia Morrel dari Carnegie Observatory mengatakan, "Saya tak tahu apa itu, tetapi saya tahu saya menyukainya."

Analisis kemudian mengungkap bahwa bintang raksasa merah ini memiliki unsur rubidium, litium, dan molibdenum yang berlebih.

Kandungan rubidium, litium, dan molibdenum tersebut dalam jumlah berlebih merupakan ciri dari obyek Thorne Zytkow.

Berdasarkan kandungan itu, astronom kemudian menyatakan bahwa bintang raksasa merah yang ditemukan sejatinya obyek Thorne Zytkow.

Obyek Thorne Zytkow terbentuk ketika bintang raksasa merah menelan bintang neutron, sebuah bintang produk supernova.

Zytkow, yang pertama mengemukakan teori adanya obyek itu, mengaku senang dengan penemuan terbaru ini.

"Saya sangat senang bahwa konfirmasi lewat observasi dari teori kami mulai muncul," ungkapnya seperti dikutip Nature World News, Rabu.

Rupanya Ada "Segitiga Bermuda Antariksa" di Atas Brasil




Ada sebuah wilayah di atas Brasil yang disebut "Segitiga Bermuda Antariksa". Tak seperti Segitiga Bermuda di Bumi yang cuma mitos, wilayah itu benar-benar ada dan diakui oleh para ilmuwan.

Memantau wilayah tersebut, komputer di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selalu mengalami crash, teleskop dan satelit mengalami malafungsi, serta astronot selalu melihat kilatan cahaya bila ISS melintas tepat di atasnya. Ada apa gerangan di wilayah itu?

Segitiga Bermuda Antariksa merupakan produk dari adanya Van Allen Radiation Belt, cincin partikel energetik yang mengelilingi Bumi dan bertahan karena adanya medan magnet Bumi. Van Allen Radiation Belt berada di ketinggian antara 1.000 hingga 6.000 km.

Segitiga Bermuda Antariksa eksis karena medan magnet Bumi tidak seragam. Ada wilayah-wilayah tertentu yang memiliki medan magnet rendah. Di wilayah itulah Segitiga Bermuda Antariksa ada. Di sana, radiasi Matahari mampu menembus Bumi lebih dekat.

Baru-baru ini, ilmuwan asal Italia berhasil melakukan penghitungan untuk menentukan lokasi Segitiga Bermuda Antariksa. Mereka menganalisis data rekaman satelit BeppoSAX yang secara rutin melewati bagian atas tersebut.

Ilmuwan menemukan, bagian bawah dari Segitiga Bermuda Antariksa memiliki radiasi lebih rendah. Selain itu, area Segitiga Bermuda Antariksa ternyata bisa berpindah. Setiap tahun, area bergeser 34 km ke arah Afrika. Tahun 2114, area ini diperkirakan ada di Namibia.

Hasil penelitian itu memberi gambaran tentang apa yang terjadi di medan magnet Bumi. Dengan memiliki pemahaman mendalam, ilmuwan dan astronot bisa mengelola perangkat sensitif yang ada di ISS. 

Segitiga Bermuda Antariksa bukan sesuatu yang harus ditakuti. Tidak ada bencana yang bisa muncul akibat fenomena ini. Radiasi Matahari hingga ketinggian 200 km di atas permukaan Bumi punya rentang yang hampir sama.

Asteroid Terbesar di Tata Surya Menyemburkan Air ke Angkasa




KOMPAS.com — Observasi terbaru menunjukkan bahwa asteroid terbesar di Tata Surya, Ceres, menyemburkan air dalam bentuk uap ke antariksa.

Ilmuwan telah lama menduga bahwa Ceres menyimpan air. Namun, baru kali ini, pelepasan air di benda langit itu berhasil dideteksi.

Fakta tersebut ditemukan lewat penelitian menggunakan wahana antariksa Herschel milik Badan Antariksa Eropa (ESA) dan dilaporkan dalam jurnal Nature edisi terbaru.

Uap air dipercaya berasal dari daerah berwarna gelap di permukaan asteroid itu. Namun, ilmuwan belum yakin mengapa uap air itu tersembur ke antariksa.

Michael Kuppers dari ESA mengungkapkan, salah satu hipotesis sebab semburan air adalah adanya pemanasan oleh Matahari sehingga es langsung menguap.

"Kemungkinan lain adalah adanya energi di interior Ceres," ungkap Kuppers seperti dikutip BBC, Rabu (22/1/2014). 

"Dan energi itu bisa membuat air keluar dengan cara yang sama seperti gletser, bedanya karena tekanan rendah di permukaan asteroid, air keluar dalam bentuk gas, bukan cairan," imbuhnya.

Jumlah uap air yang disemburkan Ceres ke antariksa memang tak banyak. Namun, Herschel mampu memastikan bahwa yang dilepaskan memang molekul air.

Wahana antariksa Herschel telah dinonaktifkan tahun lalu. Tahun 2015 nanti, wahana antariksa Dawn akan kembali menyelidiki Ceres.

Dawn akan mengorbit dan memetakan obyek selebar 950 km tersebut serta menentukan kompisisi dan strukturnya.

"Dawn juga juga akan mengobservasi area berwarna gelap dengan resolusi tinggi dan mungkin akan menjawab pertanyaan proses di balik terciptanya uap air," kata Kuppers.

Kesuksesan Iran Kirim Kera ke Antariksa Dipertanyakan



Minggu, 3 Februari 2013 | 04:39 WIB


TEHERAN, KOMPAS.com — Pada 28 Januari lalu, Pemerintah Iran menyatakan telah berhasil meluncurkan seekor kera ke orbit Bumi menggunakan wahana angkasa Pishgam dan kembali dengan selamat.

Klaim ini diperkuat dengan kabar di sejumlah media Pemerintah Iran yang memperlihatkan para ilmuwan Iran tengah mengeluarkan kera itu dari wahana angkasa yang kembali mendarat di Bumi.

Namun, klaim Pemerintah Iran ini kemudian mengundang pertanyaan para pengguna dunia maya. Mereka mempertanyakan bahwa foto-foto yang dirilis Pemerintah Iran diduga menampilkan kera yang berbeda saat akan diluncurkan dan saat kembali di Bumi.

Saat akan diluncurkan, kera itu berbulu abu-abu muda dengan semacam tahi lalat berwarna merah di atas mata kanannya. Namun, foto yang diambil saat kera itu dikeluarkan dari kapsul Pishgam menunjukkan warna lebih gelap dan di atas mata kanannya tidak ada tahi lalat merah.

Perbedaan dalam kedua foto itu ditunjukkan sejumlah media Barat, yang memang sejak awal mempertanyakan klaim Pemerintah Iran itu. Terlebih lagi, upaya Iran sebelumnya mengirim kera ke angkasa luar pada 2011 berakhir dengan kegagalan.

Di situs jejaring sosial, beberapa komentar miring muncul menanggapi foto kera itu.

"Si kera pergi ke angkasa luar dan bertemu dokter yang menghilangkan tahi lalatnya," ujar seorang pengguna internet.

Hingga Sabtu (2/2/2013) malam, Pemerintah Iran sejauh ini belum menanggapi semua pertanyaan tersebut.

Dua situs berita yang dekat dengan Pemerintah Iran, Rajanews dan Nasimonline, tanpa mengutip sumber tertentu, mengatakan bahwa foto-foto kera yang dirilis sebelum peluncuran roket adalah arsip peluncuran kera pada 2011 yang gagal.

Namun, foto-foto yang dirilis seusai peluncuran adalah kera yang berhasil kembali dengan selamat dari orbit Bumi.

Ruang Angkasa Bukti Dunia Nyata


Salah  satu  ciri  kemajuan  adalah  ketika  seseorang  dari  sebuah  komunitas  melayangkan pendapat,kemudian   anggota  yang  lain  dari  komunitas   tersebut  senantiasa  bekerjasama  dan membantu  untuk  merealisasikannya.  Kemungkinan  besar  sebagian  dari  mereka  meragukan,  tak peduli atau bahkan menganggap bahwa pendapat orang tersebut adalah mustahil untuk menjadi nyata.  Kini  teori  kemustahilan  nyaris  tak  pernah  terdengar  lagi  dalam  dunia  teknologi,  ribuan ‘pemikir’ berkiprah dalam dunia teknologi  dan merubah kata ‘mustahil’ menjadi kata ‘pasti bisa’. Seperti  halnya  ketika  teori  heliosentris  dan  geosentris  terpatahkan  kemudian  manusia  tertarik dengan dunia di luar atmosfir Bumi dengan mengandalkan intelektualnya membangun koneksi dan perangkat canggih hingga mampu meluncur ke langit yang minim gravitasi.

Satelit dan stasiun ruang angkasa adalah teknologi tingkat tinggi yang merupakan buah hasil pemikiran  panjang  dan  tentunya  telah  melalui  pro-kontra  masyarakat.  Namun,  pada  akhirnya teknologi asing –di awal kemunculannya-ini dapat diterima dengan baik di tengah masyarakat dunia. Manfaat dari satelit dapat dinikmati setiap orang, namun tidak demikian dengan stasiun ruang angkasa  yang  saat  ini  hanya  dapat  menampung  beberapa  orang  astronot  dan  belum  dapat menampung manusia dalam jumlah banyak. Satelit dan stasiun ruang angkasa tidak menimbulkan radiasi  berbahaya  maupun  pencemaran  terhadap  lingkungan,  sehingga  dapat  dikatakan  aman terhadap kelangsungan hidup biodiversity di Bumi. 

Adalah hal biasa yang sering kita dengar ketika seorang astronot pergi ke ruang angkasa dan melakukan perjalanan ruang angkasa. Namun, jika hal tersebut dilakukan oleh sekelompok orang bukan astronot dengan tujuan bertamasya, apakah hanya bayangan kemustahilan yang muncul di benak Anda? Bagaimana jika suatu hari, stasiun ruang angkasa masa depan dapat mencakup seluruh komunitas dan menjadi pelabuhan tempat para penumpang menunggu penerbangan menuju ke planet lain? Percayakah akan ada satu jenis satelit yang dapat membuat perjalanan ke ruang angkasa jauh  lebih  mudah?  Minimalnya,  sejenak  kita  gunakan  perspektif  ‘pasti  bisa’  untuk  memahami kemungkinan yang terjadi mengenai koneksi masyarakat Bumi dan ruang angkasa dengan lebih masuk akal.  

Stasiun adalah sebuah tempat yang menjadi titik acuan alat transportasi darat, yaitu kereta api. Di masa depan, kata ‘stasiun’ dapat berlaku di ruang angkasa sebagai benda yang mengorbit mengelilingi Bumi, yang menjadi titik awal perjalanan ke ruang angkasa, dan tempat mengisi bahan bakar pesawat ruang angkasa –yang akan dirakit-. Sebuah stasiun ruang angkasa telah dirancang oleh NASA, ia akan berputar dan dilengkapi panel surya sangat besar. Dengan menggunakan tenaga tata surya juga, pesawat Pathfinder dapat membawa satelit tinggi dan diluncurkan di ruang angkasa.

Adapun  beberapa  ilmuwan  berpendapat  bahwa  akan  lebih  baik  jika  mendirikan  pangkalan  di permukaan  Bulan  daripada  membangun  stasiun  ruang  angkasa  yang  besar  dari  awal.  Bahkan ilmuwan NASA memperkirakan adanya sekitar 300 juta ton air di Bulan. Layaknya kegunakan air pada umumnya, air ini juga dapat digunakan untuk air minum, mencuci dan bahkan untuk membuat bahan bakar roket. Hebatnya lagi air tersebut juga dapat menjadi bahan bakar bagi pesawat ruang angkasa yang membawa pemukim ruang angkasa ke Mars. Pemanasan global semakin merajalela di Bumi kita. 

Hingga puluhan terobosan di banyak sektor berusaha memecahkan masalah ini. Namun apa daya jika hal itu tidak selaras dengan gaya hidup masyarakat zaman sekarang yang seringkali menjadi pemicu keadaan menjadi semakin kritis. Bahkan beberapa pemuka mengatakan bahwa sekitar 50-100 tahun yang akan datang, sebagian besar daratan akan tenggelam, hingga terulang kembalilah nuansa es seperti ratusan juta tahun yang lalu. Dengan kacamata yang kita gunakan saat ini, hal itu terlalu jauh untuk difikirkan, buktinya kita selalu  merasa  masih  dalam  keadaan  yang  baik-baik  saja  tanpa  ancaman  berarti.  Gunakanlah kacamata lainnya yang membuat kita berpandangan bahwa segala hal yang ekstrim sekalipun dapat terjadi tiba-tiba, ditambah lagi gejala-gejala yang memang telah menguap dari setiap celah bumi ini.

Hal-hal itu mengusik perhatian para ilmuwan yang berfikir kritis, mereka berpendapat bahwa kita harus menyiapkan suatu tempat yang benar-benar aman yang tentunya diiringi teknologi mutakhir, dengan cara mengalihkan habitat kehidupan manusia ke sebuah ruang di luar Bumi, yaitu ruang angkasa.  Mungkinkah  sebagian  orang  menertawai  pendapat  tersebut?  Itu  adalah  kemungkinan besar. Apakah ada yang meresponnya dengan respon positif? Tentu tak sedikit, buktinya para jenius telah menyiapkan  planning  pengalihan habitat manusia ke ruang angkasa dengan tanpa mengusik lingkungan alam di Bumi.

Sebelumnya, harapan dan impian tinggal di stasiun ruang angkasa adalah hal yang terlampau tinggi dan sangat merepotkan karena mereka harus memiliki tingkat intelektual tinggi untuk menjadi astronot. Lalu bagaimana jika tinggal di ruang angkasa menjadi sebuah kebutuhan nantinya? Kita akan membutuhkan stasiun ruang angkasa yang sangat berbeda dari Mir atau stasiun ruang angkasa internasional. Bukanlah kehidupan melayang tanpa gravitasi. Masalah keadaan tanpa bobot akan diatasi  dengan  memutar  stasiun  tersebut  untuk  menghasilkan  gravitasi  buatan  yang  tidak  lagi bernilai nol. Bumi dijadikan objek yang sangat membantu dalam pengorbitan. Para penghuni dapat menanam makanan mereka sendiri dan tidak bergantung kepada Bumi. Sebuah riset pada tanamantanaman dalam rumah kaca raksasa di Arizona membuktikan bahwa tanaman dapat tumbuh di stasiun ruang angkasa yang menjadi kota ruang angkasa nantinya. Hingga akhirnya stasiun ruang angkasa yang mengorbit dilengkapi dengan perumahan dan pertanian seperti di Bumi. 

Bayangkanlah sebuah pesawat jauh di atas ekuador bumi dan ditambatkan ke tanah oleh kabel yang kuat. Ini adalah gagasan yang dapat terwujud di masa depan. Kabel tersebut dapat digunakan untuk mengirim informasi atau mengalirkan listrik dari panel surya raksasa yang akan memasok tenaga bagi orang-orang di bumi. Elevator magnetik khusus dapat menarik kabel sehingga awak  bisa  menuju  ke  ruang  angkasa  tanpa  roket.  Meskipun  belum  ada  tindak  lanjut  dalam pemanfaatan terhadap material yang sangat kuat untuk membuat kabel tambatan satelit, namun suatu hari, perkembangan  masa depan membuatnya dapat terjadi.

Di antara Mars dan Yupiter,terdapat ribuan pecahan batuan yang tak asing lagi kita sebut asteroid.  Daerah  ini  disebut  sebagai  sabuk  asteroid.  Meskipun  asteroid  berukuran  kecil  jika dibandingkan dengan Bumi, beberapa asteroid memiliki garis tengah ratusan kilometer. Jika asteroid besar dipindahkan dari sabuk asteroid menuju ke orbit mengelilingi bumi, stasiun ruang angkasa dapat dibangun di atasnya. Mineral-mineral yang berharga di dalam asteroid juga dapat ditambang dan dikirimkan ke Bumi, jikalau barang tambang di Bumi sudah dalam batas yang minim. 

Dunia ini akan  berlangitkan  sebuah  kubah  besar  bagaikan  atmosfer  yang  mengandalkan  panas  matahari, tetapi suhunya dapat diatur menjadi standar suhu ruangan seperti di Bumi. Seperti sebuah sarang lebah dan company-nya yang jauh dari sumber sari makanan, bumi ini sudah banyak kehilangan madunya. Ada dua pilihan yang harus diambil ratu lebah, yaitu mereka harus berhijrah ke tempat yang dikelilingi sari makanan atau mereka harus mengerahkan pasukan agar dapat menambang kebutuhan mereka di tempat yang lebih jauh. Itulah keadaan yang akan ataubahkan sedang terjadi dalam kehidupan manusia saat ini. 

Tak ada salahkan manusia bermimpi,memunculkan ide, dan berinovasi. Asalkan tak keluar dari kerasonalitasan, meskipun memang banyak hal yang tidak rasional malah terjadi, seperti saat orang belum mempercayai akan adanya benda besar berkomposisi logam berat yang dapat terbang di langit Bumi dan menampung puluhan bahkan ratusan manusia melintasi benua. Dulu hal tersebut absurd. Kini menjadi kenyataan dan sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia. “Sebuah ide jika awalnya tidak absurd, maka tidak ada harapan untuk ide tersebut” demikian kata Albert Einstein. Artinya, sebuah ide mula-mula memang tampak aneh, tetapi justru keanehan itulah yangmembuat manusia berpikir keras untuk mewujudkannya.

Kini, tinggal bagaimana secara dewasa kita tanggapi segala kemungkinan dengan fikiran yang jernih dan kritis. Sebagai warga Indonesia maupun warga dunia, kita adalah bagian dari kehidupan, meskipun tidak semua dari kita yang dapat merealisasikan mimpi-mimpi, namun tak ada salahnya menjadi cahaya yang memotivasi. Meskipun kita bukan bagian dari para ilmuwan-ilmuwan hebat itu, namun kita dapat memendam semua rasa ragu untuk memberikan gagasan.

sumber : http://kao.akprind.ac.id/sites/kao.akprind.ac.id/files/Ruang%20Angkasa.pdf

Ancaman nyata dari luar angkasa


Ancaman nyata dari luar angkasa adalah serbuan bakteri yang telah mengalami mutasi sehingga  menjadi pembunuh ganas.Tahun ini, penelitian ruang angkasa memasuki usianya yang ke 50. Banyak  temuan baru dan bidang keilmuan angkasa luar maju pesat. Bahkan dapat disebutkan jauh lebih pesat  ketimbang penelitian kebumian. Berbagai ancaman dari luar angkasa juga dapat diperhitungkan,  dianalisa dan dicari penangkalnya. Baik itu ancaman tumbukan dengan meteorit besar atau berbagai  ancaman lainnya.

Sejauh ini dalam benak orang awam, yang terbayangkan sebagai ancaman dari  angkasa luar adalah monster-monster mengerikan, baik berupa sosok raksasa atau makhluk luar  angkasa berkulit hijau berukuran manusia kerdil yang ganas dan haus darah. Akan tetapi, ancaman nyata  yang sebenarnya adalah serbuan bakteri pembunuh. Penelitian yang dilakukan badan antariksa AS-NASA  di luar angkasa menunjukkan, bakteri yang berasal dari Bumi di ruang tanpa bobot mengalami mutasi  menjadi bakteri amat mematikan. 

Sejumlah film fiksi ilmiah sudah menggambarkan bagaimana dahsyat  dan mengerikannya serbuan makhluk luar angkasa berukuran kecil, yang memusnahkan kehidupan  umat manusia di Bumi. Sekarang fiksi ilmiah semacam itu sudah menjadi kenyataan. Bakteri Salmonella  yang dibawa dari Bumi dalam misi wahana penerbangan ulang-alik ke luar angkasa pada tahun lalu,  terbukti mengalami mutasi menjadi bakteri amat mematikan. Untuk ujicoba, bakteri salmonella itu  dibungkus dalam kemasan tiga lapis tahan pecah, untuk mencegah bakteri amat mematikan itu lolos ke udara. 

Salmonella adalah bakteri berbentuk batang, yang memicu gejala keracunan makanan ditandai  dengan buang air terus menerus pada manusia. Dalam kondisi normal, keracunan salmonella dapat  diobati menggunakan antibiotika dan pemberian tambahan cairan elektrolyt. Tapi pada anak-anak atau  kelompok risiko, bakteri salmonella dapat memicu penyakit berat hingga kematian. Penyakit berat yang  ditimbulkan bakteri salmonella antara lain infeksi saluran pencernaan, typhus dan paratyphus. Dalam  penelitian di luar angkasa, bakteri salmonella yang dibawa dikembangbiakan dalam kultur makanan.  Setibanya kembali ke Bumi, bakteri salmonella yang dikembangbiakan di lingkungan tanpa bobot itu  diujicoba pada tikus di laboratorium. Hasilnya, bakteri yang dibawa ke luar angkasa membunuh tikus  percobaan jauh lebih cepat, dibanding tikus ujicoba yang mendapat infeksi salmonella yang berkembang  biak di Bumi.

Inilah skenario horror dari bakteri pembunuh dari luar angkasa.  Sekitar 150 sekuens gen dari salmonella yang dibawa ke ruang angkasa, terbukti jauh lebih aktiv  dibanding gen salmonelle normal. Demikian diungkapkan pimpinan penelitian, Dr. Cheryl Nickerson dari  Universitas Arizona; “Kita mengirim astronot lebih lama lagi ke luar angkasa dan semakin jauh dari Bumi.  Dengan itu risiko penyakit infeksi lebih besar lagi.“Kekebalan Tubuh Melemah Seperti diketahui, dalam  kondisi tanpa bobot sistem kekebalan tubuh manusia berfungsi lebih lemah ketimbang jika berada di  Bumi. Artinya risiko untuk terinfeksi bibit penyakit juga menjadi lebih besar lagi. Bayangkan jika bakteri  yang menyerang adalah dari jenis yang sudah mengalami mutasi, dengan tingkat fatalitas yang juga jauh  lebih tinggi dari bakteri sejenis di Bumi.

Di masa depan, ancaman kesehatan gawat semacam itu, akan  semakin sering dihadapi para astronot dalam misi cukup lama di luar angkasa.Sejauh ini penelitian baru  mencakup serangan bakteri, yang memang berasal dari Bumi dan terbawa ke luar angkasa. Belum  diketahui, apakah di luar angkasa yang sulit diketahui batasnya itu, juga terdapat bakteri lainnya yang masih menunggu inang baru dari Bumi. Ancaman sejauh itu belum dibayangkan oleh Dr.Cheryl  Nickerson. Akan tetapi, peneliti dari Universitas Arizona itu juga menarik sisi positiv dari temuan bakteri  salmonella yang mengalami mutasi di luar angkasa. Nickkerson menjelaskan ; “Jika kita memanfaatkan  pengetahuan dan sifat bakteri tsb, kita dapat memiliki kemungkinan pengembangan metode baru  pengobatan dari penyakit yang ditimbulkannya, pembuatan obat-obatan baru atau bahkan vaksinnya.“ Penyebab mutasi bakteri itu, menurut Nickerson bukan kondisi tanpa bobot itu sendiri. Melainkan  dampak kondisi tanpa bobot pada cairan di dalam sel. Akibat kondisi tanpa bobot di luar angkasa, mekanisme gesekan molekul dalam cairan sel berkurang.

 Selengkapnya baca di sini

Flag Country

free counters